Masih ingat tentang operational excellence di Bank Permata? Artikel ini akan membantu menyegarkan visi kita mengenai Lean di industri perbankan.
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah menjadi motor utama yang mendorong perkembangan bisnis perbankan di Indonesia, khususnya pada dasawarsa terakhir ini. Perkembangan ini memancing para investor asing untuk berduyun-duyun memasuki pasar perbankan Tanah Air, yang berarti lebih banyak pilihan bagi nasabah Indonesia untuk memilih jasa dari bank yang paling mampu bersaing dalam hal kualitas produk, pelayanan dan kecepatan. Kecenderungan inilah yang mengharuskan bank-bank lokal untuk terus menjaga kemampuan kompetitifnya. Strategi apa yang dijalankan oleh Bank Permata, sebagai salah satu bank lokal, agar mampu bermain dalam gelombang pasang tersebut?
Bank Permata telah memenangkan sejumlah penghargaan prestisius, seperti International Excellence in Retail Financial Services Awards dan Best Mobile Phone Banking Award in Asia Pacific, disamping menjadi juara untuk Syariah Service Excellence dan peringkat empat dalam Conventional Service Excellence yang penilaiannya dilakukan oleh MRI. Apakah katalis yang memungkinkan Bank Permata mencetak segudang prestasi tersebut?
“Visi kami berawal dari satu ide sederhana, yaitu bagaimana membuat salah satu stakeholder kami, yakni nasabah, bersikap seperti fans (bonek dalam arti positif) terhadap klub kebanggaannya,” papar Bernard Lokasasmita, Head of Service and Operational Excellence di Bank Permata dalam sebuah wawancara eksklusif dengan Shift. “Kami juga ingin karyawan bangga menjadi bagian dari Bank Permata. Kami juga ingin ketika orang berpikir mengenai finansial, maka yang mereka ingat adalah Bank Permata sebagai solusi finansial bagi mereka.”
Jalan Menuju Operational Excellence dan Pentingnya Transformasi Budaya
Menurut Gregory Utama, CEO Premysis Consulting, visi Bank Permata ini hanya bisa dicapai jika bank tersebut merumuskan strategi yang tepat, dan pelaksanaannya harus konsisten dan terpadu. Strategi yang dijalankan harus menyentuh tiga sisi, yaitu Performa (mempertahankan performa baik yang berhasil dijalankan), Perbaikan (melakukan perbaikan yang berkesinambungan, alias continuous improvement), dan Inovasi (kemampuan melakukan inovasi dan menanamkan investasi yang tepat). Strategi tersebut akan dapat diwujudkan dengan dukungan penuh dari seluruh sendi organisasi, mulai dari akar rumput hingga jajaran manajemen atas. Strategi juga harus tercermin dalam keselarasan antar superstruktur (visi, strategi, nilai) dan infrastruktur (proses, sistem dan struktur).
Menanggapi hal tersebut, Bernard memastikan bahwa Bank Permata telah memiliki sistem manajemen untuk mengatur perencanaan, pelaksanaan dan peninjauan dari keputusan strategis perusahaan. Menurutnya, penyususnan dan pelaksanaan strategi yang terstruktur dan sistematis adalah kunci keberhasilan untuk mencapai visi di masa depan. Sistem manajemen Bank Permata ini berlaku untuk seluruh organisasi, dimana manajemen atas menentukan arah dan strategi perusahaan dan semua level organisasi menerjemahkannya menjadi tindakan perbaikan yang berkesinambungan. “Bagi kami, metode Operational Excellence adalah enabler, yaitu budaya yang harus dimiliki karyawan untuk kepentingan pelanggan,” kata Bernard.
Continuous Improvement di Bank Permata: Bagaimana Menjalankannya?
Menurut Bernard, menjalankan continuous improvement bukan tanpa halangan. Kendala menuju operational excellence terutama terletak kepada implementasi yang idealnya sesuai dengan kerangka kerja yang telah dibuat. Bernard mengakui, menyusun kerangka sistem dan menjalankannya adalah dua hal yang berbeda. “Menyulap” sistem yang berupa konsep menjadi budaya perusahaan tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Intinya adalah bagaimana menanamkan dan mengembangkan budaya improvement di organisasi. Karena, tanpa budaya, hasil perbaikan tidak akan konsisten dan bertahan lama. “Pengalaman kami, beberapa proyek yang berhasil dijalankan, kinerjanya hanya mampu bertahan dua sampai tiga bulan saja,” kenang Bernard.
