Good Thinking, Good Products telah menjadi semboyan Toyota Motor Co. sejak 1953. Kemudian, sekitar 65 tahun berlalu banyak perusahaan besar yang mulai membawa konsep ini ke industrinya. Namun alih-alih memahami pemikiran dasarnya, mereka lebih cenderung sekedar mencoba dan meniru tools serta teknik yang dikembangkan oleh Eiji Toyoda dan Taiichi Ohno ini. Oleh karena itu, dalam artikel ini kami berusaha menyuguhkan, merefleksikan kembali apa kunci utama dari Toyota Production System atau yang lebih dikenal TPS dalam metode lean manufacturing yang diterapkan oleh Toyota pada proses produksinya.

TPS bagi Toyota merupakan cara berpikir perusahaan dalam membuat suatu produk (dalam hal ini adalah mobil) dengan kualitas yang paling baik, harga yang paling masuk akal dan dapat diterima oleh masyarakat luas dengan stok ketersediaan yang sesuai dengan permintaan. Baik Just-in-time (JIT) dan Jidoka, keduanya dirancang untuk membantu manajemen dan karyawan untuk fokus pada ‘kondisi’.

JIT secara khusus berperan mendefinisikan kondisi produksi tepat waktu, dimana setiap proses hanya menghasilkan sejumlah komponen yang diperlukan pada tahap selanjutnya dalam lini produksi. Tujuannya adalah untuk menghasilkan bagian yang tepat, dalam jumlah yang tepat, pada waktu yang tepat dengan menggunakan sumber daya minimum. Sedangkan Jidoka, atau otomatisasi berperan khusus untuk membangun kualitas yang terbagi menjadi dua bagian, yaitu membangun kualitas pada proses dan memaksimalkan kinerja karyawan dan mesin. Jidoka mendefinisikan kondisi manajemen proses yang efektif, berfokus menciptakan proses untuk menghasilkan keputusan yang tepat dan menghentikan secara otomatis ketika terjadi masalah. Maksudnya adalah lebih baik menghentikan proses produksi saat pertama kali ditemukan masalah daripada terus melakukan produksi dengan menimbulkan banyak masalah. Dua kondisi (JIT dan Jidoka) inilah yang kemudian mendorong Toyota untuk menerapkan sistem Kanban dan Andon. Ketika dua kondisi ini tidak tercapai, seseorang harus mulai mempertimbangkan penyebab pada tingkat operasi.

Baca juga  4 Budaya Unik di Netflix, Wajib Tahu!

Fokus yang melekat dalam Lean adalah terus mempelajari masalah dan menemukan akar penyebab “gap” atau kesenjangan antara kinerja yang diinginkan dan kinerja aktual. Para eksekutif Toyota sering berbicara tentang memahami sebab dan kondisi (aktual). Misalnya, jalan-jalan di kota Jepang terlihat berbeda dengan kota lain karena meskipun ada beberapa trotoar tidak ada mobil yang diparkir di sepanjang jalan. Pasalnya, sebelum membeli mobil, masyarakat disana harus membuktikan bahwa mereka mempunyai tempat untuk memakirnya. Meskipun secara individu banyak yang menolak karena alasan tersebut, pada kenyataannya ini benar diberlakukan dan kita bisa lihat tidak ada mobil yang diparkir di jalan. Dengan cara yang sama, fokus pelanggan, just-in-time, jidoka, dan pekerjaan terstandarisasi adalah kondisi untuk menyoroti masalah dan kemudian membiarkan orang mencari penyebab tertentu.

Bukan Sekedar Penyesuaian Proses

Banyak organisasi memilih untuk proses sentris terhadap transformasi lean mereka, yaitu melakukan penyesuaian dan peningkatan proses. Namun, jika kita mengamati proses produksi di Toyota, maka kita akan menemukan bahwa pemikiran dan motivasi untuk meningkatkan aktivitas yang bernilai tambah juga harus dibarengi dengan pemahaman yang menyeluruh terkait teknis produk. Ada begitu banyak perbaikan yang bisa dilakukan untuk menghasilkan nilai tambah dalam proses, namun untuk mendapatkan nilai tambah yang maksimal dibutuhkan pemahaman lebih terhadap desain.

Pekerjaan yang terstandarisasi akan bergerak lebih mulus, memiliki kemampuan untuk direplika bahkan tanpa cacat sekalipun. Dan Toyota telah memilikinya. Disini kita bisa melihat semua pemikiran dan pengalaman yang cermat baik itu dalam mendesain ataupun dalam produksi, akan mendorong semua proses operasi menjadi lebih mudah. Ketika “ahli lean” berfokus pada operasi perakitan, tanpa memperluas ruang lingkup desain produk, maka mereka tidak dapat benar-benar memahami apa yang membuat proses berjalan. Singkatnya, masih ada banyak hal yang perlu dilakukan selain pekerjaan standar, kegiatan kaizen, dan ritual harian tim manajemen.

Baca juga  Bagaimana cara kerja pemimpin yang agile?

Jadi “Good Thinking, Good Products” bukanlah sekedar semboyan, ini seperti halnya “untuk membuat produk, pertama-tama kita harus membangun orang”. Kesimpulannya disini adalah bahwa lean bukanlah seperangkat teknik organisasi untuk mendapatkan lebih banyak nilai dari proses operasi, seperti yang ditafsirkan oleh banyak perusahaan, melainkan seperangkat prinsip untuk menciptakan kondisi untuk mampu berpikir lebih dalam dan belajar untuk terus berusaha meningkatkan hal-hal dan mencari cara yang lebih baik, langkah kecil demi langkah kecil. Jika kita bertanya tentang seperti apa Kaizen di Toyota, maka jawabannya adalah memunculkan saran individu dari setiap karyawan.

Sumber : Planet-lean.org