Cadangan minyak dan gas bawah laut di lepas pantai Brasil ada di belahan dunia yang “ekstrem”. Mereka terkunci lebih dari empat mil di bawah permukaan laut, atau jarak yang sama jika 16 Bangunan Empire State saling ditumpuk satu sama lain.

Lapisan didekat terjadinya pembekuan air, garam dan batu menekan mereka dengan tekanan sebesar enam dinosaurus yang sedang duduk di sebuah kursi.

Dunia yang “ekstrem” ini memang telah lama terlarang bagi manusia. Namun, saat ini hal tersebut telah berubah. Beberapa perusahaan energi berencana untuk menempatkan seluruh proses industrial pengolahan minyak dan gas di dasar laut.

Pada bulan November, seperti dikutip Manufacturing.net ketika GE membuka pusat penelitian baru di Rio de Jeneiro, Brasil, siapa pun yang datang mendapat kesempatan untuk melihat pabrik cadangan minyak yang bisa dibilang cukup nyaman.

Para operator di pusat penelitian tersebut dilengkapi dengan Oculus Rift headset, yang berbentuk seperti sepasang kacamata ski dengan lensa yang benar-benar besar. Dan ketika pengguna memakainya, mereka akan duduk di kursi pilot yang berada di dalam sebuah kapal selam virtual.

Kapal selam virtual inilah yang akan membawa mereka menjelajah ke kedalaman lebih dari 1 mil di bawah permukaan laut.

Konsep industrial bawah laut adalah sebuah konsep yang mungkin sulit untuk dipahami bahkan untuk pelaut berpengalaman sekalipun, tapi teknologi Oculus headset membuatnya lebih mudah dipahami. Pengguna bisa melihat bagaimana rover di bawah bekerja dan mengontrol pasokan minyak dan gas yang mengalir keluar dari bumi dan mengarahkan minyak tersebut hingga mengambang di atas sebuah platform.

“The Oculus Rift memberikan pengalaman dan kesempatan bagi kita untuk menjelejah teritori wilayah dari belahan dunia yang baru, yang belum pernah dikunjungi sebelumnya,” kata Katrina Craigwell, kepala pemrograman digital GE.

Baca juga  Menerapkan Konsep Warehouse Management di Rumah

Katrina juga mengatakan bahwa ini sekaligus tantangan perusahaan energi di seluruh dunia yaitu untuk menyoroti lingkungan bawah laut yang belum pernah dikunjungi. “Ini tantangan bagi manusia di masa depan, bagaimana manusia bisa membuat teknologi yang bisa bekerja untuk menjelajahi dunia yang lebih “ekstrem”,” tuturnya.***