JAKARTA – Perbaikan proses bisnis yang berkelanjutan atau Continuous Improvement (CI) dipandang penting dimiliki oleh perusahaan-perusahaan dalam rangka menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).

Ekonom Faisal Basri mengatakan Indonesia akan semakin diserbu perusahaan asing terutama setelah semakin terbukanya pasar Indonesia paska MEA. Industri dalam negeri diharapkan tidak kalah bersaing dalam menggarap potensi ekonomi Indonesia.

“Indonesia adalah salah satu tujuan investasi utama di dunia saat ini. Apa kita mau menjadi penonton saja? Manfaat dari ini harus kita maksimalkan,” kata Faisal pada sesi seminar pada Indonesia Operational Excellence Conference & Award 2014 (Opexcon14), Senin, 22 September 2014.

Adhi Siswaja Lukman dari Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) pada kesempatan yang sama mengatakan salah satu kunci untuk memperkuat daya saing adalah dengan mengimplementasikan CI sehingga cost produksi perusahaan lebih bersaing.

Productivity improvement secara terus-menerus menjadi penting bagi kita untuk meningkatkan daya saing kita,” ujar Adhi.

Selain Faisal Basri, hadir pula ketua-ketua asosiasi industri terkait, yakni Ir. Syahrir A.B. Msc. dari Asosiasi Pertambangan Indonesia (IMA-API), Ir. Adhi Siswaja Lukman dari Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), Parulian Simanjuntak dari International Pharmaceuticals Manufacturers Group (IPMG), Ahmad Fauzie Darwis dari Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI).

Pada konferensi untuk para praktisi operational excellence dari seluruh industri nasional yang diselenggarakan di Hotel Pullman Central Park itu, para petinggi asosiasi tersebut menilai operational excellence merupakan hal krusial yang tidak bisa ditawar untuk memperkuat daya saing masing-masing perusahaan.

Dalam talkshow yang menghadirkan Faisal beserta para ketua asosiasi, dibahas pula mengenai masalah peningkatan produktivitas dan efisiensi di berbagai industri Indonesia, termasuk beberapa kebijakan penting yang perlu dipertimbangkan oleh para pelaku industri, seperti infrastruktur dan pola subsidi pada APBN.

Baca juga  Operational Excellence: Lakukan Hal-Hal Biasa Secara Luar Biasa

Menurut Faisal, pemerintah yang baru nanti harus sangat memperhatikan penyaluran anggaran, khususnya subsidi BBM. Agar anggaran pemerintah baru tidak telalu berat, agenda pertama yang dilakukan Jokowi setelah dilantik adalah menaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 3.000 per liter. “Agenda pertama setelah dilantik naikkan Rp 3 ribu,” tuturnya.

Penurunan tersebut membuat pemerintah melakukan impor minyak untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya, sedangkan mayoritas Bahan Bakar Minyak (BBM) masih disubsidi. Hal ini membuat pengeluaran negara lebih besar untuk BBM, subsidi ketimbangan anggaran pendidikan dan pembangunan infrastruktur.

“Produksi turun tapi konsumsi naik. Kita harus impor 741 ribu barel per hari. Lebih besar dari anggaran pendidikan. Subsidi BBM kalah dengan public service,” kata Faisal.***PJ/RW