Keberhasilan perusahaan merupakan hasil dari sejumlah karakteristik individu meliputi bakat, kerja tim, kreativitas, juga keberanian.
Secara umum, kaizen diyakini sebagai tugas atau pekerjaan manajemen. Otorisasi dan intruksi perbaikan dijalankan dengan menggunakan prinsip top down. Satu-satunya perusahaan yang menjalankan prinsip bottom-up untuk kaizen adalah Toyota. Pabrikan otomotif Jepang ini tetap mempertahankan pendekatan bottom-up untuk mengidentifikasi peluang perbaikan. Peluang tersebut akan dikomunikasikan oleh masing-masing lini manajemen, yang mana semua pihak yang terkait dengan proses terlibat aktif dalam aktivitas perbaikan.
Mengutip Planet-lean.com, Harada-san, ekpertis Toyota yang memiliki pengalaman bekerja langsung dengan Taiichi Ohno mengatakan bahwa dalam praktek Toyota, ada sedikit pertukaran antara produksi dan rekayasa. Namun, ide kaizen sudah berada dalam desain produk untuk memudahkan perakitan mobil. Dalam kasus ini, organisasi bisa menggunakan staf “penghubung”. Yaitu dengan menempatkan karyawan berpotensi di bidang teknik untuk bisa bergabung dan bekerja dengan tim produksi sebagai engineer, dan sebaliknya organisasi bisa mengambil manajer produksi yang berpengalaman untuk menjadi bagian dari tim engineering.
Hal menarik lain yang dimiliki Toyota adalah sistem manajemen talent. Mereka tidak mengandalkan pertemuan yang sistematis untuk membangun komunikasi lintas departemen. Komunikasi dibangun lewat kebijakan yang ketat dan memungkinkan organisasi untuk merotasi orang-orang dari pekerjaan inti mereka sehingga memiliki kesempatan belajar satu sama lain. Sekali lagi, kita bisa melihat Toyota melakukan pembelajaran secara kolektif. Slogan “Good Thinking, Good Products” pun tidak pernah berhenti dikampanyekan oleh perusahaan. Keberhasilan perusahaan merupakan hasil dari sejumlah karakteristik individu seperti bakat, hasrat, kerja tim, kreativitas, juga keberanian.
Seperti kita ketahui saat ini organisasi lebih sering berusaha mewujudkan disrupsi inovasi (sesuatu hal yang terlihat besar), tetapi kurang memperhatikan peluang perbaikan yang dihasilkan oleh generasi sebelumnya. Sejatinya, inovasi yang berkelanjutan adalah syarat dasar bagi banyak organisasi untuk bertahan menghadapi kompetisi abad ke-21 ini. Tetapi inovasi disini juga perlu dikombinasikan dengan perbaikan secara terus menerus untuk mendorong pertumbuhan organisasi lean yang berkelanjutan.
Ketika mengimplementasi lean, karyawan biasanya akan berpikir tentang bagaimana sejumlah perbaikan lokal bisa mempengaruhi kualitas daya saing dan keunggulan biaya secara keseluruhan. Jika Anda bingung, Anda bisa mengunjungi museum Toyota untuk mendapat jawaban. Disana kita bisa lihat bagaimana setiap perbaikan siklus desain dan pendekatan progresif untuk rekaya mobil dapat terintegrasi secara cermat. Evolusi setiap fungsi, seperti mesin atau kemudi disajikan secara visual dan disertai penjelasan tentang evolusi proses produksinya.
Pendekatan evolusioner produk-produk ini digunakan sebagai kurva pembelajaran oleh masing-masing fungsi di Toyota. Sistem lean di Toyota mendorong perbaikan mengalir secara berkelanjutan dan memastikan produk tetap inovatif. Hal ini berbanding terbalik dengan apa yang dilakukan Tesla yang lebih fokus menjalankan inovasi radikal dan kualitas produk.