Menghadapi persaingan global yang terasa makin sengit, salah satu Boutique Consulting Firm di Indonesia Fortia Strategic Partner belum lama ini menyelenggarakan Fortia Executive Meeting 2016. Acara yang berlangsung pada Rabu (17/03/2016) ini dihadiri oleh para business owner dan Board of Director dari berbagai perusahaan di Indonesia. “Setting Foundation to Win the New Global Competitive Landscape” dipilih sebagai tema diskusi dalam acara tersebut. Mengapa Fortia mengangkat tema kompetisi global, apa yang harus dicermati para pemimpin perusahaan di Indonesia dalam menghadapi kompetisi global dan perubahan apa saja yang sedang terjadi dalam tren kompetisi global saat ini?

Berikut insight menarik yang diberikan Fortia khusus untuk para pembaca Shift. Simak wawancaranya:

Tema kompetisi global dipilih oleh Fortia Strategic Partner sebagai tema Executive Meeting yang dihadiri oleh business owners dan Board of Directors perusahaan-perusahaan di Indonesia. Mengapa tema ini dianggap relevan bagi para leaders yang datang?

Clientele Fortia terdiri dari perusahaan keluarga, BUMN maupun MNC yang rata-rata memiliki target pertumbuhan tinggi di pasar Indonesia. Salah satu tantangan yang dihadapi para business owners dan BOD dalam mencapai target pertumbuhan tersebut adalah makin ketatnya persaingan untuk merebut pangsa pasar, khususnya pada era globalisasi dan informasi dimana intangible assets menjadi kunci utama. Fortia ingin memfasilitasi diskusi untuk Indonesian leaders agar dapat meningkatkan competitiveness perusahaan menghadapi ‘the new normal’ persaingan global.

Apa saja yang mempengaruhi ‘the new normal’ persaingan global? Faktor apa yang perlu diketahui oleh leaders lain yang kebetulan tidak menghadiri executive meeting ini? 

Pada era globalisasi dan informasi, khususnya dengan pasar Indonesia yang sangat menarik bagi pelaku industri, perusahaan tidak cukup hanya memperhatikan pesaing lokal. Peta persaingan global juga perlu menjadi perhatian karena pelaku pasar global ini mengincar konsumen yang sama. Someone, somewhere, is making a product that will make your product obsolete. Pertanyaannya, apakah perusahaan Indonesia siap untuk terus berinovasi dan mempersiapkan key platform untuk melindungi pangsa pasarnya?

Secara umum ada tiga kelompok pesaing utama dalam dinamika persaingan global. Yang pertama adalah perusahaan multinasional dari negara berkembang, biasanya adalah market leader di masing-masing industri. Perusahaan seperti Walmart, ExxonMobil atau GE memiliki pendapatan yang melebihi GDP negara kecil. Kelompok pertama ini tidak diragukan lagi memiliki skala, cakupan global dan sumber daya yang besar untuk berkompetisi. Mereka dapat merekrut manajemen terbaik dan berinvestasi dalam jumlah besar. Pasar negara berkembang adalah sasaran empuk untuk memastikan future growth.

Kelompok kedua adalah emerging market giants, atau perusahaan dari negara berkembang yang selama 10-20 tahun terakhir telah menikmati momentum pertumbuhan yang tinggi dari home market nya. Perlahan tapi pasti, perusahaan-perusahaan seperti Cina (Huawei, Sinopec, Haier), India (Tata Group, Aditya Birla Group) maupun negara berkembang lain telah meningkatkan kontribusinya terhadap perekonomian global. Kontribusi emerging market giants pada tahun 1990 hanya 21% dari total pendapatan perusahaan global, namun pada tahun 2013 meningkat menjadi 41%. Dengan portofolio klien yang 70%-80% terdiri dari perusahaan keluarga, Fortia cukup paham dengan kelompok kedua ini yang memiliki long term investment horizon dan model bisnis yang agile dan agresif.

Baca juga  Mengapa "Resep Sukses" Saja Tidak Cukup untuk Membawa Perubahan

Kelompok ketiga adalah yang paling mengejutkan, intruders from next door. Perusahaan-perusahaan ini memanfaatkan teknologi dan model bisnis out-of-the-box, mewakili generasi baru pelaku industri. Bayangkan perusahaan taksi terbesar di dunia dengan kapitalisasi pasar $ 62.5 Milyar, namun tidak memiliki kendaran. Contoh lain adalah penyedia akomodasi terbesar di dunia bernilai $ 25.5 Milyar; tidak seperti Hilton atau Marriot yang memiliki real estate paling strategis di dunia, mereka tidak memiliki aset properti berharga mahal. Dua contoh tadi adalah Uber dan Airbnb. Kelompok ini diuntungkan dengan platform digital berbasis inovasi dan struktur kepemilikan yang light capital.

Jadi apa yang perlu dilakukan oleh perusahaan untuk menghadapi peta persaingan global yang semakin ketat ini?

Ada dua sumber daya utama yang diangkat di executive meeting ini, yaitu people dan financing. Dengan persaingan yang makin ketat, perusahaan tidak dapat mengandalkan cara-cara tradisional dalam mengelola talent dan mendapatkan financing atau capital. Ibarat peperangan, strategi perang yang digunakan harus disesuaikan dengan industri, kompetisi dan kondisi internal perusahaan. Strategi talent dan financing bukan merupakan one size fits all. Perusahaan yang memenangkan kompetisi global selalu berinovasi untuk menjadi yang terdepan dalam pengelolaan talent dan financing.

