Pintar dan berpengalaman bukanlah jaminan seseorang bisa memimpin inisiatif perubahan di organisasi. Ada satu metode yang powerfull yang harus dikuasai, satu metode yang terbukti bisa membantu meningkatkan efisiensi dan menciptakan pertumbuhan bisnis, yaitu Lean Six Sigma.
Sejarah Six Sigma
Six Sigma merupakan strategi penyelesaian masalah berbasis data. Agar berhasil, strategi ini harus dijalankan secara disiplin, terstruktur, dan dengan tools yang dibutuhkan. Simbol sigma diambil dari huruf yunani yang mewakili standar deviasi atau jumlah variabilitas. Artinya bahwa di setiap proses akan menghasilkan variasi. Dalam hal ini, Six Sigma akan membantu Anda menganalisa proses, menemukan variasi/ pemborosan/ cacat kemudian meminimalkan atau menghilangkannya.
Sejarah Six Sigma dimulai sejak tahun 1970-an, pada saat Toyota mengimplementasikan Toyota Production System (TPS) dan sukses menjadi produsen terbaik di dunia. Dalam waktu yang sama, Motorola mendapati perusahaannya kalah bersaing dengan perusahaan-perusahaan Jepang, dan saat itulah mereka tahu harus berubah.
Beberapa eksekutif Motorola kemudian berdiskusi, antara lain membahas tentang jaminan quality control. Art Sundry yang saat itu bekerja dengan sang COO, John F.Mitchell untuk masalah kualitas. “Kualitas kami tidak disukai”, ungkap Sundry seperti dikutip SHIFT Indonesia dari Lean-news. Dia mengatakannya berulang kali, dan yang menarik adalah dia tidak dihukum karena teriakannya, sebaliknya dia dihargai karena berbicara apa yang ada dalam pikirannya. Akhirnya, dia diberi kesempatan untuk memegang kendali penuh masalah kualitas di Motorola. Sundri kemudian menggandeng konsultan eksternal, Bill Smith dan Dr. Mikel J. Harry yang kemudian dikenal sebagai “Pendiri Six Sigma”. Smith dan Harry menciptakan konsep Six Sigma untuk meningkatkan quality control menggunakan prinsip-prinsip dasar Lean yang dibuat oleh W. Edwards Deming, Joseph Juran, Philip Crosby, Kaoru Ishikawa, dan Genichi Taguchi.
Baru pada 1980-an, Motorola resmi memperkenalkan Six Sigma kepada dunia industri, setelah mereka berhasil menjadi perusahaan nomor satu dalam hal kualitas dan laba. Six Sigma menjadi semakin dikenal ketika Welch GE menjalankan Six Sigma sebagai strategi pengembangan bisnis. Dan menurut ASQ, Six Sigma saat ini telah dijalankan oleh perusahaan dan organisasi di seluruh dunia. Puncaknya, pada 2009, 82% dari perusahaan Fortune 100 dilaporkan menggunakan Six Sigma.
Metode Six Sigma
Dalam penerapannya, Six Sigma memiliki dua metode kunci, yaitu DMAIC dan DMADV.
1) DMAIC
- Define, peluang, misalnya : sasaran proyek terkait dengan persyaratan pelanggan
- Measure, mengukur kinerja dari proses yang sedang berjalan
- Analyze, melakukan analisa terhadap kelemahan yang ada pada proses (seperti sumber-sumber cacat), jadikan kelemahan pada proses tersebut sebagai peluang perbaikan.
- Improve, melakukan perbaikan terhadap kinerja proses-proses yang lemah tadi.
- Control, mengendalikan kinerja dari proses-proses yang diperbaiki tadi untuk mempertahankan profit.
2) DMADV
Perbedaan antara DMAIC dengan DMADV terletak pada dua huruf (sebagai tahapan). Dalam DMADV, D didefinisikan sebagai design dan V untuk verify. Design, diperlukan untuk mendesain proses-proses agar memenuhi kebutuhan dan persyaratan pelanggan.sementara, Verify diperlukan untuk melakukan verifikasi terhadap kinerja proses, terlebih lagi dalam kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan dan persyaratan pelanggan.
Kedua metode ini sama-sama mengambil konsep siklus PDCA (Plan-do-check-act) dari W. Edwards Deming. Namun dalam aplikasinya, DMAIC digunakan untuk memperbaiki proses bisnis yang sedang berjalan, sedangkan DMADV digunakan untuk menciptakan produk baru atau desain proses bagi kinerja bebas-cacat.
Pendekatan Lean untuk Six Sigma
Ketika persaingan pasar meningkat, perusahaan harus bisa memberikan nilai tambah pada produk yang mereka buat. Tuntutan inilah yang kemudian mendorong kemajuan metodologi Lean Six Sigma.
Lean Six Sigma merupakan gabungan dari Lean Manufacturing dan Six Sigma sebagai upaya penghapusan variasi. Konsep Lean diciptakan untuk meningkatkan kecepatan proses dan kualitas produk, dengan kata lain perusahaan harus mengidentifikasi proses dan aktivitas yang tidak memberi nilai tambah (waste-red) dan menghilangkannya. Terkait upaya menghilangkan waste, Lean menggunakan beberapa tools yang sama dengan Six Sigma. Inilah alasan kenapa Lean bisa sejalan dengan Six Sigma klasik.
Jika kita berbicara fokus area yang diperbaiki, maka Lean akan mengarah pada perubahan budaya organisasi secara keseluruhan, sedangkan Six Sigma lebih difokuskan untuk mengubah bagian demi bagian dari proses. Dalam implementasi Lean Six Sigma, salah satu pendekatan yang digunakan adalah menerapkan lean di setiap proses dan memanfaatkan tool-nya untuk menghilangkan aktivitas dan proses yang tidak diperlukan. Baru kemudian, kita bisa mengkombinasikannya dengan Six Sigma melalui DMAIC untuk menghilangkan proses yang terlalu kompleks. Untuk diketahui, DMAIC akan selalu fleksibel digunakan untuk menentukan cacat dan mengidentifikasi cara untuk mengatasi cacat tersebut, diantaranya dengan menggunakan tools seperti: 5 Whys, 5s, Kanban, atau poka yoke.
Memulai Lean Six Sigma di dalam Organisasi
Untuk memulai Lean Six Sigma di Organisasi, Anda harus memiliki orang yang ahli, yaitu orang yang siap mengambil dan menjalankan inisiatif perubahan di seluruh organisasi. Dalam hal ini, SSCX adalah satu-satunya perusahaan konsultan yang bisa membantu Anda mempersiapkan agen perubahan di organisasi Anda. Bagi Anda yang tertarik dengan program Lean Six Sigma atau ingin melakukan assesment dengan menggunakan metode yang proven ini, Anda bisa menghubungi 021 576 3020 atau info@sscx.asia
Pelatihan Lean Six Sigma yang akan diadakan oleh SSCX:
- Lean Six Sigma White Belt: 23 – 24 July 2019
- Lean Six Sigma Green Belt (Part 1): 18 – 20 November 2019
Dapatkan jadwal lengkap public training SSCX, disini!