Ada ungkapan bijak yang mengatakan bahwa untuk mengajari seseorang mengenai sesuatu, kita tidak perlu banyak memberikan nasihat. Yang perlu dilakukan adalah memberi contoh sebaik mungkin. “It is not what we say, but what we do”.

Pemimpin yang mendidik timnya dengan memberi contoh memiliki potensi besar untuk berhasil, karena memimpin dengan teladan adalah sebuah metode yang telah terbukti sangat powerful untuk memastikan kesuksesan tim. Prinsip ini berlaku kapanpun dimanapun, baik di kehidupan ataupun dalam setiap inisiatif perbaikan seperti Lean Six Sigma di perusahaan.

Mengapa Harus Memberi Teladan?

Memimpin dengan teladan akan menyingkirkan segala keraguan dalam benak setiap inidividu dalam tim, membangun kepercayaan, dan menguatkan pesan yang ingin kita sampaikan kepada mereka. Tim kita akan lebih mudah memahami apa yang menjadi tujuan besar, dan kemungkinan besar merekapun akan terinspirasi dengan semangat yang ditunjukkan oleh pimpinannya. Kita sebagai pimpinan-pun akan mendapatkan banyak manfaat, yaitu mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam akan metode dan implementasi metode yang sedang kita jalani. Secara keseluruhan, baik tim maupun pimpinan akan memahami hal-hal yang sangat penting yang menjadi bagian dari rencana besar.

Dapatkah Anda menebak, siapa yang ada dalam foto diatas? Ia adalah seorang presiden dari perusahaan Jepang yang sedang berpartisipasi dalam aktifitas 5S di salah satu pabriknya. Setiap pagi, semua orang dalam tim manajemen bekerjasama untuk membersihkan dan mengatur kerapian pabrik. Pekerjaan yang dilakukan, mulai dari menyikat lantai, memangkas semak, hingga membersihkan kamar mandi, tidak ada pekerjaan yang dilupakan.

5-S, Aktifitas Lean dan Memimpin dengan Teladan

Pesan apakah yang presiden tersebut coba sampaikan kepada karyawannya? Apakah Anda harus menjadi seorang presiden untuk mempraktekkan metode memimpin dengan teladan? Jawabannya tidak. Setiap hari, jika kita jeli, kita akan menemukan banyak kesempatan untuk mempraktekkan memimpin dengan teladan. Pilihannya ada di tangan kita sendiri, apakah akan memanfaatkan kesempatan tersebut atau membiarkannya berlalu begitu saja.

Baca juga  Pentingnya Assessment Sebelum Implementasi Project

Apakah kita mengajarkan tentang 5S sementara meja kerja kita sendiri berantakan dan penuh dengan tumpukan kertas tak terpakai?

Apakah kita mengajarkan tentang metode continuous improvement sementara kita enggan mengubah cara kita menyelesaikan pekerjaan?

Apakah kita mengajarkan tentang standard work sementara kita menghindari untuk menggunakan standard work dalam tugas sehari-hari kita?

Apakah kita mengajarkan tentang eliminasi waste, sementara kita enggan menyingkirkan dokumen-dokumen tercetak walaupun kita dapat mengaksesnya dalam bentuk digital?

Apakah kita mengajarkan tentang lingkungan kerja yang bebas dari kecenderungan menyalahkan orang lain, sementara jika ada kesalahan yang terjadi, kata-kata pertama yang keluar dari mulut kita adalah, “Apakah kamu sudah memberikan instruksi yang jelas?”

Apakah kita mengajarkan tentang “membuat semua masalah terlihat jelas” tapi nyatanya kita menutupi permasalahan dari pihak-pihak tertentu?

Apakah kita hanya bisa bicara mengenai filosofi Lean, ataukah kita mempraktekkan filosofi Lean? Can we practice what we preach?***

Adaptasi dari artikel oleh Mike Wroblewski, reliableplan.com