Banyak organisasi tampak aktif dalam perbaikan.
Ada tim khusus, ada dashboard, ada checklist aksi.
Namun ketika diamati lebih dalam, masalah yang sama terus muncul.
Hanya beda gejala, tapi akar yang sama.

Ini yang sering terjadi:
perbaikannya cepat, tapi dangkal.
Karena fokusnya bukan menyelesaikan masalah,
melainkan menyelesaikan keluhan.

Gejala vs Akar

Contoh umum di lapangan:

  • Komplain pelanggan → ditambah pengecekan
  • Keterlambatan kirim → diminta kerja lembur
  • Human error → diberi training ulang

Semua tindakan ini kelihatan sibuk, tapi tidak menyentuh struktur sistem yang menyebabkan masalah muncul.

Masalahnya selesai sementara. Tapi akan kembali.

Kenapa Ini Terjadi ?

  1. Tekanan cepat-cepat “tindak lanjut”
    Semakin cepat laporan diselesaikan, semakin dianggap responsif—meskipun akar masalah belum dipahami.
  2. Kurangnya analisis sebab-akibat
    Investigasi berhenti di level gejala. Tidak cukup waktu, tidak cukup data, tidak cukup dorongan untuk bertanya “mengapa”.
  3. Tidak ada sistem pembelajaran masalah
    Organisasi menyimpan daftar masalah, tapi tidak menyimpan pembelajaran. Tidak ada review akar. Tidak ada standarisasi solusi.

Apa yang Harus Diubah

  • Gunakan pendekatan problem solving yang terstruktur.
    Contoh: 5 Why, Fishbone, A3, dan lain-lain.
  • Ukur kualitas solusi: apakah mencegah masalah terulang?
    Bukan hanya seberapa cepat masalah ditutup.
  • Libatkan orang yang langsung terlibat di proses, bukan hanya tim analis.

Perbaikan sejati bukan soal cepat bereaksi,
tapi soal berani menyentuh akar.

Kalau masalah yang sama terus muncul,
bukan sistemnya yang diperbaiki—hanya permukaannya.

Artikel ini merupakan pengembangan dari e-book “Belajar Lean” karya Riyantono Anwar (2015)

Baca juga  Kenapa Akar Masalah Selalu Sama Tapi Nggak Kelar?