
Selama bertahun-tahun, raksasa otomotif dari Jepang ini seakan tak terkalahkan, dengan rangkaian mobil hibrid dan popularitasnya membuat Toyota menjadi merk mobil yang sangat cepat pertumbuhan bisnisnya di Amerika. Toyota mengalahkan market share Chrysler di 2006 dan Ford di 2007, dan berpotensi untuk mengalahkan General Motors sebagai perusahaan manufaktur mobil terbesar di Amerika Serikat. Lalu terjadilah ‘sepasang’ bencana yang memperlebar jurang dengan GM, bahkan ketika manufaktur mobil terbesar dari Detroit itu mengalami kebangkrutan.
Kehebohan akibat insiden berkaitan dengan akselerasi produk pada 2009 dan 2010 menimbulkan pertanyaan mengenai kualitas Toyota yang selama ini dikenal tanpa cacat. Kebanyakan dari insiden tersebut terjadi karena kesalahan supir, namun karena banyaknya keluhan, manufaktur mobil tersebut tidak punya pilihan selain melakukan recall terhadap jutaan produknya dan memodifikasi pedal akselerator serta komponen lainnya. Skandal tersebut merugikan Toyota sebesar 1,5 milyar dolar AS termasuk didalamnya denda, kompensasi atas klaim, dan biaya berkaitan dengan hukum. Belum lagi mereka kerugian yang dialami akibat penurunan penjualan. Dalam tensi yang tinggi, tersibaklah sedikit arogansi dari perusahaan yang selama ini terkenal rendah hati.
Bangkit dari Imbas Recall dan Tsunami
11 Maret 2011, sebuah gempa berkekuatan 9 SR mengguncang Jepang bagian utara, diikuti tsunami dahsyat yang menghancurkan apapun yang ada di garis pantai timur. Ditengah puing-puing kehancuran emosional dan fisik, orang-orang Jepang, nyaris segera, bersatu untuk membangun kembali negara mereka. Menjadi bagian dari usaha pembangunan kembali tersebut, adalah industri yang menjadi motor utama penggerak perekonomian Jepang, yaitu industri otomotif. Industri otomotif Jepang telah bekerja keras selama dua tahun terakhir untuk pulih dari kerusakan, termasuk perusahaan mobil terbesar di negara tersebut, Toyota.
“Secara garis besar, perusahaan kami mendapatkan pukulan telak akibat gempa bumi dan tsunami pada Maret 2011,” kata Greg Thome, Manajer Komunikasi dari Toyota Motor Corporation (TMC).
Segera setelah bencana tersebut, Toyota memprioritaskan keselamatan dari karyawan dan keluarga mereka. Untuk itu, perusahaan menangguhkan semua aktifitas produksi di semua pabrik dan subsidiary-nya di Jepang pada dari tanggal 14 hingga 26 Maret 2011.
Gempa dan tsunami Jepang yang melanda wilayah industri bagian barat terjadi tepat setelah Toyota pulih dari skandal di tahun 2010. Bencana tersebut membuat dealer-dealer di Amerika kehabisan barang selama hampir setahun penuh. Menurut data Ward’s Automotive, market share Toyota di Amerika Serikat jatuh sebesar 4% pada 2011, dibandingkan dengan 2009, dan merupakan kejatuhan tertajam yang pernah dialami oleh sebuah perusahaan manufaktur mobil besar selama ini.
Setelah melewati berbagai kejatuhan di tahun-tahun sebelumnya, Toyota kembali menunjukkan taringnya tahun ini, dengan performa yang lebih kuat di akhir 2012 dan semakin menguat di 2013. Toyota telah melakukan pembaruan pada line-up produk mereka, dengan versi baru RAV4 crossover yang populer dan Corolla subcompact yang andal, yang rilis pada tahun ini. Mereka juga telah mengembangkan Prius hybrid dari hanya sebuah model menjadi satu merk yang berdiri sendiri, dengan empat varian yang berbeda. Sport car Scion FR-S terkenal dengan kemewahan yang terjangkau, sebuah pujian yang sangat jarang didapatkan oleh mobil-mobil Toyota yang ‘low profile’. Selain itu, lini mewah Lexus juga telah bangkit dari kekalahannya dari BMW dan Mercedes pasca tsunami 2011.