Menurut Bernard, untuk mengajak orang lain melakukan perubahan, kita harus mampu menunjukkan keuntungan dari perubahan tersebut kepada mereka. “Seeing is believeing,” katanya. Namun Bank Permata punya cara sendiri untuk melakukannya. Langkah-langkah yang diambil adalah sebagai berikut:
- Simulasi. Pertama, manajemen akan melakukan simulasi penerapan metode improvement seperti Lean Six Sigma. Tujuannya adalah menciptakan kesan bahwa perbaikan tersebut mudah dan menguntungkan untuk dijalankan.
- Pilot. Pilot adalah pelaksanaan program perbaikan di area-area tertentu yang lebih kecil. Tujuannya adalah meminimalisir resiko dari suatu inisiatif perbaikan. Pilot berperan sebagai momentum awal yang akan mendorong motivasi untuk meraih keberhasilan yang lebih besar.
- Pelatihan. Tujuan dari pelatihan adalah meningkatkan kemampuan, pengetahuan, dan menjaga keberlangsungan dari hasil perbaikan yang telah berhasil dijalankan.
- Roll-out. Roll-out adalah replikasi solusi perbaikan yang telah berhasil dijalankan di satu area di area lain yang lebih besar, untuk meraih hasil yang lebih menguntungkan.
- Kisah Sukses. Memancing orang untuk menceritakan kisah sukses akan membuat dirinya dan koleganya termotivasi untuk berbuat lebih baik lagi.
Manajemen di Bank Permata yakin bahwa jika proses berjalan dengan benar, maka profit akan mengikuti. Setiap tahun, masing-masing business head menyusun target yang menjadi komitmen bersama. Target tersebut ditetapkan berdasarkan strategi jangka panjang dan kondisi pasar yang fluktuatif. Target tersebut lalu diterjemahkan dalam bentuk poin-poin KPI (key performance indicator). Setelah target terdefinisi, tim SC (Steering Committee), yaitu manajemen lintas fungsi, membuat daftar inisiatif perbaikan untuk memenuhi target KPI tersebut.
Inisiatif perbaikan yang telah ditetapkan akan diurutkan berdasarkan prioritas RCR (revenue, cost dan risk). Untuk proyek berskala besar, inisiatif perbaikan akan difasilitasi dan dibimbing oleh konsultan internal ataupun eksternal, sementara tim internal dan unit-unit akan meletakkan fokus pada sisi bisnis masing-masing.
Hasil yang Tak Ternilai Harganya
Meskipun belum genap 5 tahun dijalankan, program operational excellence di Bank Permata telah memberikan buah yang manis. Hasil yang signifikan berupa penghematan besar, contohnya proses aplikasi kartu kredit yang bebas kertas, selain membuat proses lebih cepat dan lebih menyenangkan bagi pelanggan, proyek ini juga menghasilkan penghematan kertas sebanyak sekitar 105 rim perbulan, atau 52.500 lembar kertas. Selain itu, penghematan juga dibukukan dengan pemangkasan biaya tinta, energi dan FTE. Dana yang berhasil dihemat bisa dialokasikan di area lain untuk meningkatkan produktifitas.
Namun, terlepas dari penghematan finansial, buah yang rasanya paling manis adalah keberhasilan mengubah pola pikir karyawan. “Ketika sebuah proyek berhasil dan mencapai target, karyawan akan merasa bersemangat dan saling memotivasi satu sama lain,” kata Bernard. “Mereka bilang, ‘Apa lagi nih yang bisa di-improve?’, buat kami, itulah yang disebut priceless.”
Hasil lainnya, pekerjaan kini terstandardisasi dengan baik. Standardisasi tersebut membuat proses administrasi menjadi lebih baik dan rapi. Contoh sederhana adalah standardisasi di meja customer service.
“Ketika ada seorang staf customer service yang baru pindah dari cabang lain, dia bisa segera bekerja karena dia tahu dimana semua alat dan perlengkapan diletakkan,” kata Bernard. “Standarnya sama di semua cabang.” Standardisasi ini juga membuat tim penjualan menjadi lebih percaya diri ketika menjanjikan waktu proses kepada nasabah.
Dengan kemajuan yang telah diraih, apakah Bernard menganggap Bank Permata telah sukses?
“Sukses adalah sebuah perjalanan, bukan tujuan,” katanya. “Kami ingin operational excellence lebih membudaya, menjadikan setiap karyawan Bank Permata bangga akan pekerjaannya, merasa nyaman dalam bekerja, berkreasi dan berinovasi. Dengan demikian, mereka bisa membuat nasabah menjadi semakin puas dan loyal!” tutup Bernard.***
Gambar: (c)infobank.