PT Kereta Api Indonesia (Persero), atau KAI, kini telah menjadi salah satu moda transportasi massal paling favorit di Indonesia. Bahkan, tak jarang turis mancanegara memberikan pujian atas kualitas kereta api di Indonesia yang dianggap semakin baik. Namun, siapa sangka, untuk mencapai titik tersebut, KAI telah melalui sebuah perjalanan panjang yang penuh tantangan. Dari citra buruk yang lekat dengan calo dan kesemrawutan, KAI berhasil bertransformasi menjadi perusahaan yang efisien dan berorientasi pada pelanggan.
Perkembangan KAI
Jauh sebelum KAI menjadi andalan seperti sekarang, kondisi kereta api di Indonesia sangat berbeda. Stasiun dipenuhi calo tiket, gerbong kereta penuh sesak bahkan hingga di atap, dan pedagang asongan hilir mudik di dalam gerbong. Toilet di stasiun sering kali kotor dan tidak terawat, serta fasilitas pendingin ruangan (AC) hanya tersedia di kelas-kelas tertentu.
Ahmad Nizar, salah seorang penumpang, menceritakan pengalamannya kepada Kompas di tahun 1990-an ketika gerbong kereta sangat mengkhawatirkan dengan banyak penumpang tidur di lantai. Sementara penumpang lain, Miftahul Fajar, mengingat gerbong yang bau asap rokok dan pernah kehilangan tasnya karena dicopet. Kesemrawutan ini menjadi gambaran umum perkeretaapian nasional saat itu.
Titik balik
Titik balik perubahan KAI dimulai pada tahun 2009, di bawah kepemimpinan Ignasius Jonan sebagai Direktur Utama. Sebagai seorang bankir yang minim pengalaman di bidang perkeretaapian, Jonan awalnya merasa terkejut dan sempat hampir menyerah. Namun, ia berhasil mengubah wajah KAI melalui strategi yang terbilang berani dan nekat.
Ia memulai transformasi dari hal yang paling dasar, yaitu kebersihan toilet di stasiun. Jonan bahkan mengancam akan mencopot kepala stasiun yang tidak bisa menjaga kebersihan toilet. Sugeng Priyono, Corporate Secretary KAI pada saat itu, menjadi saksi bagaimana Jonan benar-benar serius dengan ancamannya, bahkan membawa para kepala stasiun ke Hotel Indonesia Kempinski Jakarta hanya untuk menunjukkan standar toilet yang bersih. Jonan juga menerapkan sistem pembelian tiket daring, sistem boarding pass, hingga pemasangan AC di semua gerbong kereta, termasuk kelas ekonomi.
Filosofinya adalah membangun kepercayaan diri para bawahan dengan memberikan target-target kecil yang realistis untuk dicapai, sehingga perubahan besar dapat terwujud secara bertahap. Jonan juga melakukan studi banding ke berbagai negara seperti Prancis, Jepang, dan Cina untuk melihat langsung bagaimana negara-negara tersebut mengelola layanan perkeretaapian mereka, mulai dari pemanfaatan aset stasiun hingga sistem tapping ticket. Upaya keras ini membuahkan hasil, KAI yang sebelumnya merugi pada tahun 2008, berhasil mencetak keuntungan sebesar Rp 154,8 miliar pada tahun 2009.
Mempertahankan dan Mengembangkan Fondasi
Meskipun telah melalui transformasi besar, KAI tidak lantas berpuas diri. KAI di masa sekarang terus melakukan perbaikan berkelanjutan (continuous improvement) untuk mempertahankan dan mengembangkan fondasi yang telah ditanamkan. Transformasi yang dilakukan KAI tidak hanya berhenti pada layanan penumpang, tetapi juga menyentuh strategi bisnis, digitalisasi, penyelarasan organisasi, hingga penguatan budaya keselamatan. Semangat ini didorong dari internal perusahaan untuk terus berbenah dan melaju lebih jauh, bukan hanya karena tekanan eksternal. KAI kini berorientasi penuh pada pelanggan, dengan terus berinovasi dan mendengarkan keluhan penumpang.
