Inovasi atau mati menjadi slogan yang cukup akrab kita dengar bahkan jauh sebelum pandemi korona terjadi. Pernyataan ini tentu saja memiliki efek yang luar biasa, pasalnya inovasi kini bukan lagi menjadi pilihan tapi keharusan yang harus dilakukan oleh organisasi di sektor manapun jika tidak ingin hanya tinggal nama.
Perusahaan yang tidak berinovasi atau menciptakan suatu value yang baru akan semakin ketinggalan, ini berlaku untuk perusahaan raksasa sekalipun. Tidak percaya? Mari kita tengok ke belakang, sedikit nostalgia dengan cerita Nokia dan Blackberry. Mengapa raja ponsel Nokia dan Blackberry bisa menjadi bangkrut? Keduanya sama-sama menempati daftar perusahaan paling inovatif pada jamannya. Namun dalam perjalanannya mereka kalah bersaing dari perusahaan baru yang lebih inovatif, seperti Apple dengan iPhone dan beberapa pabrikan ponsel asal China dan Korea Selatan yang mengusung android. Singkatnya, ketidakmampuan bersaing atau menghasilkan inovasi yang dibutuhkan pelanggan membuat mereka tersingkir dari pasar dengan sendirinya. Lalu, akankah iPhone atau ponsel berbasis android akan terus memimpin? Kita tidak pernah tahu. Tapi satu yang pasti untuk bertahan, perusahaan harus menjadi lebih inovatif, lebih kreatif, dan mampu menciptakan nilai lebih dibanding kompetitor.
Beberapa tahun lalu, inovasi mungkin menjadi tugas atau pekerjaan yang sulit dilakukan. Tetapi sekarang tidak ada pilihan, Anda dan perusahaan harus berani mengambil risiko dan gagal. Anda dan perusahaan Anda harus mengembangkan ide, produk atau layanan secara konsisten dan cepat.
Alarm Bunyi Segera Tindaklanjuti
Melakukan inovasi sangatlah berbeda dengan melakukan perbaikan proses atau improvement. Hal ini ditekankan oleh Rifki Rizal Derrian, COO SSCX International dalam webinar Design Thinking beberapa waktu yang lalu.
“Kalau dilihat dari data-data, kalau improvement itu kan berangkat dari problem, cacatnya ini ngirimnya telat atau dari proses yang existing apa yang bisa kita improve sehingga muncullah berbagai macam best practice. Itu semua berangkat dari problem, ada problem diperbaiki. Nah, kalau bicara inovasi itu ranahnya sudah berbeda. Bahkan kita sudah antisipasi perkembangan eksternal,” terang Rifki.
Dalam kesempatan webinar tersebut Rifki menjelaskan dengan kasus Blue Bird. Meskipun Blue bird memiliki pelayanan yang prima atau yang terbaik di industrinya, namun bisnis tetap tidak bisa menghindari penurunan. Nah, penurunan inilah yang menjadi alert atau alarm bagi perusahaan taksi ini untuk berinovasi.
“Jadi teman-teman ketika melihat performance bisnis turun, lebih dari tiga titik (tahun) tidak ada perubahan bagi praktisi inovasi ini adalah suatu keterlambatan. Dan berubahnya bukan berubah improvement, berubahnya di level inovasi,” jelasnya.
Menurut Rifki, mungkin saja masalah yang dihadapi perusahaan taksi berlogo burung biru itu bukan hanya karena kemunculan layanan berbasis aplikasi Gojek dan Grab tetapi bisa juga dengan perubahan perilaku masyarakat. Pasalnya, perubahan gaya hidup yang terus berkembang bisa jadi berpengaruh terhadap perilaku penggunaan transportasi dan lainnya.
“Perubahan gaya hidup di Indonesia, tentang penjualan online pertumbuhan belanja online yang sangat tinggi nah ini tentu yang harus diantisipasi juga oleh perusahaan-perusahaan yang bergerak di ekosistem pembayaran,” lanjut Rifki.
Lebih lanjut Rifki menjelaskan bahwa dalam melakukan inovasi selain kemampuan teknis terkait inovasi juga dibutuhkan satu keahlian yang disebut dengan business acumen. “Business acumen (ketajaman bisnis), salah satu hal yang sangat penting untuk mendampingi kemampuan teknis di inovasi. Untuk antisipasi ya, karena kita berinovasi bukan berangkat dari problem tapi perubahan di dunia luar,” jelasnya.
Menciptakan Competitive Advantage melalui Inovasi
Alasan mengapa kita harus terus berinovasi adalah karena dalam bisnis, tidak ada competitive advantage yang bertahan selamanya. Terbukti, akhir-akhir ini bisnis harus memilih satu dari dua pilihan yang ada yaitu inovasi atau mati.
Inovasi merupakan suatu hal yang wajib bagi kelangsungan suatu bisnis. Melalui inovasi, perusahaan akan mampu memecahkan setiap masalah sehingga bisa terus bertumbuh. Jika sebelumnya sulit dilakukan, kini inovasi bisa dilakukan oleh siapa saja dan oleh industri apa saja dengan memanfaatkan metode design thinking. Design thinking adalah metode creative problem solving yang fokus pada empati pelanggan.
Saat ini design thinking sangat penting bagi perusahaan untuk menghadapi tantangan yang semakin kompleks. Metode ini bisa diaplikasikan di semua bidang, karena berfokus pada solusi maka pemecahan masalah pun bisa dilakukan secara inovatif. Kelebihan dari metode ini adalah sifatnya yang human centric, dengan proses yang tidak harus linear, dan juga iteratif. Sudah banyak yang sukses menggunakan metode ini mulai dari IBM hingga Apple, jadi metode ini sudah terbukti jitu menghasilkan inovasi yang juara ya excellent people. Nah, bagi Anda yang ingin segera sukses berinovasi, mari bergabung di pelatihan SSCX Design Thinking, 30 – 31 Agustus 2021. Untuk informasi lebih lanjut dan pendaftaran hubungi tim support SSCX di http://wa.me/628175763021 atau kunjungi www.sscxinternational.com