Menurut Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita ada sembilan tantangan yang sedang dihadapi pelaku industri manufaktur di tanah air. Tantangan ini harus segera ditangani agar industri Indonesia bisa lebih berdaya saing di kancah global.

Menperin menyebutkan, sembilan tantangan tersebut, yaitu terkait bahan baku dan bahan penolong, infrastruktur, utilitas, ketersediaan tenaga ahli, tekanan produk impor, limbah plastik sebagai limbah B3, kendala sektor industri kecil menengah (IKM), logistik sektor industri, serta mengenai penguatan basis data sektor industri.

“Kami bertekad untuk menjaga industri dapat bahan baku dan bahan penolong, salah satunya adalah pasokan gas,” ujarnya.  Pada Juni 2020, pemerintah merealisasikan penurunan harga gas bumi untuk tujuh sektor industri.

Ketujuh sektor itu, yakni industri pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet. “Terdapat 176 perusahaan dari tujuh sektor yang saat ini mendapat fasilitas penurunan harga gas dengan total volume 957,3 ribu hingga 1,18 juta BBUTD,” ungkap Agus.

Lebih lanjut, dampak positif terhadap fasilitas penurunan harga gas ini, antara lain beberapa perusahaan mulai merencanakan untuk memperbarui teknologi agar dapat memanfaatkan gas bumi dengan lebih efisien. “Kami juta telah menyelesaikan permasalahan di TPPI,” imbuhnya.

Sementara itu, mengenai tantangan infrastruktur dan utilitas, Kemenperin telah mendorong melalui pembangunan kawasan industri. Selama lima tahun terakhir terjadi pertumbuhan, dari 89 kawasan industri pada tahun 2016 menjadi 128 kawasan industri di tahun 2020.

Selanjutnya, terkait penciptaan tenaga ahli sektor industri yang kompeten, Kemenperin menginisiasi programpendidikan dan pelatihan vokasi yang mengusung konsep dual system. Saat ini sudah ada 9 SMK, 10 Politeknik dan 2 Akademi Komunitas dengan 18.743 siswa dan mahasiswa yang ketika lulus telah siap kerja untuk memenuhi kebutuhan industri. Disamping itu, Kemenperin juga melaksanakan program pendidikan setara Diploma 1 yang bekerjasama dengan industri.

Baca juga  OPEXCON, Kompetisi yang Jurinya Selalu Dinanti Peserta

Menperin menyampaikan, mengenai tantangan pada tekanan produk impor, Kemenperin telah memiliki program subtitusi impor 35 persen pada tahun 2022. Jurus ini perlu bersinergi dengan kementerian dan lembaga terkait, seperti Kementerian Perdagangan.

“Kolaborasinya antara lain tentang larangan terbatas untuk beberapa komoditas, pengaturan entry point pelabuhan untuk komoditas tertentu, menaikkan tarif Most Favored Nation (MNF), dan menaikkan implementasi trade remedies,” paparnya.

Dalam upaya mendorong penguatan sektor IKM, Kemenperin akan memperkuat platform digital untuk pelaku IKM melalui program Smart Sentra, Smart Material Center, Smart Packaging Center dan Smart IKM. Manfaat dari program ini adalah dapat menciptakan nilai tambah bagi pelaku IKM dan meningkatkan permintaan terhadap produk IKM.

“Lebih lanjut dalam kaitan dengan permasalahan logistik dan data, kami akan memperkuat SIINas yang saat ini telah memuat 18.522 akun perusahaan industri, 134 akun kawasan industri dan 11.918 akun perusahaan jasa,” ungkapnya.

Tarik investasi baru

Menteri AGK menambahkan, pemerintah fokus untuk terus meningkatkan investasi di tanah air. Sebab, upaya strategis tersebut dapat mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional akibat dari dampak pandemi Covid-19.

“Sesuai arahan Bapak Presiden Joko Widodo, bahwa kunci pertumbuhan ekonomi kita adalah di investasi. Maka itu, Kemenperin aktif berkontribusi dalam menarik investasi baru, khususnya sektor industri,” terangnya.

Kemenperin mencatat,terdapat 81 proyek dengan total nilai investasi sebesar Rp921,84 triliun, yang akan dipacu realisasinya untuk pengembangan proyek hilirisasi dalam kurun waktu tahun 2023-2030. Dari total investasi tersebut, bakal menyerap tenaga kerja sebanyak 125.286 orang.

“Dari investasi ini, tentunya akan menciptakan lapangan kerja yang banyak. Hal ini yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat. Selain itu juga akan mengurangi tingkat pengangguran, baik itu karena pandemi atau angkatan kerja baru,” papar Agus.

Di sektor hilirisasi petrokimia, Kemenperin terus mendorong realisasi investasi pengembangan industri petrokimia PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) di Tuban, yang akan menghasilkan produk olefin dan aromatik.

Baca juga  Golden Visa Indonesia Resmi Diluncurkan, Ini Persyaratannya

Berikutnya, Kemenperin memacu hilirisasi nikel dalam rangka meningkatkan nilai tambah bahan baku nikel dan kobalt yang tersedia di Indonesia. Bahan baku ini dapat digunakan dalam pembuatan baterai kendaraan listrik.

“Saat ini, secara total kita punya 30 smelter yang beroperasi, kemudian yang sedang konstruksi 20 smelter, dan dalam tahap feasibility study sebanyak 9smelter,” sebut Menperin. Smelter ini berperan untukmenguatkan struktur industri dalam negeri agar lebih berdaya saing di kancah global.

“Implikasi dari kebijakan hilirisasi ini,industri logam dasar pada tahun 2020 tumbuh 5,87%, ekspornya pun tumbuh 30%, bahkan mampu menyumbang devisa negara hingga USD22 miliar,” ungkapnya. Saat ini,Indonesia memiliki 30% dari cadangan bijih nikel dunia, sehingga  menjadi jaminan bahan baku untuk investasi di sektor baterai kendaraan listrik, yang pada akhirnya akan menarik investasi di sektor kendaraan listrik.

Beberapa perusahaan yang akan memproduksi bahan baku baterai listrik nikel-kobalt, di antaranya adalah PT QMB (Sulawesi Tengah), PT. Halmahera Persada Lygend (Pulau Obi), PT Weda Bay Nickel (Maluku Utara), dan PT Smelter Nikel Indonesia (Banten).

Sedangkan, untuk hilirisasi minyak sawit, pemerintah telah mendorong program B30 (mencampur 70% BBM diesel dengan 30% FAME/Biodiesel). Upaya simultan pemerintah ini untuk mengurangi impor BBM diesel sekaligus mengendalikan emisi pencemaran udara.

Menperin mengemukakan, realisasi penanaman modal sektor industri di tanah air tumbuh 26 persen, dari tahun 2019 yang mencapai Rp216 triliun menjadi Rp272,9 triliun pada 2020. “Kami memberikan apresiasi kepada pelaku industri atas komitmennya merealisasikan investasinya di Indonesia,” ujarnya.

Sektor industri masih konsisten memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional melalui realisasi penanaman modal. Sepanjang tahun 2020, investasi manufaktur mampu menunjukkan geliat positif, meskipun di tengah terpaan yang cukup berat akibat pandemi Covid-19.

Berdasarkan catatan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), pada Januari-Desember 2020, sektor industri menggelontorkan dananya sebesar Rp272,9 triliun atau menyumbang 33 persen dari total nilai investasi nasional yang mencapai Rp826,3 triliun. Hasilnya, realisasi investasi secara nasional pada tahun lalu melampaui target yang dipatok sebesar Rp817,2 triliun atau menembus 101,1 persen.