Pentingnya pemahaman akan konsumen untuk membuat putusan strategis merupakan salah satu prinsip kunci Toyota Production System. Di Toyota istilahnya adalah genchi gembutsu, salah satu frasa terpenting dalam kosakata produksi ramping yang kurang lebih berarti “sana lihat sendiri”. Dengan kata lain, untuk membuat putusan bisnis, kita mesti
mempunyai pengetahuan yang dikumpulkan dari pengalaman sendiri. Jeffrey Liker, yang
telah mendokumentasikan Toyota Way secara ekstensif, menjelaskannya sebagai berikut:

“Dalam wawancara-wawancara saya di Toyota ketika saya menanyakan apa perbedaan Toyota Way dengan pendekatan manajemen lain, jawaban pertama yang paling lazim adalah genchi gembutsu -entah saya berada di divisi manufaktur, pengembangan produk, penjualan, distribusi atau humas. Kecuali adan sudah melihat sendiri, belum tentu anda benar benar memahami suatu persoalan bisnis. anda tidak boleh percaya begitusaja pada pendapat umum atau laporan orang lain.”

Sebagai demonstrasi mari kita lihat pengembangan minivan toyota Sienna model 2004. Di Toyota manajer yang bertanggungjawab atas desandan pengembangan model baru disebut insinyur kepala pemimpin lintas fungsi yang mengawasi sleuruh proses dari konsepsi hingga desain. Penanggungjawab Sienna 2004 adalah Yuji Yokoya, yang memiliki sangat sedikit pengalaman di Amerika Utara, pasar utama Sienna. Untuk mencari tahu cara membuat minivan yang lebih unggul Yokoya menjalani misi mencengangkan: perjalanan bermobil melintasi lima puluh negara bagian AS, tiga belas provinsi dan wilayah federal Kanada, serta seluruh daerah Meksiko. Dia membukukan total perjalanan bermobil lebih dari 85.000 kilometer. Di Kota-kota besar dan kecil, Yokoya menyewa Sienna model teranyar dan menyetirnya, juga mengamati dan berbincang dengan konsumen sungguhan. Berdasarkan pegamatan langsung tersebut, Yokoya bisa memlai menguji asumsi-asumsi kritis mengenai apa saja yang diinginkan konsumen Amerika Utara dari sebuah minivan.

Baca juga  Actions speak louder than words, ubah idemu jadi aksi nyata

Menurut pandangan umum, menjual kepada konsumen perorangan lebih mudah daripada menjual kepada perusahaan karena tingkat keruwetannya jauh lebih rendah. Misalnya saja, kita tidak perlu berhadap-hadapan dengan sekian banyak departemen dan orang yang memainkan beragam peran dalam proses pembelian. Berdasarkan temuan Yokoya, asumsi semacam ini ternyata keliru. “Minivan barangkali adalah milik orangtua, kakek, atau nenek. Namun anak-anaklah yang menguasainya. Anak-anaklah yang menempati dua per tiga bagian belakang kendaraan itu. Anakanak pulalah yang paling kritis dan paling mengapresiasi lingkungan mereka. Pelajaran yang saya petik dari perjalanan saya adalah, Sienna baru mesti
mempunyai daya tarik bagi anak-anak.”

Pengembangan mobil lantas turut dipandu oleh asumsi-asumsi yang telah diidentifikasi dan dicek keabsahaannya. Sebagai contoh, Yokoya menghabiskan sejumlah besar anggaran pengembangan Sienna lebih besar daripada lazimnya, untuk menciptakan fitur-fitur pemberi kenyamanan internal, yang sangat penting untuk perjalanan keluarga jarak jauh.

Hasilnya mengesankan, mendongkrak pangsa pasar Sienna secara drastis. Angka penjualan model 2004 lebih tinggi 60 persen daripada angka penjualan pada 2003. Tentu saja, produk seperti Sienna adalah contoh klasik inovasi penyokong, keahlian perusahaan perusahaan mapan terbaik macam Toyota. Entrepreneur menghadapi jenis tantangan yang lain karena mereka beroperasi di tengah ketidakpastian yang lebih besar. Sementara perusahaan- perusahaan yang menggarap inovasi penyokong sudah cukup banak tahu tentang siapa dan dimana konsumen mereka sehingga tinggal menggunakan prinsip genchi gembutsu untuk mencari tahu keinginan konsumen, interaksi awal startup dengan calon konsumen semata- mata mengungkapkan asumsi-asumsi mana yang paling membutuhkan uji segera. [Dikutip dari Buku “The Lean Strartup”, Eric Ries 2015]