Terjadi penurunan impor telepon seluler (ponsel) dalam beberapa tahun terakhir. Ini berbanding terbalik dengan produksi ponsel di tanah air yang terus mengalami pertumbuhan. Momentum ini tidak lepas dari upaya pemerintah memacu pengembangan sektor telematika.
Dikutip dari laman kemenperin.go.id (19/2), Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, “Meningkatnya produksi ponsel di Indonesia, antara lain karena penciptaan iklim usaha yang kondusif serta kebijakan hilirisasi dan pengoptimalan komponen lokal sehingga lebih banyak memberi nilai tambah.”
Pada tahun 2013 lalu pemerintah mengeluarkan regulasi yang bertujuan mengurangi produk impor dan mendorong produktivitas dalam negeri. Sejak saat itu impor ponsel mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2013 Kementeran Perindustrian mencatat impor ponsel mencapai 62 juta unit atau sebesar USD 3 milliar, di tahun 2014 terjadi penurunan menjadi 60 juta unit dan produksi ponsel dalam negeri mencapai 5,7 juta unit.
Kemudian pada tahun 2015 produk impor turun menjadi 37 juta unit dengan nilai USD 2,3 miliar dan produksi ponsel dalam negeri meningkat 700 persen menjadi 50 juta unit untuk 23 merek lokal dan internasional. Tahun 2016, produk impor ponsel menjadi 18,5 juta unit dengan nilai USD 775 juta, sedangkan ponsel produksi dalam negeri meningkat sebesar 36 persen dari tahun 2015, menjadi 68 juta unit. “Dan, tahun 2017, impor ponsel turun menjadi 11,4 juta unit, sedangkan produksi ponsel di dalam negeri 60,5 juta unit untuk 34 merek, sebelas di antaranya adalah merek lokal,” ungkap Menperin.
Kesebelas merek lokal tersebut, yaitu SPC, Evercoss, Elevate, Advan, Luna, Andromax, Polytron, Mito, Aldo, Axioo, dan Zyrex. Produk nasional ini telah memiliki branding kuat untuk pangsa pasar menengah ke bawah maupun kelas menengah ke atas.
Menperin meyakini, Indonesia mampu menjadi basis produksi bagi pengembangan industri perangkat telekomunikasi kelas dunia. Terlebih lagi dengan didukung potensi pasar dalam negeri yang sangat besar serta sejumlah produsen komponen lokal yang cukup kompetitif.
Data yang diperoleh Kemenperin, saat ini terdapat 24 perusahaan manufaktur komponen produk ponsel dan tablet di dalam negeri. Sementara itu, berdasarkan laporan e-Marketer, pengguna aktif smartphone di Indonesia akan tumbuh dari 55 juta orang pada tahun 2015 menjadi 100 juta orang tahun 2018. Dengan jumlah tersebut, Indonesia akan menjadi negara dengan pengguna aktif smartphone terbesar keempat di dunia setelah China, India, dan Amerika.
Berikut beberapa upaya yang telah disiapkan dan dilakukan Kemenperin untuk menggenjot keberhasilan industri ponsel di tanah air :
Pertama, menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 29 Tahun 2017 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) Produk Telepon Seluler, Komputer Genggam, dan Komputer Tablet. Peraturan Menteri ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk lokal agar mampu berkompetisi dengan barang impor.
Kedua, berupaya mencegah dan mengurangi peredaran ponsel yang masuk ke Indonesia secara ilegal sehingga melindungi industri dan konsumen dalam negeri. Kemenperin sedang mengembangkan Device Identification, Registration, and Blocking System (DIRBS) untuk mendeteksi produk ponsel melalui verifikasi International Mobile Equipment Identity (IMEI). Data IMEI akan terkonsolidasi pada bulan April. Kemenperin telah bekerja sama dengan Qualcomm dan Global System for Mobile Communications Association (GSMA) untuk menyelesaikannya. Setelah DIRBS terpasang, Kemenperin akan bersinergi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Kementerian Perdagangan untuk menyiapkan peraturan-peraturan yang dibutuhkan dalam rangka mengontrol peredaran ponsel ilegal tersebut.
Ketiga, pengembangan kompetensi sumber daya manusia (SDM) melalui kemitraan pendidikan vokasi yang melibatkan para pelaku industri ponsel di dalam negeri dengan Sekolah Menengah Kejuruan yang ada di sekitar lokasi industri guna memudahkan penyerapan dan peningkatan kapasistas SDM yang dibutuhkan perusahaan.