BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan) merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Program pemerintah ini sudah lebih dari setengah tahun beroperasi dan akan disusul dengan BPJS Ketenagakerjaan pada Juli 2015.

Dalam waktu enam bulan penyelenggaraannya, BPJS Kesehatan masih perlu banyak perbaikan, mulai dari pendaftaran calon peserta, hingga layanan kepada peserta dan pasien.

Kantor-kantor BPJS sejak beroperasi, setiap harinya selalu dipadati oleh calon peserta yang ingin mendaftar. Kepadatan antrean terlihat setiap hari, bahkan hingga ke luar kantor BPJS Kesehatan.

Bahkan, karena adanya batasan nomor antrean dan waktu operasional, tak jarang calon peserta yang ingin mendaftar harus pulang lagi ke rumahnya dengan tangan hampa. Akibatnya, ada calon peserta yang akhirnya baru berhasil mendaftar setelah tiga kali datang ke kantor BPJS Kesehatan.

Karena antrean, pendaftaran BPJS jadi lahan makelar

Pendaftaran peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui BPJS Kesehatan ternyata masih menjadi persoalan.

Kurangnya kantor BPJS Kesehatan di daerah tidak sebanding dengan animo masyarakat yang ingin mendaftar. Kondisi ini kemudian melahirkan praktik makelar. Mereka memanfaatkan peluang demi untuk meraup rupiah sebanyak-banyaknya.

Seperti kejadian yang terjadi di  Kantor BPJS Kabupaten Semarang, di Jalan Moh Yamin, Ungaran.

“Saya mendingan pakai makelar daripada lama menunggu. Saya kan harus kerja juga. Soalnya sudah dua kali ke sini tidak kumanan (kebagian) nomer. Lewat mekelar, biayanya Rp 50 ribu setelah saya tawar,” kata Rahardiyono, warga Kelurahan Wujil, seperti dikutip Kompas.com.

Namun, menurut Koordinator advokasi BPJS Watch Timboel Siregar, para makelar ini tidak dapat disalahkan, lantaran memang adanya peluang yang dapat dimanfaatkan. Peluang itu tercipta dari banyaknya keluhan masyarakat untuk mendaftar sebagai peserta mandiri BPJS Kesehatan. Mulai dari lokasi yang terlalu jauh dari pemukiman, antrean panjang karena proses yang cukup lama hingga sering habisnya formulir.

“Kalaupun ada melalui online, masih banyak masyarakat yang tidak tahu cara mendaftar secara online, ujar Timboel seperti dikutip jpnn.com.

Baca juga  Siklus Lima Langkah untuk Transformasi Perusahaan

Selain kerap “offline” bank juga memiliki mekanisme yang berbeda-beda

Masalah antrian yang terlalu panjang dan pembatasan waktu operasional pendaftaran, menimbulkan permasalahan lain. Pendaftar BPJS Kesehatan lainnya mengeluhkan perbankan yang kerap “offline”, padahal pembayaran harus dilakukan di bank.

Seperti yang diungkapkan salah satu pendaftar lain BPJS Kesehatan, Susan Susanto. Ia mengatakan bahwa bank ternyata juga kerap kali offline. “Bank sering offline. Cara menyiasatinya ya harus bayar melalui ATM. Tapi kan tidak semua orang memiliki ATM,” kata Susa, seperti dikutip dari Antaranews.com.

Selain itu, Susan yang sudah tiga kali mendaftarkan beberapa anggota keluarganya ke Kantor BPJS Kesehatan mengatakan perbankan juga terlihat memiliki mekanisme yang berbeda-beda.

Susan menuturkan saat pertama kali mendaftarkan keluarga intinya dan membayar secara “online” ke bank, dia tidak dikenai biaya sama sekali.

Namun, dia mendapat informasi kalau di bank lain, pendaftar yang bukan nasabah bank tersebut dikenai biaya Rp 10.000.

Sehingga, ia mempertanyakan mengapa ada perlakuan yang berbeda antara bank satu dengan lainnya. Padahal, seluruh pembayaran pendaftaran BPJS harus melalui bank yang sudah ditunjuk, yaitu BRI, Mandiri dan BNI.

Solusi Pemerintah untuk Pangkas Antrian RS 

Pada Juni 2014, BPJS Kesehatan meluncurkan eligibilitas peserta mandiri (SEP) untuk memudahkan peserta memperoleh pelayanan kesehatan. SEP diharapkan dapat memangkas antrian peserta BPJS Kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat lanjut seperti rumah sakit.

Sebelumnya, pendaftaran sendiri (self check-in) dilakukan secara manual oleh peserta, yang membuat peserta harus antri di loket BPJS Kesehatan.

Menurut Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachri Idris, menjelaskan bahwa selama ini proses antrian dalam mendaftar BPJS Kesehatan harus melewati empat tahap dan total waktu yang dibutuhkan dari empat tahap itu mencapai delapan jam.

Sehingga menurut Fachri salah satu solusi yang dapat digunakan untuk memangkas antrian yaitu lewat pengembangan informasi dan teknologi (IT). SEP salah satu hasilnya. Dengan mendaftar mandiri di mesin SEP di RS, peserta tidak perlu antri di kantor BPJS Kesehatan yang ada di RS. Lama antrian bisa dipangkas dua jam.

