Selama beberapa tahun terakhir ini, ketidakpastian terus menghantui ekonomi dunia secara global. Laporan World Economic Forum (WEF) yang diterbitkan pada bulan April 2025, memprediksi pertumbuhan ekonomi dunia hanya 2,8%. Ini menurun dari prediksi sebelumnya. Negara maju seperti AS, Eropa, dan Tiongkok mengalami kelesuan akibat kebijakan moneter yang ketat, konflik geopolitik, dan gangguan rantai pasok yang belum pulih sepenuhnya.

Rentetan masalah tersebut menciptakan sebuah potensi inflasi yang menghantui berbagai negara berkembang, termasuk Indonesia. Meskipun inflasi global memang diperkirakan turun ke 3,5%, risiko ketidakpastian ekonomi tetap tinggi. Pemerintah Indonesia telah secara resmi menargetkan tingkat inflasi sebesar 2,5% dengan deviasi ±1% yang berati, rentang 1,5% hingga 3,5% untuk tahun 2025. Target ini merupakan hasil kesepakatan antara pemerintah dan Bank Indonesia dalam High Level Meeting Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) pada Januari 2025, dan juga akan menjadi acuan untuk periode 2025-2027.

Menyikapi hal itu, sudah saatnya bagi setiap orang untuk memiliki persiapan finansial agar tetap merasa aman dan mampu menghadapi berbagai perubahan yang mungkin terjadi.

Memahami Inflasi dan Sejarah Inflasi di Indonesia

Inflasi merujuk pada situasi di mana terjadi peningkatan harga secara umum dan berkesinambungan selama periode tertentu. Akan tetapi, jika hanya terjadi kenaikan harga pada satu atau dua barang saja tanpa melibatkan barang atau jasa lainnya, hal itu tidak dapat dianggap sebagai inflasi. Inflasi pada dasarnya memiliki dampak pada menurunnya nilai mata uang secara terus-menerus yang mengakibatkan daya beli masyarakat ikut turun.

Indonesia pernah mengalami inflasi ekstrem, salah satunya pada tahun 1965 ketika inflasi melonjak lebih dari 600%. Krisis ini dipicu oleh berbagai faktor, seperti beredarnya tiga jenis mata uang yang tak terkendali dan defisit anggaran negara. Akibatnya, harga kebutuhan pokok melambung tinggi, daya beli masyarakat runtuh, dan perekonomian nasional terjerumus dalam krisis yang parah. 

Baca juga  #KaburAjaDulu: Apa yang Bisa Kita Perbaiki dari Sistem Kerja di Indonesia?

Kenaikan inflasi memberi dampak nyata pada kehidupan sehari-hari, seperti melambungnya harga kebutuhan pokok, turunnya daya beli masyarakat, serta perubahan pola konsumsi di mana masyarakat menjadi lebih selektif dalam membelanjakan uangnya. Kondisi ini juga berisiko memperlebar kesenjangan sosial, terutama bagi kelompok berpendapatan rendah. 

Saran Keuangan untuk Menghadapi Inflasi:

  • Menabung dan Siapkan Dana Darurat

Dana darurat sangat penting untuk menghadapi situasi tak terduga, termasuk inflasi. Sisihkanlah 10-15% pendapatan tiap bulan di rekening terpisah yang mudah diakses seperti tabungan atau deposito jangka pendek. Memulainya dari nominal kecil bukan masalah, karena hal yang terpenting adalah konsistensi.

  • Berinvestasi
    Investasi adalah kunci. Jangan hanya mengandalkan satu instrumen. Investasi di saham, reksa dana saham, properti, atau emas bisa menjadi pelindung nilai saat inflasi. Aset riil seperti properti dan komoditas juga dapat menjadi opsi, mengingat aset ini seringkali naik nilainya seiring inflasi.
  • Manajemen Utang

Kelola utang secara bijak. Dahulukan pelunasan utang berbunga tinggi dan hindari menambah utang hanya untuk kebutuhan tidak begitu penting. Buat rencana pelunasan yang jelas agar arus kas tetap sehat, terutama saat kondisi ekonomi sedang tidak menentu.

  • Monitoring Pendapatan dan Pengeluaran

Mencatat setiap pemasukan dan pengeluaran dapat membantu Anda lebih sadar akan kondisi keuangan. Dari sini, Anda dapat melihat pengeluaran mana yang perlu dikurangi atau dihindari. Fokuslah pada kebutuhan utama dan hindari belanja impulsif agar keuangan tetap terkendali.

  • Tingkatkan Literasi Keuangan

Pelajari berbagai instrumen keuangan dan strategi investasi. Pemahaman yang baik akan membantu Anda mengambil keputusan yang tepat dalam mengelola keuangan pribadi.

  •  Evaluasi dan Sesuaikan Gaya Hidup

Sesuaikan gaya hidup dengan kondisi ekonomi. Prioritaskan kebutuhan pokok, kurangi pengeluaran untuk barang non-esensial, dan cari alternatif yang lebih hemat tanpa mengorbankan kualitas hidup.