Kelapa sawit merupakan komoditas penting bagi Indonesia. Sebagai komoditas andalan di sektor ekspor non migas, kelapa sawit secara konsisten menjadi penyumbang devisa tertinggi. Dilihat dari Data Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) ekspor kelapa sawit berkontribusi hingga 22,4 persen dari PDB atau menyumbang sebesar USD 154,9 juta.

Seperti kita tahu, Indonesia adalah negara penghasil minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia. Berdasarkan data Kementerian Pertanian, produksi kelapa sawit mengalami peningkatan setiap tahunnya mulai dari tahun 2016 sebesar 31,7 juta ton, menjadi 37,9 juta ton pada 2017, dan menjadi 40,57 juta ton pada tahun 2018. Sampai saat ini, minyak sawit masih merupakan pilihan paling ekonomis sumber minyak nabati sehingga minyak sawit menjadi pilihan utama substitusi minyak nabati lainnya. Namun di tengah manisnya bisnis Sawit, ada berbagai macam tantangan dalam pengembangannya. Tantangan-tantangan yang patut menjadi perhatian diantaranya:

  1. Ditolak Uni Eropa

Mengutip CNBC Indonesia, Parlemen Eropa mengeluarkan resolusi untuk menghapuskan dan melarang penggunaan bahan bakar hayati (biofuel) yang terbuat dari minyak sawit. Kemudian pada awal tahun 2019, Eropa menerbitkan Delegated Regulation yang merupakan turunan dari Renewable Energy Directive II (RED II). RED II dinilai sebagai upaya terbaik untuk menyelamatkan lingkungan dan antisipasi pemanasan global. RED II menargetkan pengurangan emisi karbon 40% di tahun 2030. Untuk mencapai target tersebut, Eropa akan menetapkan pengurangan konsumsi bio diesel sawit di Eropa dan menghentikannya secara total di tahun 2030. Uni Eropa juga menyebut impor biodiesel bersubsidi dari Indonesia telah mengancam kerugian materil pada industri Uni Eropa. Kebijakan ini jelas merugikan Indonesia.

2. Tuntutan 3P: People, Planet, Profit

Baca juga  Bagaimana cara kerja pemimpin yang agile?

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono beberapa waktu lalu mengatakan bahwa tata kelola industri yang berkelanjutan harus mencakup tiga aspek, yaitu profit, people, dan planet atau lebih dikenal dengan konsep triple bottom line. Isu keberlanjutan tentu saja menjadi tantangan yang harus dihadapi. Pasalnya untuk membangun bisnis yang berumur panjang, selain profit yang meningkat perusahaan juga harus peduli dengan masalah people dan planet. Sementara di sisi lain, industri kelapa sawit sering mendapat kampanye hitam, tidak hanya terkait deforestasi tetapi juga banyak isu lainnya, termasuk HAM.

3. Isu Produktivitas

Salah satu tantangan besar yang dihadapi oleh industri kelapa sawit adalah isu produktivitas dan efisiensi yang masih rendah. Sebab itu, perlu adanya riset, inovasi dan penggunaan teknologi yang mendorong perbaikan tata kelola perkebunan sehingga mampu mendongkrak produktivitas dan efisiensi perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Sebagai informasi, kurun 2008 hingga 2017 rata-rata pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit bertambah 6% setiap tahun, namun tidak disertai dengan kenaikan produktivitas yang optimal. Dalam kurun waktu tersebut rata-rata produktivitas kelapa sawit hanya naik 3% setiap tahunnya. Dengan rata-rata yield 11 ton TBS (tandan buah segar) setiap tahunnya. Menurut Joko, angka ini masih jauh lebih rendah dari potensi produktivitas kelapa sawit yang seharusnya bisa mencapai lebih 25 ton per hektare per tahun.

Sebuah Jalan Mencapai Produktivitas

Walaupun tantangan banyak menghadang, perusahaan di sektor perkebunan kelapa sawit tetap dapat meningkatkan produktivitas dan meningkatkan kualitas. Salah satu cara yang terbukti efektif yaitu melalui implementasi Lean Six Sigma (LSS). Seperti yang telah kita ketahui, Lean Six Sigma adalah senjata utama bagi perusahaan kelas dunia untuk melakukan turnaround. Beberapa perusahaan yang dinilai sukses dalam kancah bisnis dunia, seperti Amazon telah memperkenalkan diri mereka sebagai perusahaan yang Lean. Sangat disayangkan, dari besarnya potensi yang ditawarkan, masih sedikit perusahaan yang mengenal dan menerapkan prinsip Lean Six Sigma.

Lean Six Sigma, yaitu suatu metode yang terstruktur untuk membantu proses optimalisasi produksi dan efisiensi, memastikan perusahaan mencapai keunggulan operasional. Metode ini digunakan untuk membentuk sistem yang dapat menciptakan solusi untuk menghilangkan segala macam pemborosan. Harapannya, bisnis bisa meningkatkan produksi selagi merampingkan proses mereka. Metode ini terdiri dari lima fase yang disebut DMAIC (Design-Measure-Analyze-Improve-Control). Meskipun berakar dari industri manufaktur, saat ini Lean Six Sigma menjadi salah satu pendekatan untuk peningkatan produktivitas paling diminati oleh berbagai organisasi di banyak industri karena dapat memberi keuntungan dalam banyak hal seperti profitabilitas, kepuasan pelanggan, dan budaya organisasi.

Baca juga  Satu Faktor yang Membuat Perusahaan Inovatif Selalu Terdepan

Dalam menerapkan Lean Six Sigma, semua elemen manajemen dari atas hingga bawah harus satu komitmen yaitu menginvestasikan sumber daya untuk memulai, mempromosikan, menjalankan, dan mendukung program Lean Six Sigma. Oleh sebab itu, perusahaan perlu memberikan dukungan berupa pelatihan, kepercayaan, dan wewenang untuk melakukan perubahan melalui proyek perbaikan.

Webinar Plantation

Pada tanggal 19 Desember nanti SSCX juga akan mengadakan Webinar yang berjudul “Operational Excellence in Plantation”. Acara ini Free Anda cukup mengisi form pendaftaran berikut ini untuk bergabung: https://bit.ly/SSCXSemai