Kemajuan teknologi digital membawa perubahan besar dalam kehidupan Generasi Z (Gen Z). Teknologi memainkan peran penting dalam melahirkan media sosial seperti Instagram, TikTok, dan YouTube. Media itu kemudian menjadi bagian tak terpisahkan dari keseharian masyarakat dan perlahan mempengaruhi cara berkomunikasi, belajar, dan juga berbelanja.
Di balik gemerlap kemudahan yang diberikan, dampak negatif juga turut hadir di sampingnya. Adanya influencer yang mempopulerkan gaya hidup mewah, tren terkini yang tidak ada habisnya, membuat Gen Z terdorong untuk membeli segala hal agar tidak merasa tertinggal. Jika dibiarkan, hal itu akan menimbulkan sebuah fenomena yang disebut sebagai konsumerisme.
Apa Itu Konsumerisme?
Konsumerisme adalah perilaku membeli barang atau jasa yang tidak sesuai kebutuhan. Umumnya, hal ini terjadi karena adanya keinginan memenuhi kepuasan sesaat tanpa pertimbangan rasional.
Faktor-faktor Pendorong Konsumerisme:
- Teknologi dan Media Sosial:
Dalam jurnal yang berjudul Pola Konsumsi Media Digital dan Berita Online Gen Z Indonesia, disebutkan bahwa sekitar 71% dari Gen Z menemukan produk baru melalui media sosial. Akibatnya, hal ini membuat mereka menjadikan media sosial sebagai saluran utama dalam mengambil keputusan pembelian.
- Penawaran Diskon dan Kemudahan Transaksi
Adanya kemudahan transaksi yang diberikan oleh platform e-commerce juga menjadi salah satu penyebabnya. Dengan adanya penawaran terbatas berupa diskon, layanan paylater yang memberi opsi cepat dalam menutup kurangnya budget, dan beragam e-wallet yang sangat mudah didaftarkan, membuat munculnya dorongan belanja impulsif yang sulit dikendalikan.
- Tekanan Sosial
Adanya keinginan untuk diterima dalam lingkungan sosial juga berpengaruh pada pola pembelian. Hal ini disebabkan oleh adanya ambisi untuk menyesuaikan gaya hidup dengan teman sebaya agar dipandang setara.
Dampak Konsumerisme pada Generasi Z
Dilansir dari laman Radio Republik Indonesia, dalam penelitian yang diterbitkan oleh jurnal California Baptist University (2024), Gen Z disebut sebagai generasi yang memiliki tingkat Fear of Missing Out (FOMO) tertinggi dibanding generasi-generasi sebelumnya. Sayangnya, fenomena ini acapkali menimbulkan keputusan pembelian yang kurang bijaksana ataupun berlebihan. Hingga akhirnya, terjadilah beberapa dampak negatif yang dapat dirasakan, seperti:
- Tidak Adanya Dana Darurat
Pengeluaran yang terus bertambah dibanding pemasukan, dapat menimbulkan ketidakstabilan finansial dan minimnya uang cadangan untuk menghadapi kejadian-kejadian di luar perkiraan.
- Jeratan Hutang
Kemudahan akses pinjaman online dan paylater membuat orang terjerumus ke dalam lingkaran hutang yang tidak ada habisnya. Hal ini juga berpotensi menimbulkan masalah baru seperti terjadinya tindak kejahatan.
- Kecemasan
Keinginan untuk terus mengikuti tren dapat mempengaruhi kondisi mental. Adanya perasaan takut tertinggal, cemas, dan selalu merasa tidak puas dapat membuat seseorang merasa tertekan dan memiliki beban mental.
Strategi Menghindari Konsumerisme
- Buat Perencanaan dengan Matang
Pahami bagaimana cara mengelola anggaran dan mengatur skala prioritas. Buatlah perencanaan yang cenderung berorientasi untuk jangka panjang. Utamakan kebutuhan dibanding keinginan sesaat. Sehingga, uang yang tersisa dapat dialihkan untuk menabung atau melakukan investasi.
- Fokus Kualitas
Ubah mindset bahwa kualitas jauh lebih penting daripada kuantitas. Pilihlah produk yang memiliki ketahanan jangka panjang demi mengurangi frekuensi pembelian dan menghemat pengeluaran.
- Meningkatkan Kepercayaan Diri
Rasa percaya diri yang sehat mengurangi ketergantungan pada barang mewah sebagai alat pengakuan sosial. Selain itu, ini juga mendorong perasaan cukup dengan apa yang dimiliki sehingga tidak mudah terbawa arus orang lain.