Salah satu inovasi yang menonjol adalah implementasi fitur face recognition boarding di stasiun-stasiun besar untuk mempercepat dan meningkatkan keamanan proses keberangkatan. KAI juga terus memperluas digitalisasi layanan, seperti fitur carbon footprint pada aplikasi Access by KAI yang mengedukasi pelanggan tentang kontribusi perjalanan mereka terhadap lingkungan. Di bidang keselamatan, KAI mengembangkan sistem Track Monitoring and Diagnostic (Track-Mod) dan Smart Rail untuk memantau kondisi jalur secara real-time. Di samping itu, KAI juga menaruh perhatian pada isu keberlanjutan dengan menyediakan water station di stasiun-stasiun untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai.
Upaya transformasi yang berkelanjutan ini menghasilkan capaian yang luar biasa. Kinerja keuangan KAI membaik signifikan, dari kerugian Rp 1,7 triliun pada tahun 2020 menjadi laba bersih Rp 2,2 triliun pada tahun 2024. Volume penumpang juga melonjak tajam dari 187 juta orang pada tahun 2020 menjadi 453 juta orang pada tahun 2024. Angkutan barang pun naik stabil, menegaskan peran KAI sebagai tulang punggung logistik nasional.
Di sisi keselamatan, tahun 2024 tercatat sebagai periode dengan tingkat kecelakaan kereta api terendah dalam 10 tahun terakhir. Berkat kenyamanan dan ketepatan waktu yang ditawarkan, kereta api kini menjadi pilihan utama bagi banyak orang, bahkan menggeser pilihan transportasi lain seperti pesawat dan mobil pribadi. KAI terbukti berhasil membangun masa depan transportasi yang tangguh, efisien, dan adaptif di era baru.
FAQ (Pertanyaan Umum)
- Siapakah sosok yang menjadi kunci perubahan PT KAI pada tahun 2009?
Ignasius Jonan, yang menjabat sebagai Direktur Utama KAI dari tahun 2009 hingga 2014, adalah sosok kunci di balik transformasi PT KAI. - Apa strategi utama yang diterapkan Ignasius Jonan saat memulai perubahan di KAI?
Jonan memulai perubahan dari hal-hal terkecil dan mendasar terlebih dahulu, seperti kebersihan toilet di stasiun, untuk membangun kepercayaan diri para pegawai dan menanamkan budaya perbaikan. - Inovasi teknologi apa yang diterapkan KAI untuk mempercepat proses boarding di stasiun?
KAI telah mengimplementasikan fitur face recognition boarding di berbagai stasiun besar untuk mempercepat proses keberangkatan penumpang dan meningkatkan keamanan. - Bagaimana KAI mengukur keberhasilan perbaikannya di bidang keuangan setelah masa krisis?
KAI menunjukkan keberhasilan finansialnya dengan membalikkan kerugian Rp 1,7 triliun pada 2020 menjadi laba bersih Rp 2,2 triliun pada 2024. - Selain pelayanan penumpang, apa peran penting lain KAI dalam perekonomian nasional?
Selain sebagai tulang punggung transportasi penumpang, KAI juga berperan sebagai tulang punggung logistik nasional melalui angkutan barang yang terus meningkat, dari 45,1 juta ton menjadi 69,2 juta ton antara tahun 2020 dan 2024.
Perjalanan PT KAI adalah sebuah kisah sukses tentang keberanian untuk berubah dan semangat perbaikan yang tiada henti. Dari masa-masa yang penuh dengan ketidaknyamanan, KAI berhasil bangkit dan bertransformasi menjadi perusahaan transportasi publik modern yang berorientasi pada pelanggan. Fondasi kuat yang dibangun di era kepemimpinan Ignasius Jonan, dengan fokus pada hal-hal kecil seperti kebersihan dan pelayanan, terus dikembangkan hingga saat ini melalui inovasi digital, peningkatan keselamatan, dan perhatian terhadap keberlanjutan. Hasilnya, KAI kini tidak hanya pulih dari tantangan, tetapi juga tumbuh menjadi salah satu pilar utama dalam sistem transportasi Indonesia, yang dibuktikan dengan kinerja keuangan dan operasional yang semakin cemerlang.