Mengapa tema ‘building talent machine’ menjadi penting untuk perusahaan? Bukankah perusahaan besar biasanya tidak kesulitan menarik talent?

Selama tiga tahun terakhir survey CEO global mengindikasikan bahwa human capital adalah tantangan yang paling penting, bahkan lebih penting daripada inovasi dan customer relationship. Pengalaman sebagai advisor berbagai perusahaan di Indonesia juga menunjukkan trend yang sama. Perusahaan berskala besar memang memiliki daya tarik dalam merekrut talent, namun kriteria employer saat ini lebih dari sekedar pendapatan atau stabilitas, the new generation of talents require vibrant workplace, constant development, rigorous challenge and result driven incentives.

Karena itu strategi human capital yang komprehensif dapat memperkuat positioning strategis perusahaan. Fortia mengidentifikasi enam disiplin agar human capital dapat menjadi competitive advantage untuk berkompetisi. Dimulai dengan investasi pada key capabilities, mempersiapkan struktur organisasi yang agile, melengkapi kebijakan dan sistem organisasi, memastikan pipeline next leaders, menjalankan performance management system, sampai mempersiapkan kapasitas dan kapabilitas tim Human Resources.

Baca juga  Be Part of the 13th National Project Competition & Conference

Kapabilitas tim HR seperti apa yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk menghasilkan organisasi berkinerja tinggi?

Dengan tantangan talent yang semakin tinggi, HR perlu bertransformasi menjadi strategic partner bagi CEO. Sebagai perbandingan, di tahun 1970-an, Head of Finance biasanya mengurus pekerjaan back office dan administratif seperti pencataan dan pelaporan keuangan serta administrasi perpajakan. Dengan berkembangnya capital market dan strategi pertumbuhan inorganik, Head of Finance bertransformasi menjadi Chief Financial Officer (CFO). CFO zaman sekarang tidak hanya berkutat dengan finance, accounting dan tax, namun juga berkontribusi dalam keputusan strategis perusahaan seperti capital structure, M&A maupun corporate actions lain. CFO bahkan sekarang lazim dipertimbangkan menjadi successor CEO.

Peran Head of HR juga perlu bertransformasi menjadi Chief Human Resources Officer (CHRO) sehingga setiap keputusan strategis perusahaan mempertimbangkan perspektif human capital. Contoh CHRO yang berhasil menjalankan peran ini adalah Bill Conaty dari General Electric yang menjadi orang kedua Jack Welch selama belasan tahun. Conaty memiliki latar belakang bisnis yang solid dan passion terhadap talent. Conaty secara detail memonitor top 100 talent di GE untuk mengisi posisi-posisi kunci. GE sendiri dikenal sebagai CEO machine karena sistem dan disiplin human capital yang telah mengakar sejak awal tahun 1900-an.

Fortia juga menghadirkan Bapak Omar S. Anwar sebagai Executive Chairman Nomura untuk berbicara mengenai creative financing dan corporate actions. Mengapa hal ini dianggap penting untuk memenangkan kompetisi global?

Di era informasi, kecepatan menjadi hal kunci. Perusahaan harus segera memanfaatkan momentum pertumbuhan yang ada, dan biasanya cash flow internal tidak cukup untuk tumbuh secara agresif. Karena itu dibutuhkan external financing dan corporate actions. Pak Omar sebagai praktisi capital market dengan pengalaman perbankan dan riil sector berbagi best practices dalam financing dan corporate actions, termasuk kesuksesan strategic partnership AXA Mandiri serta pengalaman membantu berbagai perusahaan Indonesia melakukan JV, M&A maupun IPO.

Baca juga  KAI Berkomitmen untuk Capai Zero Net Emission

Apa yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan external financing?

Dua hal yang perlu dipertimbangkan adalah strategic & financial rationale dan best sources of funds. Strategic & financial rationale mencakup penggunaan dana, baik untuk investasi bersifat organik, akuisisi perusahaan ataupun corporate actions lain. Bagaimana alignment dengan arah strategis perusahaan? Apakah dana digunakan untuk investasi core business atau new venture? Berapa return yang diharapkan dan apa mitigasi resiko untuk memastikan hurdle rate tercapai? Hal-hal ini yang biasa Fortia diskusikan dengan klien untuk keputusan go or no-go dalam capital raising.

Di sisi lain, pemetaan source of funds juga penting. Perusahaan perlu melakukan pemetaan strategic investor maupun financial investor yang tepat untuk pertumbuhan. Tipe financing nya sendiri dapat berupa debt, equity, maupun berbagai macam struktur mezzanine. Tidak kalah penting adalah deal structure yang menguntungkan kedua belah pihak. Skema pendanaan dapat make or break sebuah proyek investasi.

Ada pesan lain untuk Indonesian business leaders?

Indonesia adalah lucrative dan high growth consumer market. Kompetisi untuk merebut pasar Indonesia akan semakin dinamis, khususnya dengan talent gap dan capital scarcity. Momentum pertumbuhan ini dapat dimanfaatkan oleh perusahaan yang siap untuk berkompetisi secara global melalui strategi human capital dan external financing yang terintegrasi.***