SIM Elektronik (e-SIM) kembali mendapat sorotan setelah pabrikan teknologi Apple merilis ponsel pintar seri terbarunya, iPhone XS dan XS max, yang menyematkan teknologi e-SIM di 10 negara. Teknologi ini memungkinkann pengguna tidak lagi membutuhkan kartu fisik untuk bisa terhubung ke jaringan.
E-SIM untuk pertama kalinya dikenalkan oleh Samsung pada tahun 2016 lalu melalui Samsung Gear S2 3G. Sejak kehadirannya, e-SIM menjadi kekhawatiran bagi industri operator seluler. Pasalnya, e-SIM akan memudahkan penggunanya berganti-ganti operator untuk mendapatkan penawaran terbaik. Hal ini tentu akan menyulitkan operator untuk memaksa pelanggan menjadi loyal menggunakan data plan miliknya.
Melihat keuntungan yang dibawa e-SIM, kemungkinan pengguna e-SIM akan semakin bertambah. Sehingga, mau tidak mau operator seluler harus bersiap menghadapi tantangan ini. Standar resmi e-SIM sendiri telah disiapkan oleh Global System for Mobile Communications Association (GSMA), asosiasi yang mewadahi kepentingan operator telekomunikasi dunia. Jadi, bisa kita simpulkan jika di masa depan sangat mungkin kartu fisik akan dihilangkan, diganti dengan e-SIM yang lebih menguntungkan dan memudahkan para penggunanya.
Menanggapi hal ini, Ketua Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), Ririek Adriansyah, mengatakan bahwa untuk di Indonesia penerapan kartu e-SIM masih belum dibutuhkan dalam waktu dekat.
Saat ini para pelaku bisnis telekomunikasi di tanah air masih berjuang untuk menghasilkan keuntungan bisnis akibat pergeseran pendapatan dari telepon seluler dan SMS ke penjualan data. Perubahan ini memang cukup menyulitkan melihat penetrasi ponsel pintar sudah mencapai 60 persen dari populasi.
“Untuk e-SIM sampai saat ini belum ada kebutuhan untuk mengimplementasikan hal tersebut di Indonesia,” ujar Ririek dikutip SHIFT dari Bisnis.com (24/09/2019).
Menurutnya saat ini industri telekomunikasi sedang berada dalam tahap recovery agar lebih sehat setelah melewati perang harga. Pemerintah menerapkan kebijakan registrasi kartu SIM prabayar per 1 Mei 2018 lalu. Kebijakan ini berhasil mendorong laba dan jumlah nomor aktif di jaringan operator seluler pada semester I/2018. Hal itu bisa terlihat pada laporan keuangan PT Telekomunikasi Indonesia (Persero), Tbk; PT Indosat Ooredoo, Tbk; dan PT XL Axiata, Tbk.
Dari sisi jumlah nomor aktif di jaringan, Telkomsel, anak usaha Telekomunikasi Indonesia, nomor aktif di jaringan Telkomsel turun 7,7% dari 192,7 juta nomor di semester I/2017 menjadi 177,8 juta pada semester I/2018. Kemudian, nomor aktif di jaringan XL juga turun yakni sebesar 2,94% dari 54,5 juta nomor menjadi 52,9 juta nomor. Adapun, penurunan terdalam diderita Indosat Ooredoo dengan penurunan sebesar 21,64% dari 96,1 juta nomor pada semester I tahun lalu menjadi 75,3 juta nomor pada semester I/2018.
Sementara itu, dari sisi laba, Telkom membukukan penurunan laba sebesar 27%, Indosat 47,5% dan XL menanggung kerugian di semester I/2018.
sumber : Bisnis.com