Aksi protes buruh di Bundaran HI, Jakarta.

Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) telah menampung pengaduan 600 perusahaan yang keberatan dengan kenaikan upah buruh minimum di provinsi-provinsi. 600 perusahaan yang mengajukan protes tersebut memiliki jumlah rata-rata pekerja sebanyak 500.000 orang.

Ketua Umum KADIN, Suryo Bambang Sulistio (11/12) di Jakarta menyatakan bahwa ratusan perusahaan itu berasal dari berbagai latar belakang industri, diantaranya garmen, konfeksi, sepatu, kontraktor tambang, jasa boga, pertanian, industri jamu, makanan dan minuman, percetakan, mebel, jasa sewa, plastik, logam, pengolahan daging, retail, serta perusahaan dagang.

“Mereka tidak keberatan dengan kenaikan UMP, tapi keberatan dengan besaran kenaikannya yang mencapai lebih dari 40%,” katanya. Dengan tingginya kenaikan UMP, biaya tenaga kerja menyentuh titik maksimum dari biaya operasionaldan mengakibatkan perusahaan kehilangan daya kompetitifnya dalam menghadapi persaingan.

Bagi sebagian industri padat modal, kenaikan yang tinggi itu masih dapat ditolerir perusahaan. Lain halnya dengan industri padat karya, kenaikan terasa sangat berat sehingga banyak yang meminta penangguhan. Beberapa dari perusahaan tersebut akan mengajukan kebijakan kenaikan UMP kepada pengadilan tata usaha negara, dan ada juga yang akhirnya mengurangi jumlah karyawan.

“Kalau tidak mampu lagi, pengusaha akan tutup usaha. Kami berusaha sedapat mungkin supaya pengusaha tidak menutup usahanya,” katanya.

Sementara itu, sebaliknya, 13.000 buruh yang tergabung dalam Pekerja Buruh Melawan kembali unjuk rasa di tiga titik di Medan dan Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Dalam unjuk rasa tersebut, 3 buruh harus dilarikan ke RS karena ditikam satpam pabrik di Binjai.

Para buruh dari berbagai serikat pekerja masih menuntut perbaikan kesejahteraan, kenaikan upah, penghapusan tenaga kontrak dan outsource, dan jaminan sosial. Upah buruh di Indonesia merupakan yang terendah di Asia, dengan rata-rata Rp 1,1 juta, jauh dibawah Cina dengan Rp. 2,1 juta, Thailand Rp 2,7 juta, dan Malaysia dengan Rp 4,5 juta.

Baca juga  Inovasi Pertamina Guna Dukung Transisi Energi

Sumber: Kompas.com