Baca juga  Koin Jagat, Inovasi Gamifikasi yang Viral di Era Digital

Kartu BPJS Kesehatan akan diganti Fingerprint

Dua bulan dari diluncurkannya SEP, tepatnya pada Agustus 2014, Kementerian dan lembaga terkait Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah menyetujui wacana penggantian kartu BPJS dengan e-KTP atau fingerprint. Selain bisa mengurangi lamanya waktu antrian, cara ini dianggap efektif untuk menghindari penyalahgunaan kartu BPJS.

“Saya setuju, bukan hanya e-KTP, tapi juga fingerprint. Jadi, tidak bisa lagi mengaku Anda sebagai saya atau sebaliknya untuk bisa mendapatkan pengobatan gratis. Kalau sekarang kan masih ada yang nakal, tapi kalau pakai fingerprint tidak bisa lagi disalahgunakan,” kata Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi di Kantor Kemkes di Jakarta, seperti dikutip beritasatu.com.

Bahkan menurut Nafsiah, penggantian tersebut juga bisa menghemat anggaran yang cukup besar. “Biaya cetak kartu BPJS itu mahal, bisa sampai miliaran,” kata dia.

Begitupun yang dikatakan Menkokesra Agung Laksono, menurutnya dengan menggunakan fingerprint, lamanya antrian yang selama ini dikeluhkan oleh peserta BPJS Kesehatan saat berobat ke puskesmas atau rumah sakit bisa teratasi.

“Proses menunjukkan kartu dan melakukan pengecekan itu butuh waktu lama. Dengan fingerprint, tentunya akan lebih mudah dan cepat. Di Kementerian Dalam Negeri alatnya juga sudah ada, tinggal keikhlasannya saja untuk dipakai di daerah-daerah,” kata Agung Laksono.

Suara Masyarakat

“Cara yang paling mudah untuk mendaftar melalui online. Setelah mendaftar online nanti mendapat virtual account untuk membayar di bank. Kalau saya biasanya mendaftar online di bank sekalian supaya dibantu dan tidak salah,” – Susan Susanto.

Begitupun yang diungkapkan pendaftar BPJS Kesehatan lain, Saut Gemaya yang sudah tiga kali datang ke kantor BPJS Kesehatan Cabang Jakarta Barat. Pegawai sebuah bank BUMN itu berharap sistem antrean pendaftaran bisa seperti antrean di perbankan.

“Begitu datang langsung pencet tombol dan keluar nomor antrean. Kalau begitu kan lebih mudah daripada saat ini,” katanya.

Baca juga  Pendapatan Negara 2024 Mencapai Rp2.842,5 Triliun, Berikut Rinciannya

Masih menurut Saut, jadi pendaftar yang sudah bayar ke bank, begitu hadir di kantor BPJS Kesehatan, harus mengisi daftar hadir itu. Begitu pukul 08.00, atau mulai waktu operasional kantor, ada petugas yang akan membagikan nomor antrean sesuai urutan dalam daftar hadir tersebut.***

***

Masalah antrian memang menjadi problema yang sering muncul saat program baru diluncurkan, khususnya yang terjadi di sektor pelayanan (jasa). Baik sistem antrian manual maupun sistem antrian terkomputerisasi memiliki keunggulan satu sama lain. Tidak selamanya sistem antrian yang terkomputerisasi selalu lebih unggul dibandingkan sistem manual. Penerapan sistem yang tepat dengan kondisi yang ada pada area pelayanan akan sangat menentukan efektif atau tidaknya suatu proses sistem pelayanan antrian. Tinggal bagaimana kita mengimplementasikannya agar proses pelayanan dapat berjalan dengan efektif dan efisien.

Sekarang, bagaimana dengan anda, solusi apa yang bisa anda sampaikan untuk memangkas antrian dalam implementasi BPJS?

Sampaikan solusi anda terkait antrean di kantor BPJS dengan mengirimkan email ke wulan@shiftindonesia.com dengan subjek SOLUSI BPJS.

Dua orang dengan solusi terbaik, akan mendapatkan hadiah menarik dari redaksi shiftindonesia.com.

Ayo, sampaikan solusi anda sekarang juga!

UPDATE:

Tanggapan terbaik dari Irvan Fardani dari Act Foundation:

“Dengan mengandalkan eKTP di setiap kantor BPJS. Dan memprioritaskan antrian seperti di BANK. Dengan klasifikasi Umur (klo d bank kan nominal). Dan untuk print kartu sebenarnya jalur yg dilalui cukup menyita waktu, harus mengunjungi dua meja dengan waktu antri yg panjang. Sebenarnya bisa meniru PT.KAI dalam urusan print tiket.

Pola percaloan bisa saja dihindari, jika pendaftaran dilakukan online ataupun offline di tiap2 kecamatan bahkan kelurahan. Toh inputnya via web based ini. jangkauan telepon seluler untuk internet saya rasa bisa diandalkan untuk hanya upload secara bulk via kecamatan / kelurahan.”

Terima kasih untuk Saudara Irvan yang akan mendapatkan hadiah eksklusif dari Majalah Shift!