Beberapa pekan yang lalu masyarakat dihebohkan dengan adanya berita keberadaan tenaga kerja asing di Indonesia yang begitu besar jumlahnya. Hal ini menimbulkan banyak reaksi baik dari pemerintah maupun masyarakat, tidak sedikit masyarakat yang berpendapat bahwa pemerintah telah kebobolan karena tidak mampu mencegah masuknya tenaga kerja asing masuk ke Indonesia. Sejauh ini reaksi yang diberikan oleh masyarakat kurang lebih sebagai bentuk kecemasan mereka akan semakin tingginya persaingan dalam mendapatkan pekerjaan. Sebenarnya bagaimana tenaga kerja asing bisa masuk ke Indonesia?
Untuk menjawab hal tersebut perlu diketahui sejarah Masyarakat Ekonomi Asean atau yang lebih kita kenal dengan MEA. MEA dibentuk dengan tujuan meningkatkan stabilitas ekonomi negara di Kawasan Asia Tenggara serta diharapkan mampu mengatasi masalah di bidang ekonomi antar negara. Pembentukan MEA pun sudah dirancang sejak tahun 1997 oleh para petinggi ASEAN melalui KTT (Konferensi Tingkat Tinggi) ASEAN di Kuala Lumpur. Pada tahun 2003, melalui KTT ASEAN di Bali, MEA dideklarasikan akan dijalankan pada tahun 2020. Namun, di tahun 2007 pada saat KTT di SIngapura disepakati peta kebijakan (roadmap) untuk mencapai MEA oleh para pemimpin ASEAN dan menegaskan komitmen yang kuat untuk mempercepat pembentukan Komunitas ASEAN di tahun 2015
Dengan demikian, di tahun 2016 ini MEA sudah benar-benar berlaku. Dengan kata lain semakin terbukanya aliran bebas tenaga kerja, investasi, modal, barang dan jasa di suatu negara tidak bisa dihindari lagi. Indonesia masih dalam keadaan siap dan tidak siap namun harus menjalankan. Sebagian masyarakat masih belum memahami apa itu MEA sehingga mereka belum sempat mempersiapkan ketrampilan dan daya saingnya untuk menghadapi MEA.
Proses liberalisasi tenaga kerja sebagai dampak dari MEA, sebagai tanda terbukanya kesempatan bagi tenaga kerja terampil yang telah disepakati oleh ASEAN untuk dapat berpindah dari satu negara ASEAN ke negara ASEAN lainnya tanpa mengalami hambatan. Untuk masyarakat yang bekerja informal tidak akan merasakan dampak tersebut namun bagi masyarakat yang bekerja di sektor formal, untuk yang belum siap bersaing menangkap ancaman tersendiri.
[cpm_adm id=”11945″ show_desc=”no” size=”medium” align=”left”]
MEA, menyisakan peluang dan ancaman untuk semua masyarakat. Daya saing masih menjadi nilai utama. Menurut Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dakhiri dikutip dari liputan6.com, Untuk meningkatkan kompetensi dan daya saing TKI saat MEA berlangsung, Kementerian Ketenagakerjaan menerapkan tiga strategi:
1.Percepatan peningkatan kompetensi tenaga kerja. Lembaga pelatihan kerja memegang peran penting untuk mewujudkan kompetensi tenaga kerja
2.Melakukan percepatan sertifikasi kompetensi. Pengakuan kompetensi berupa sertifikat kompetensi merupakan salah satu upaya untuk melindungi tenaga kerja Indonesia.
3.Melakukan pengendalian tenaga kerja asing. Masuknya tenaga kerja dari negara lain yang ingin bekerja di Indonesia, tentu akan mengurangi peluang kerja bagi TKI dalam negeri.
Satu tahun berjalannya MEA, munculnya tenaga kerja terampil asing harusnya menjadi signal tersendiri bagi masyarakat Indonesia untuk berbenah dalam meningkatkan daya saing dan produktivitas. Pemerintah hanya bisa melakukan fungsi kontrol untuk tidak kecolongan dengan masuknya tenaga kerja illegal, namun masuknya tenaga asing tidak bisa dihindari. Setiap masyarakat harus menyadari akan hal tersebut, sejumlah pelatihan dan sertifikasi menjadi sangat perlu. Tanpa adanya perbaikan tersebut kita akan susah bersaing dengan tenaga asing bahkan untuk sekedar menjadi tuan rumah di negeri sendiri.