Proyek Six Sigma dapat digolongkan menjadi dua macam berdasarkan tingkat kesulitan atau kerumitan problem yang ditangani. Pertama proyek Six Sigma yang digolongkan sederhana yang terjadi sehari-hari tanpa diperlukan design of experiment lebih lanjut untuk frasa improvement. Kedua, proyek Six Sigma yang digolongkan kompleks dimana diperlukan langkah-langkah DOE pada fase improve.

Dalam praktik sehari-hari banyak problem yang dapat diselesaikan dengan proyek Six Sigma, sederhana, dengan bantuan proses regresi sederhana atau bahkan tidak perlu, hanya dengan bantuan fishbone dan ANOVA. Dimana signifikansi setiap variabel dianalisis secara kasar dengan bantuan ANOVA untuk mengetahui tingkat korelasinya dengan problem yang ditangani dan juga interaksi antara variabel pengaruh.

Buku “Panduan Pengerjaan Proyek Six Sigma” karya Dr. Ir. Saludin, M.Kom menjelaskan proses implementasi Six Sigma secara garis besar terdiri dari 5 fase atau tahap Difine, Measure, Analyze, Improve, dan Control. Jika pemahaman hanya diletakkan pada “problem” maka dapat dikatakan rangkaian aktivitas tahapan proyek Six Sigma terbagi menajadi sejumlah proses dan tahapan.

Pertama, merasakan sesuatu yang mengganggu kelancaran proses atau kegiatan, misalnya produksi, yang dikatakan sebagai problem. Data awal menunjukkan adanya problem hanya belum diketahui pasti faktor penyebabnya. Kesalahan umum saat mengikuti kerutinan kerja seingga tak merasakan adanya masalah penyebab inefisiensi kerja.

Saat menyadari adanya masalah, yang dapat dilakukan adalah memastikan persoalan tersebut memang nyata dan bersifat stabil. Data awal dapat memberikan gambaran kasar seberapa buruk masalah yang ada. Misalnya cacat 15 persen dari total produksi. Jumlah tersebut tak dapat diterima manajemen, sehingga perlu ditangani secara sistematis melalui proyek Six Sigma.

Langkah awal adalah menyelesaikan fase Difine, sebuah proposal lengkap proyek Six Sigma. Pada fase ini dinyatakan dengan jelas masalah yang ada dan tujuan dari target proyek. Misalnya masalah 15 persen panjang as mesin tak sesuai spesiikasi atau dinyatakan cacat. Sementara tujuan atau target adalah menurunkan cacat panjang as dari 15 persen menjadi 1 persen.

Baca juga  Happy Long Weekend, Budget Liburanmu Terkendali dengan Prinsip Ini

Kegagalan proyek Six Sigma disebabkan ketidaklayakan teknis terkait data awal yang tak konsisten dan variabel pengaruh di luar kemampuan internal untuk memperbaiki. Ketika proposal dalam bentuk ase Define disiapkan, semua terliat masuk akal dan memberikan keuntungan keuangan yang menarik. [] (sumber: “Panduan Pengerjaan Proyek Six Sigma”, Dr. Ir. Saludin, M.Kom)