Semakin banyak fasilitas manufaktur yang menerapkan metodologi Lean, namun sayangnya kebanyakan dari mereka melupakan pentingnya pemeliharaan peralatan dan mesin. Padahal, performa mesin akan sangat menentukan kualitas dan produktifitas dari sebuah proses manufaktur.
Kasus yang banyak terjadi adalah, maintenance lebih bersifat reaktif. Mesin diperbaiki ketika terjadi kerusakan, dan kerusakan sering terjadi. Sejumlah besar inventori berupa sparepart menumpuk di gudang dan jadi usang. Seringkali operator
mengabaikan pertanda awal dari potensi kerusakan. Operator-pun tidak memiliki kompetensi dalam pemeliharaan mesin yang mereka operasikan setiap hari.
Bagaimana jika keadaan ini terjadi dalam industri manufaktur pesawat terbang, misalnya? Pada industri pesawat terbang, tingkat disiplin dan standar yang sangat tinggi harus mampu dipenuhi oleh semua pihak yang terlibat dalam aktifitas produksi; mulai dari maintenance, pemasok part, hingga pemasok material. Prosedur dibuat dengan sangat spesifik, dan setiap langkah proses didokumentasikan dengan seksama. Hasil yang diharapkan adalah rendahnya angka kecelakaan yang diakibatkan oleh kegagalan mesin akan dapat ditekan.
Sebagai contoh, dengan menerapkan standar dan disiplin tinggi oleh para produsen pesawat terbang di Amerika Serikat, sebanyak lebih dari 27000 penerbangan di negeri tersebut setiap harinya luput dari kecelakaan yang diakibatkan oleh kerusakan mesin. Hal yang sama juga terjadi dalam NASCAR Winston Cup Racing. Untuk menjadi juara, pembalap sangat bergantung kepada performa mesin; setiap mobil balap harus memenuhi standar keselamatan yang ditentukan dan kondisi mesin harus selalu prima dan dapat diandalkan (reliable). Begitu juga, organisasi yang ingin menjuarai kompetisi dan meraih posisi “world class” harus bisa mengimplementasikan program Total Productive Maintenance (TPM) dengan sukses.
TPM, seperti yang telah anda ketahui, adalah metode equipment maintenance yang tujuannya adalah meningkatkan produktifitas di lini produksi dengan cara meningkatkan dan menjaga performa mesin. Salah satu caranya adalah dengan melibatkan operator dalam pemeliharaan mesin; bukan hanya mengandalkan maintenance untuk menangani kerusakan (khususnya kerusakan kecil). Untuk mensukseskan TPM, proses produksi dan maintenance harus berjalan bersamaan. Indikasi keberhasilan TPM diukur dengan OEE (Overall Equipment Effectiveness).
TPM memerlukan efektifitas kepemimpinan sejak awal penerapan (karena itulah tool ini memiliki kata “Total” didalamnya). Tanpa kepemimpinan yang efektif yang memastikan semua orang yang terlibat akan menjalankan fungsi spesifik mereka, performa mesin akan terus menurun dan inisiatif TPM hanya akan berumur pendek. Banyak yang menyalah-artikan TPM sebagai program untuk “memperbaiki sesuatu”, bukannya mencegah kerusakan/permasalahan mesin. Mereka melihat maintenance sebagai proses yang non value-added dan memangkan biaya maintenance untuk berhemat. Hal ini menyebabkan penurunan performa mesin secara perlahan dan membuat mesin kehilangan efektifitasnya.
12 Langkah Implementasi TPM
Perusahaan yang telah sukses umumnya memiliki perencanaan implementasi TPM yang terdiri atas 12 langkah berikut:
Langkah 1 – Pengumuman program TPM. Top management harus menciptakan lingkungan yang akan mendukung berjalannya program TPM. Tanpa dukungan manajemen, akan ada skeptisme dan resistensi yang kemungkinan bisa melumpuhkan inisiatif.
Langkah 2 – Adakan program pelatihan secara formal. Program ini akan memberikan informasi dan mengedukasi setiap karyawan di perusahaan tentang aktifitas TPM, manfaat, serta pentingnya kontribusi setiap orang untuk mensukseskannya. Pelatihan ini dapat diberikan oleh praktisi intern (jika ada) atau oleh konsultan outsource.
Langkah 3 – Ciptakan struktur organisasi pendukung. Tim ini akan memelihara dan memastikan berjalannya TPM segera setelah program dimulai. Aktifitas berbasis-tim sangat penting untuk kesuksesan TPM. Tim ini umumnya terdiri atas orang-orang dari setiap level organisasi – mulai dari manajemen hingga shop floor. Tim inilah yang akan melakukan komunikasi dan memastikan setiap orang bekerja dengan tujuan yang sama.
Langkah 4 – Tentukan aturan dasar TPM dan target-target kuantitatif. Lakukan analisa terhadap keadaan saat ini dan tentukan target yang SMART: Specific, Measurable, Attainable, Realistic dan Time-based.
Langkah 5 – Buat master deployment plan yang mendetail. Perencanaan ini akan mengidentifikasi sumber daya yang dibutuhkan, kapan pelatihan harus diadakan, kapan dilakukan restorasi dan perbaikan mesin, sistem manajemen dan teknologi maintenance.
Langkah 6 – Kick-off TPM. Implementasi dimulai pada tahap ini.
Langkah 7 – Tingkatkan efektifitas setiap mesin yang ada. Tim project akan menganalisa setiap mesin dan melakukan perbaikan yang diperlukan.
Langkah 8 – Adakan program autonomous maintenance oleh operator. Pembersihan dan inspeksi rutin yang dilakukan operator akan membantu menstabilkan kondisi mesin dan mencegah kerusakan/penurunan performa.
Langkah 9 – Adakah program preventive maintenance yang terencana. Buat jadwal untuk melakukan perawatan untuk mencegah kerusakan di setiap mesin yang ada.
Langkah 10 – Berikan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan maintenance dan operasional. Bagian maintenance dapat menjadi narasumber dan pengajar yang memberikan pelatihan, saran, dan informasi mengenai mesin kepada tim.
Langkah 11 – Kembangkan program early equipment management. Buat prinsip-prinsip perawatan untuk pencegahan pada proses perancangan mesin.
Langkah 12 – Continuous improvement. Seperti yang dilakukan dalam setiap inisiatif Lean, organisasi harus mengembangkan pola pikir continuous improvement untu