Kita selalu diingatkan berulang-ulang kali, bahwa lean adalah tentang budaya organisasi. hal ini adalah bagian terpenting, dan dalam banyak kasus, menjadi tulang punggung dari setiap organisasi yang menerapkan lean. Suatu budaya yang percaya pada perbaikan secara terus menerus dan percaya apa yang mereka yakini setiap harinya, adalah kunci untuk mempertahankan lean. Yang sering dilupakan adalah apa yang menjadi sumber kekuatan yang dibutuhkan untuk mempertahankan organisasi yang berbasis lean tersebut.

Salah satu jawabannya adalah ‘Hansei’.

Apa Itu Hansei?

Dalam bahasa Jepang, kata ‘Hansei’ secara sederhananya diartikan sebagai ‘refleksi’, tetapi, dalam komunitas lean – terutama Toyota, ‘hansei’ memiliki arti yang lebih luas lagi.

Dalam buku Toyota Way, Jeffrey Liker menuliskan bahwa ‘Hansei’ memiliki arti yang lebih dalam dibandingkan dengan refleksi itu sendiri. Namun, lebih kepada jujur mengenai kekurangan diri sendiri. Jika hanya mengutamakan kekuatan diri saja, kekalahan akan datang. Tetapi jika menyadari kekurangan yang dimiliki oleh diri sendiri, itulah kekuatan yang berada pada level yang tertinggi.

Salah satu kunci kesuksesan Toyota selama bertahun-tahun yang menjadi pembelajaran dari perusahaan lain adalah arti dari ‘hansei’ itu sendiri. Seringnya, kita mengabaikan kelemahan diri kita dan berusaha menutupinya dengan kekuatan yang kita miliki, seolah-olah dengan begitu maka kelemahan tersebut tidak akan lagi menjadi masalah penting. Namun dalam kenyataannya, hal ini akan menjadi sesuatu yang berlawanan dengan intuisi diri ketika kita menerapkan budaya perbaikan yang berkelanjutan.

Setiap orang harus menerima kenyataan bahwa mereka terlahir dengan adanya kelemahan ataupun kekurangan pada dirinya, dan jika kemampuan mereka. Bukan berarti diri harus merasa malu ataupun kecil dengan adanya kekurangan yang kita miliki, tetapi bagaimana kekurangan tersebut tetap mampu menjadi sesuatu yang tidak merugikan diri lebih jauh lagi.

Baca juga  Membangun Kultur Kerja Berkualitas Melalui Program Behavior Improvement

Pada dasarnya, ada 3 elemen yang akan membantu mempermudah pemahaman kita tentang ‘Hansei’ ini. Ketiga elemen tersebut adalah:

[cpm_adm id=”10097″ show_desc=”no” size=”medium” align=”right”]

  • Membantu sesama untuk mengenali masalah pada diri mereka sendiri
  • Memungkinkan diri untuk menerima tanggung jawab setiap masalah yang ada dengan tingkat emosi yang tinggi
  • Mendorong diri untuk membuat rencana-rencana tindakan yang positif untuk menjadi lebih baik lagi

Refleksi Semua Orang Itu Berbeda

‘Hansei’ dapat menjadi salah satu konsep yang paling kuat dalam organisasi, jika konsep tersebut dapat diterima oleh seluruh anggota tim. Mike Masaki, Presiden dari Toyota Technical Center menemukan bahwa analisis diri yang kritis akan menjadi satu kesulitan untuk perkembangan diri itu sendiri.

Setelah melakukan kunjungan ke pabrik mereka yang ada di Amerika, Masaki menunjukkan bahwa ada beberapa bagian yang dinilai ‘sangat buruk’ bagi para desainer. Kritik ini menuai sambutan yang tidak baik dengan reaksi yang negatif oleh sebagian besar – yang mengherankan Masaki – oleh mereka yang menghabiskan banyak waktu untuk mengkritisi berbagai elemen Toyota pada saat itu.

Masaki mengatakan bahwa di Jepang, reaksi yang seharusnya dilontarkan adalah ‘saya seharusnya membuatnya lebih baik sehingga tidak menimbulkan kesalahan’. Namun, di Amerika, respon yang dikeluarkan adalah ‘ saya telah melaksanakan pekerjaan ini dengan baik, sehingga seharusnya saya diberikan penghargaan.’ Hal ini, adalah dua peberdaan budaya yang sangat besar.

Telah lama diketahui bahwa Toyota menghabiskan waktu yang sangat sedikit untuk merayakan keberhasilan yang telah mereka raih. Sebaliknya, mereka menghabiskan lebih banyak waktu untuk mengatasi – dan yang lebih penting – menerima kelemahan diri mereka.

Tidak ada yang melarang adanya pergeseran budaya sesungguhnya untuk para tenaga kerja di Amerika, karena hal tersebut yang menjadikan diri kita unik dan dapat menciptakan identitas diri sendiri. Namun, setidaknya pertimbangkan selalu bahwa diri kita tidak dilahirkan sepenuhnya hanya memiliki kekuatan saja.

Baca juga  Sulit Membuat Laporan Proyek Improvement? Ini Solusinya

Jika setiap orang mampu benar-benar memahami konsep dan maksud dari ‘hansei’ ini, tidak aka nada downside. Jika kita mampu bersikap jujur terhadap diri sendiri dan mampu menerima kritik sebagai peluang dan bukan sebagai senjata, kemampuan diri kita untuk menciptakan budaya perbaikan yang terus menerus akan menjadi lebih kuat dari yang mampu kita bayangkan.

Seperti apa yang kembali diungkapkan oleh Liker, “Sangat tidak mungkin untuk menciptakan Kaizen tanpa Hansei. Dalam Hansei yang dianut oleh budaya Jepang, ketika kita melakukan kesalahan, pada awalnya pasti kita merasa sangat sedih. Tapi dunia tidak berhenti hanya pada satu kesedihan itu. Ke depan, kita harus menciptakan rencana masa depan untuk memecahkan masalah itu dan kita harus sepenuhnya percaya bahwa kita tidak akan mengulangi kesalahan tersebut untu yang kedua kalinya.”***

Sumber: kaizen-news.com