Suatu waktu, sebuah tim di pabrik menemukan cara baru menata workstation mereka.
Tata letaknya berubah, waktu kerja berkurang, dan kepuasan operator meningkat.
Sementara itu, di lini seberang, tim lain masih bekerja dengan sistem lama.
Masih kesulitan mencari alat. Masih mengulang kesalahan yang sama.
Yang satu berkembang. Yang lain tertinggal.
Padahal mereka satu atap. Satu organisasi.
Dan itulah masalahnya: perbaikan yang tidak menular.
Sukses yang Terlalu Sempit
Dalam praktik Lean, kita terbiasa bicara soal efisiensi, problem solving, dan standardisasi.
Tapi ada satu aspek yang sering tertinggal: penyebaran pembelajaran.
Organisasi bisa sangat jago memperbaiki satu titik.
Tapi gagal membuat perbaikan itu bergerak ke seluruh sistem.
Perbaikan yang diam di tempat = potensi yang dibatasi.
Dan justru di sinilah yokoten dibutuhkan.
Yokoten Bukan Copy-Paste. Tapi Pembelajaran yang Hidup
Yokoten berasal dari kata Jepang yang berarti “berbagi secara menyeluruh.”
Tapi semangatnya bukan sekadar menyebarkan hasil.
Melainkan menyebarkan cara berpikir.
Yokoten terjadi saat:
- Satu tim mengundang tim lain untuk melihat langsung
- Dialog terjadi antara proses yang berbeda
- Adaptasi dilakukan, bukan sekadar peniruan
- Pemahaman prinsip diutamakan daripada bentuk hasil
Dan yang paling penting: yokoten tumbuh dari rasa saling hormat.
Bukan dari struktur formal. Tapi dari keinginan tulus untuk saling belajar.
Apa yang Membuat Yokoten Gagal?
Dalam pengalaman banyak organisasi, yokoten sering gagal karena:
- Satu pihak memaksakan “best practice”-nya tanpa mendengar
- Konteks lokal tidak diperhitungkan
- Pemimpin lebih fokus menyebar bentuk, bukan makna
Yang terjadi?
Alih-alih jadi inspirasi, yokoten jadi instruksi.
Alih-alih kolaborasi, yang muncul justru penolakan halus.
Pemimpin Lean Bukan Pengatur. Tapi Penyambung.
Pemimpin berperan bukan untuk memberi perintah “kalian harus ikut cara ini.”
Tapi menciptakan ekosistem di mana pembelajaran bisa berpindah, tumbuh, dan berkembang.
Mereka membuka ruang antar tim untuk:
- Berbagi kesulitan, bukan hanya keberhasilan
- Menanyakan “bagaimana kami bisa menyesuaikan?”
- Belajar dari konteks, bukan sekadar hasil akhir
Karena yang penting bukan siapa yang paling benar,
tapi bagaimana semua bisa tumbuh bersama.
Perbaikan tidak boleh eksklusif.
Ia harus inklusif, menular, dan terbuka.
Kalau tidak, Lean hanya akan hidup di titik-titik kecil, bukan dalam sistem besar.
Yokoten mengingatkan kita:
Perbaikan yang hebat bukan yang selesai sendiri.
Tapi yang mengajak proses lain ikut berkembang.
Dan dalam organisasi yang sehat, sukses tidak berhenti di satu tim saja.
Ia menyebar. Ia menyatu. Ia menjadi budaya.