TPM (Total Productive Maintenance) sebagai salah satu tool Lean Six Sigma, diterapkan dengan tujuan meningkatkan produktifitas dan inisiatif improvement di industri tambang

Studi Kasus: Aplikasi TPM pada Industri Tambang Batubara

TPM (Total Productive Maintenance) sebagai salah satu tool Lean Six Sigma, diterapkan dengan tujuan meningkatkan produktifitas dan inisiatif improvement di industri tambang, dalam kasus ini adalah batubara. Penerapannya dapat membantu:

  • Memaksimalkan Overal Equipment Effectiveness (OEE) melalui loss analysis.
  • Untuk menumbuhkan sense-of-ownership terhadap equipment di site area.
  • Untuk mendorong inisiatif Continuous Improvement dalam tubuh tim di site area dan tim cross-functional.

Secara singkat, TPM memiliki delapan pilar yang akan membentuk framework dalam area kerja yang didukung oleh TPM tersebut. Delapan pilar yang dimaksud meliputi:

  1. Fokus kepada pengembangan proses dan equipment.
  2. Operator Equipment Management.
  3. Maintenance excellence.
  4. Edukasi dan pelatihan.
  5. Manajemen keselamatan dan lingkungan.
  6. New Equipment Management.
  7. Process Quality Management.
  8. Pengembangan administrasi dan sistem support.

Lima pilar pertama adalah yang paling umum dipalikasikan dalam proses operasional dalam fase awal implementasi TPM. Sejalan dengan proses dan perkembangan situasi serta kebiasaan kerja, dan juga peningkatan efektifitas equipment, tiga pilar sisanya akan menyusul untuk menyempurnakan improvement outcome dalam proses operasional. Aplikasi lima pilar pertama TPM dalam industri tambang batubara akan dibahas dalam artikel ini.

Aplikasi TPM pada Industri Tambang Batubara

Seperti yang dijelaskan oleh J.C. Emery dalam publikasinya yang berjudul ‘Improving coal mining production performance through the application of Total Production Management’ (1998), ruang lingkup aplikasi TPM pada tambang batubara sangatlah luas. Kerasnya lingkungan operasional dari kebanyakan tambang batubara adalah penyebab utama munculnya berbagai macam cacat (defect). Namun paradigma dalam industri ini menganggap semua defect yang terjadi merupakan sesuatu yang tidak terhindarkan dalam lingkungan tersebut. Anggapan ini memicu hilangnya produktifitas yang disebabkan oleh:

  • Kegagalan mesin atau berhentinya proses karena terganggunya kinerja mesin, baik yang terekam maupun yang tidak terekam.
  • Mesin yang digunakan dalam operasional tambang atau dalam proses pencucian batubara menganggur ketika menunggu dalam waktu set-up, termasuk ketika menunggu ketersediaan mesin pendukung.
  • Output berkurang dan waste bertambah karena mesin atau proses operasional berada di bawah spesifikasi OEM.
Baca juga  Ikuti 5 Kaidah ini agar Problem Solvingmu Berhasil

Segala kehilangan yang terjadi dapat mengurangi moral pekerja karena frustrasi terhadap malfungsi dari equipment, yang dapat berujung kepada tingginya tingkat absensi, safety performance yang buruk, serta ketidaknyamanan operasional. Hal tersebut juga tentunya dapat menambah biaya operasional.

Framework TPM dalam operasional tambang batubara

Kerugian produksi yang diakibatkan oleh malfungsi equipment, seperti misalnya dragline atau sistem longwall face; atau dalam proses produksi dalam tambang, seperti armada truk dan shovel atau coal washing plant; dapat direpresentasikan dalam time related basis dengan diagram OEE yang menggambarkan hubungan antara ketersediaan waktu dengan efek dari loss yang terjadi, seperti pada gambar berikut:

Overall Equipment Effectiveness (OEE) adalah rasio dari value adding time setelah penghitungan semua losses, untuk menjadwalkan waktu produksi yang dijabarkan dalam presentase. Walaupun planned maintenance time termasuk dalam jadwal operasional dalam kegiatan operasional yang continued, namun dalam kegiatan operasional non-continued, aktifitas tersebut ditiadakan untuk menghilangkan mekanisme skipping planned maintenance dalam rangka meningkatkan OEE.

Pilar 1. Fokus kepada pengembangan proses dan equipment

Pilar yang pertama ini adalah starting point bagi penerapan TPM, yang terfokus kepada equipment dan proses yang penting secara strategis. Prosedur pengerjaannya melibatkan penetapan “current situation” dari rekaman losses yang terjadi atau melalui sampling, serta analisa dari losses yang telah teridentifikasi menggunakan pareto chart level 1, 2, atau 3. Solusi yang dilakukan adalah dengan mereduksi losses dan melakukan improvement melalui OEE oleh tim cross-functional dengan menggunakan root cause analysis (RCA) dan siklus PDCA (Plan-Do-Check-Act).

