Tahun 1987 Motorola menargetkan peningkatan 10x lipat dalam perbaikan kualitas produk dan layanan di tahun 1989, dan 100x lipat di tahun 1991. Hal ini dilakukan perusahaan produk telekomunikasi tersebut untuk melakukan perbaikan di semua lini. Anda tahu bagaimana cara Motorola melakukannya? Ya, dengan konsep Six Sigma. Saat itulah konsep Six Sigma pertama kali digunakan, sebuah konsep peningkatan kualitas yang sangat populer saat ini.
Meskipun dalam praktek sehari-hari banyak masalah yang bisa diselesaikan dengan implementasi proyek Six Sigma, namun kegagalan tetap bisa terjadi. Inilah yang harus Anda perhatikan.
Pada Six Sigma, kita menitikberatkan “problem” sebagai awal untuk melangkah, dengan melakukan lima tahap: Define – Measure – Analyze – Improve – Control (DMAIC). Mari kita bahas pentingnya fase awal, yakni mendifinisikan masalah (define) .
Dalam fase ini mengumpulkan data adalah syarat utama. Anda harus menuliskan segala hal yang Anda ketahui tentang proses yang akan diperbaiki. Definisikan problem statement dan hambatan proyek. Klarifikasi dan bentuk tujuan serta team untuk menjalankan proyek ini. Fase ini sangat penting setidaknya memerlukan 30-50% dari waktu yang tersedia dan sangat berperan menentukan peluang perbaikan.
Banyak proyek Six Sigma yang gagal karena ketidakmampuan menyelesaikan fase define dengan baik. Setidaknya ada tiga faktor penyebab kegagalan dalam fase define:
1. Data yang terkumpul tidaklah konsisten atau bias.
Untuk menghindari hal ini proses verifikasi harus benar-benar dilakukan oleh orang yang memahami teori Six Sigma dan Ilmu Statistik serta menguasai latar belakang ilmu dalam proyek perbaikan tersebut. Tidak hanya dilakukan oleh manajemen, tetapi harus melibatkan orang yang mempunyai sertifikat greenbelt atau blackbelt.
2. Membuat alternatif untuk solusi.
Sebagai contoh saat team mulai mendefinisikan masalah muncul pernyataan masalah dengan menyertakan solusi. Hal ini akan menghambat team mengenali akar masalah yang sebenarnya dihadapi dan menstigma team pada satu alternatif solusi. Padahal dalam fase define yang terpenting adalah identifikasi problem.
3. Ketiga adanya perbedaan scoping masalah antara Top Management dengan Project Leader.
Biasanya, Top Management memberikan keputusan untuk melaksanakan suatu proyek berdasarkan perhitungan keuntungan finansial, sedangkan Project Leader menilai proyek sebagai perbaikan yang harus dilakukan untuk menyelesaikan masalah yang ada.
Kesuksesan penerapan Six Sigma memang sangat tergantung dari beberapa hal, yang merupakan tantangan dalam penerapannya di perusahaan-perusahaan di Indonesia. Ingin lebih mudah? Anda bisa menghubungi SSCX Indonesia, konsultan terpercaya yang telah berhasil menangani dan memberikan solusi operational excellence ratusan perusahaan besar dan kecil di Indonesia.