Momentum yang menyegarkan Toyota tersebut juga tergambar dalam angka-angka. Ward mencatat tingkat penjualan mobil Toyota di Amerika Serikat meningkat sebesar 27% pada 2012, atau dua kalinya rata-rata industri otomotif. Market sharenya melonjak dari 12,7% menjadi 14,1% tahun lalu, dan menjadi pendapatan terbesar yang pernah dicapai oleh sebuah perusahaan manufaktur. Toyota juga mengklaim kembali peringkat pertama penjualan global dari GM, posisi yang Toyota dapatkan pada 2008 dan luput pada 2011. “Mereka melakukan comeback dengan kekuatan ganda,” kata Jessica Caldwell dari situs riset mobil Edmunds.com. “Toyota tak diragukan lagi tengah menuju kejayaan kembali.”
Semua manufaktur mobil mendapatkan keuntungan dari pulihnya ekonomi yang mengangkat angka penjualan mobil, jauh diatas angka terendah di 2009, namun Toyota memiliki beberapa keuntungan lebih. Depresiasi nilai yen, yang nampaknya merupakan sebagian dari strategi yang ditempuh oleh bank sentral Jepang, akan sangat menguntungkan Toyota dan mobil asal Jepang lainnya. Depresiasi tersebut akan membuat barang ekspor asal Jepang menjadi lebih murah di negara lain. Sementara itu, Toyota, Honda dan Nissan telah mendirikan pangkalan manufaktur yang kuat di Amerika Utara untuk berjaga terhadap fluktuasi nilai tukar dan menjadi lebih dekat dengan pelanggan.
Mobil Toyota masih masuk peringkat tertinggi untuk kualitas, sementara itu, Scion, Toyota dan Lexus meraih posisi tiga besar dalam peringkat reliability dalam Consumer Reports’. Toyota juga masih menikmati posisi puncak dalam persaingan pasar mobil hibrid, yang telah membantu membangun image perusahaan sebagai manufaktur mobil paling ramah lingkungan.
“Penjualan Prius masih menguasai lebih dari setengah penjualan mobil hibrid di AS,” kata Caldwell. “Kata ‘Prius’ hampir bersinonim dengan ‘hibrid’”.
Kompetisi yang dijalani Toyota lebih keras daripada lima tahun lalu, dengan Honda dan Nissan yang selalu menggigit ekornya, belum lagi mobil domestik AS, dan Volkswagen yang berambisi memperoleh lebih banyak market share di AS. Namun Toyota telah belajar banyak mengenai persaingan dalam penjualan, dan memaksa para pesaingnya untuk melakukan benchmark terhadap raksasa asal Jepang tersebut.
Salah satu target kesempatan yang dimiliki Toyota mungkin adalah manufaktur mobil asal Korea, Hyundai dan Kia, yang meraup ribuan pelanggan selama resesi dengan set fitur menarik dan harga terjangkau, serta dukungan promosi seperti pelanggan dapat mengembalikan mobil mereka jika kehilangan pekerjaan, dan sebagainya. Si ‘kembar’ asal Korea tersebut juga beruntung karena mereka meluncurkan beberapa produk baru bersamaan dengan bencana tsunami yang mengguncang Jepang di 2011.
Namun Toyota dan para rekanan Jepangnya kini kembali kepada aktifitas produksi penuh, dengan model-model baru yang keluar tepat waktu seperti yang dilakukan para pesaing dari Korea. Mungkin kita akan bisa mengharapkan mereka menempati pole position sekali lagi, dan mendengar deru mesin yang berpacu menuju masa depan mereka.***