Belajar dari pengalaman sebagai konsultan, pekerja dan pengembang startup, Eric Ries seorang entrepreneur Silicon Valley mencetuskan lean startup sebagai metode pengembangan bisnis 2008 lalu. Validated Learning ia perkenalkan ke dunia startup sebagai unit pengembangan proses bisnis, mengantisipasi ketidaksesuaian produk dengan perkembangan pasar. Melalui Validated Learning, seorang entrepreneur teknologi mampu menyesuaikan rencana secara bertahap, detil.

[cpm_adm id=”10763″ show_desc=”no” size=”medium” align=”left”]

Saat ini, popularitas lean startup tumbuh berkembang di luar Silicon Valley, menyebar ke seluruh dunia bersamaan dengan sukses penjualan buku karangannya The Lean Startup: How Today’s Entrepreneurs Use Continuous Innovation to Create Radically Successful Businesses.

Kegagalan startup pertama Ries, Catalyst Recruting, mengajarkan betapa proses bisnis startup habis menguras tenaga dan waktu untuk peluncuran produk, sehingga gagal memahami target dan kebutuhan konsumen.

Ia yakin elemen-elemen validated learning mampu menjawab kebuntuan dan kegagalan pengusaha startup merepresentasikan permintaan konsumen. Elemen-elemen Validated Learning antara lain Minimum Viable Product, Continous Deployment, Split Testing, Actionable Metrics, Pivot, Innovation acounting dan build-measure-learn.

Minimum Viable Product

Minimun viable product (MVP) merupakan versi dari produk baru yang mampu memberikan hasil maksimum tentang pengetahuan konsumen secara mudah. Tujuan MVP adalah membuktikan kebenaran hipotesis dasar bisnis, membantu seorang entrepreneur memulai proses pembelajaran secepat mungkin. Ries mencatat bahwa Nick Swinmurn pendiri Zappos ingin membuktikan hipotesis itu, bahwa pelanggan telah siap dan berkeinginan membeli sepatu secara online. Selain membangun website dan database besar tentang alas kaki, Swinmurn juga menyasar ke toko sepatu lokal mengambil gambar inventarisnya, kemudian memostingnya, membeli sepatu dari toko, kemudian mengirimkannya langsung ke pelanggan. Swinmurn  menyimpulkan bawa permintaan pelanggan telah ada, dan Zappos berkembang menjadi binis jutaan dollar dengan cara menjual sepatu secara online.

Baca juga  Inovasi: Perjalanan Astra Isuzu menuju Operational Excellence

Continuous Deployment (untuk pengembangan software)

Continous Deployment memiliki kemiripan dengan continous delivery, merupakan proses  “saat semua kode yang ditulis untuk sebuah aplikasi secara cepat terpasang ke dalam produksi”, hasilnya mampu mengemat siklus waktu. Ries menyatakan beberapa perusahaan tempatnya bekerja memasang kode baru ke produksi 50 kali per hari.

Split Testing

Tes terpisah atau tes A/B merupakan percobaan yang dilakukan pada produk dengan versi yang berbeda, yang ditawarkan kepada pelanggan pada saat yang bersamaan. Tujuan tes terpisah adalah mengamati perbedaan perilaku antara dua kelompok dan mengukur dampak dari setiap versi dalam matrik praktis.

Tes A/B ditampilkan ke dalam bentuk seri sejumlah dari kelompok pengguna yang pada satu minggu mengamati satu versi produk, sementara pada minggu berikutnya menyaksikan versi lainnya. Hal ini bisa dikritisi dalam keadaan event eksternal bisa jadi terpengaruh oleh perilaku pengguna pada satu waktu, tapi tidak berlaku pada yang lain. Sebagai contoh, tes terpisah pada rasa dua es krim dilakukan berkelanjutan selama musim panas dan musim dingin akan memperlihatkan penurunan pasar terkait permintaan es krim selama musim dingin menurun dikarenakan cuaca dan bukan soal rasa es krim yang ditawarkan.

Actionable Metrics

Matriks operasional bisa membimbing untuk menginformasikan pengambilan keputusan bisnis dan tindakan selanjutnya. Berbeda dengan matriks yang sia-sia, pengukuran yang memberikan gambaran kemungkinan optimistis namun tidak akurat merefleksikan kunci mendorong sebuah bisnis.

Matrik yang sia-sia bagi sebuah perusahaan mungkin saja menjadi matriks praktis bagi perusahaan lain. Misalnya, sebuah perusahaan spesialisasinya membuat website berbasis dashboard untuk pasar finance mungkin menampilkan jumlah pengunjung pada laman webnya, hal tersebut menjadi sia-sia bagi orang yang membuat website tak berbasis pada jumlah pengunjung. Bagaimanapun, sebuah majalah online yang memiliki iklan akan menampilkan jumlah penunjung pada laman webnya sebagai kunci format pengukuran sebagaimana halaman tersebut langsung berkorelasi dengan pendapatan.

Baca juga  ESG dan LEAN Itu Penting! Daftar Gratis Webinarnya Sekarang!

Pivot

Pivot merupakan desain struktur koreksi alir kerja untuk mencoba hipotesis fundamental baru tentang produk, strategi dan pertumbuhan. Contoh perusahaan startup yang menerapkan Pivot adalah Groupon yang berjalan dengan platform aktivitas online The Point. Setelah sama sekali tak mendapat perhatian, para pendirinya membuat blog WordPress dan meluncurkan promosi kupon pertama untuk sebuah merek Pizza yang lokasinya satu gedung dengan mereka.

[cpm_adm id=”11002″ show_desc=”no” size=”medium” align=”none”]

Meski hanya mendapatkan 20 penukaran kupon, para pendiri Groupon menyadari bahwa gagasan mereka telah sesuai, sukses melakukan penguatan sumberdaya manusia. Tiga tahun kemudian Groupon menjadi tumbuh menjadi bisnis jutaan dollar.

Innovation accounting

Elemen lean startup yang memudahkan para entrepreneur teknologi mampu mengelola akuntabilitas dan memaksimalkan dampak (outcome) dengan melakukan pengukuran kemajuan perencanaan, milestone dan skala prioritas.

Build–Measure–Learn

Build-Measure-Learn menegaskan percepatan putaran sebagai unsur menciptakan pengembangan. Keefektifan sebuah tim atau perusahaan ditentukan kemampuan membentuk gagasan, cepat membangun  minimum viable product dari ide tersebut, mengukur efektivitas dalam pasar, dan belajar dari pengalaman. Dengan kata lain, siklus atau daur belajar mulai dari ide sampai menjadi produk, mengukur reaksi dan perilaku pelanggan terhadap pengembangan produk, dan kemudian memutuskan produk mana yang  diteruskan, atau melakukan strategi Pivot, dan proses ini bisa diulang sebanyak yang dibutuhkan. Daur proses ini terdiri dari: ide/gagasan – > Build Produk -> Measure -> Data -> Learn.***