Setelah uji coba, perbaikan dalam pelaksanaan, dan implementasi solusi yang telah terbukti berhasil, masing-masing tim cross-functional dibubarkan. Tugas untuk mencapai keuntungan lebih lanjut dengan OEE, dengan teknik-teknik continuous improvement diterapkan pada proses dan equipment, diserahkan kepada tim yang relevan di areanya.

Baca juga  Belajar Inovasi dari Kesuksesan Icons K-Pop BTS

Pilar 2. Operator Equipment Management

Pilar ke-2 ini dijalankan untuk mencapai tenaga kerja yang self-managed dan equipment-competent. Pilar ini mengenai pemeliharaan equipment, dan memastikan bahwa equipment selalu terawat dan terpelihara (lubrikasi baik, tidak ada kontaminasi, tidak ada kelonggaran).

Tugas-tugas ini dilakukan oleh tim area-based yang terdiri atas operator dan mekanik bagi peralatan dan mesin dalam area proses. Tahapannya dapat dibagi menjadi:

  • Mengenali cacat pada equipment dan membuat perbaikan untuk mencapai ‘basic equipment conditions’.
  • Memahami fungsi dari masing-masing mesin dan peralatan untuk mencapai zero-breakdowns.
  • Memahami hubungan antara proses produksi dan basic equipment conditions untuk mencapai zero production-defects.
  • Mengatur area kerja sedemikian ruma untuk memenuhi target zero-accidents.

Tujuan dari proses ini adalah operator lapangan mampu melakukan perawatan dan perbaikan pada level yang lebih mudah. Dengan begitu staf maintenance dapat lebih fokus kepada tugas-tugas pemeliharaan yang lebih rumit.

Pilar 3. Maintenance excellence

Menciptakan area kerja yang ‘terbagi bersama operator’ membuat para maintenance di area tambang dapat bekerja lebih fokus kepada Maintenance Excellence untuk mendukung optimasi dan equipment management.

Kegiatan ini melibatkan aplikasi kepemimpinan, proses manajemen capability dan maintenance, bersama dengan perencanaan maintenance dan metodologi improvement seperti Reliability Centered Maintenance (RCM), Maintenance Process Redesign (MPR) dan benchmarking, untuk membawa maintenance management kepada level selanjutnya, dengan tujuan maintenance excellence.

Tanpa adanya pondasi berupa strategi maintenance management yang jelas dan terstruktur, yang didukung oleh level manajemen yang relevan, pengetahuan dasar, serta dukungan dari departemen SDM, pengenalan TPM hampir selalu gagal.

Pilar 4. Edukasi dan pelatihan

Implementasi dari pilar ke-4 ini akan mendukung penerapan 3 pilar sebelumnya, dan membutuhkan komitmen yang serius yang bertujuan untuk membentuk mindset dan memberikan skill baru yang dibutuhkan. TPM bisa jadi merupakan “cara kerja baru” bagi sebagian besar perusahaan, yang terfokus kepada pentingnya equipment management untuk mencapai operational excellence.

Baca juga  Inspirasi dari Lapangan: Pelajaran Operational Excellence dari Permainan Basket

Pilar 5. Manajemen keselamatan dan lingkungan

Pilar ini akan membawa perubahan kepada pendekatan behavioral dari pekerja dan juga membentuk lingkungan kerja yang aman melalui pengembangan ‘basic equipment condition state’ di area tambang.

Pada umumnya, delapan pilar TPM ini diaplikasikan dalam keseluruhan operasional melalui tiga area implementasi, yaitu Pengembangan OEE, Pengembangan Sistem Maintenance, dan Keefektifan Area Kerja.

Beberapa perusahaan tambang yang mengaplikasikan TPM antara lain Banpu, Boral Quarries, OZ Mineral Roseberry Mines, dan sebagainya.

Highlight:

Peningkatan produktifitas di industri tambang akan memberikan impact yang sangat signifikan berupa profit yang berlipat ganda. Hal ini disebabkan semakin banyak output yang dihasilkan, akan menambah komoditi yang akan diserap pasar sehingga menghasilkan lebih banyak income untuk perusahaan yang bersangkutan. Untuk meningkatkan produktifitas, digunakan tool TPM (Total Productive Maintenance) di perusahaan tambang. Ada lima aspek yang harus diperhatikan dalam menerapkan TPM di perusahaan tambang. Simak kelima aspek penting tersebut dalam artikel ini.

Simak juga: Lean Six Sigma di Industri Tambang