Sementara value add berfokus pada peningkatan nilai produk atau layanan secara langsung, value enabler lebih berkaitan dengan faktor-faktor yang mendukung penciptaan nilai secara keseluruhan dalam operasi atau proses bisnis.

Excellent people, dalam artikel sebelumnya kita sudah belajar tentang apa itu value. Nah, kali ini kita akan bahas perbedaan antara “value add” dan “value enabler” berdasarkan konsep dasar yang mereka wakili dalam konteks bisnis.

Value Add (Pemberi Nilai)

Value add atau nilai tambah mengacu pada segala sesuatu yang secara langsung meningkatkan nilai produk atau layanan bagi pelanggan, atau bisa kita maknai sebagai nilai tambah yang benar-benar dibutuhkan oleh pelanggan. Aktivitas disebut memiliki nilai tambah jika memiliki kriteria 3C: Customer willing to pay, Change the product, Correct at first time.

  1. Customer willing to pay (Pelanggan bersedia membayar): Kriteria pertama adalah apakah pelanggan bersedia membayar untuk aktivitas tersebut. Ini mengindikasikan bahwa aktivitas tersebut memberikan manfaat yang bernilai bagi pelanggan sehingga mereka bersedia mengeluarkan uang untuk itu. Contohnya, jika seorang pelanggan ingin memesan layanan tambahan atau fitur khusus pada produk, maka pelanggan tersebut bersedia membayar tambahan untuk mendapatkan nilai tambah tersebut.
  2. Change the product (Mengubah bentuk/fungsi produk): Kriteria kedua adalah apakah aktivitas tersebut mengubah bentuk atau fungsi dari produk atau jasa yang diberikan. Ini menunjukkan bahwa aktivitas tersebut memberikan peningkatan atau perubahan yang bermanfaat bagi produk atau layanan yang disediakan kepada pelanggan. Misalnya, jika sebuah restoran menambahkan opsi makanan baru yang lebih sehat atau menyesuaikan menu untuk mencakup preferensi pelanggan yang berbeda, itu akan dianggap sebagai aktivitas yang meningkatkan nilai tambah.
  3. Correct the first time (Melakukan dengan benar sejak pertama kali): Kriteria ketiga adalah apakah aktivitas tersebut dilakukan dengan benar pada percobaan pertama, sehingga tidak memerlukan pengerjaan ulang. Ini menunjukkan efisiensi dalam pelaksanaan aktivitas dan menghindari pemborosan waktu, tenaga, dan sumber daya. Sebagai contoh, jika sebuah perusahaan memperkenalkan produk baru dan proses produksiannya diatur sedemikian rupa sehingga produk tersebut memenuhi standar kualitas yang diinginkan pada percobaan pertama, itu akan menghemat biaya dan waktu yang diperlukan untuk mengoreksi kesalahan atau cacat pada produk.
Baca juga  Membangun Budaya Inovasi untuk Ciptakan Keunggulan Bisnis 

Value Enabler (Pendukung Nilai)

Value enabler merujuk pada aktivitas atau faktor yang tidak secara langsung memberikan nilai tambah kepada pelanggan, tetapi penting untuk kelangsungan bisnis dan meminimalkan risiko. Ini termasuk kegiatan yang dilakukan untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan pemerintah, peraturan industri, atau standar keselamatan. Meskipun pelanggan mungkin tidak langsung melihat atau merasakan manfaatnya, tetapi ini penting untuk menjaga operasi bisnis yang lancar dan memenuhi persyaratan hukum. Dengan demikian, value enabler membantu perusahaan mengelola risiko, menjaga reputasi, dan memastikan keberlanjutan bisnis dalam jangka panjang.

Contoh lainnya adalah implementasi sistem manajemen rantai pasokan yang efisien tidak langsung meningkatkan nilai produk, tetapi menjadi value enabler karena dapat membantu perusahaan mengurangi biaya produksi, meningkatkan efisiensi, dan memberikan layanan yang lebih baik kepada pelanggan. Namun sebelumnya kita juga harus memastikan apakah dengan penerapan sistem tersebut membuat proses lebih cepat, kualitas lebih baik, dan biaya lebih murah karena kalau sistem tersebut justru membuat biaya mahal dan tidak efisien maka kita tidak boleh menyebutnya sebagai value enabler.

SHIFT Indonesia selain menyajikan artikel web juga menyajikan insight melalui majalah, unduh artikel terbaru disini ya https://bit.ly/SHIFTIndonesiaEdisi01