Untuk memahami TPM secara lebih baik, tidak ada salahnya jika kita coba telusuri sebuah contoh perjalanan program TPM yang telah dijalankan di berbagai perusahaan. Berikut adalah roadmap sederhana yang akan membantu anda memahami dan memulai implementasi TPM di area produksi. Bukan tidak mungkin, anda-pun bisa mendapatkan hasil TPM berkelas dunia.
Langkah 1 – Identifikasi Area Pilot
- Bagi perusahaan dengan pengalaman TPM atau sumber daya yang terbatas (baik staf internal atau konsultan eksternal), pilihan terbaik adalah mesin yang paling mudah “diperbaiki” (di-improve).
- Untuk perusahaan dengan pengalaman TPM dan sumber daya yang sedang hingga kuat, pilihan terbaik biasanya selalu pada mesin yang memiliki constraint/bottleneck. Kuncinya adalah meminimalkan potensi resiko dengan mengadakan stok barang tambahan (untuk menutupi kebutuhan ketika mesin tidak bisa diandalkan), atau memastikan down time (yang tidak diantisipasi) masih berada dalam batas toleransi.
- Biasanya tim punya kecenderungan untuk memilih mesih yang paling bermasalah. Namun sesungguhnya, seringkali pilihan tersebut bukan yang terbaik (kecuali jika mesin tersebut juga menjadi yang memiliki constraint/bottleneck).
Untuk menciptakan dasar yang luas bagi proyek TPM, pastikan anda menyertakan seluruh karyawan dari segala lapisan yang terlibat (operator, staf maintenance, dan manajer) dalam proses seleksi. Setelah itu, tim harus bekerja untuk membuat konsensus dalam kelompok untuk menentukan pilihan mesin.
Ketika area pilot telah ditentukan, buatlah sebuah fokus visual bagi proyek (misalnya project board) yang menampilkan perencanaan dan perkembangan proyek.
Langkah 2 – Kembalikan Mesin kepada Kondisi Operasi Prima
Pada langkah ini, mesin akan dibersihkan dan disiapkan untuk meningkatkan operasi. Dua kunci TPM akan diperkenalkan, yaitu 5S dan Autonomous Maintenance.
Pertama, program 5S harus dilakukan dan program ini melibatkan operator mesin serta staf maintenance:
- Ambil foto peralatan pada kondisi awal (sebelum program berjalan) dan tempel di project board (semacam mading yang memungkinkan semua orang melihat perkembangan proyek).
- Bersihkan area dari puing, alat-alat dan komponen yang tidak terpakai, dan barang lain yang tidak dibutuhkan.
- Organisir perkakas dan komponen dengan menggunakan shadow board (papan atau tempat penyimpanan dengan garis/bayangan yang menunjukkan bentuk alat untuk memudahkan secara visual).
- Bersihkan mesin dan area sekitarnya dengan teliti; pastikan tidak ada noda-noda oli dan cairan lainnya.
- Ambil foto yang menggambarkan keadaan mesin dan area kerja setelah 5S dan tempelkan di project board.
- Buat Checklist 5S untuk area tersebut (membuat standardized work untuk proses 5S).
- Jadwalkan audit secara periodik (harian, lalu mingguan) untuk memastikan Checklist 5S dijalankan dengan tertib. Selama audit, lakukan pembaruan terhadap checklist untuk membuatnya tetap relevan. Jaga agar aktivitas audit tetap positif dan memotivasi.
Langkah 3 – Mulailah Menghitung OEE
Pada langkah ini, sebuah sistem digunakan untuk mengetahui nilai OEE dari mesin yang diinspeksi. Sistem ini dapat berupa sistem manual (perhitungan OEE secara manual, menggunakan rumus) atau sistem otomatis seperti XL Productivity Appliance™ dari Vorne (kunjungi laman www.ftx.asia). Sistem manapun yang anda pilih harus melingkupi tracking code untuk mengetahui penyebab down time.
Bagi sebagian besar mesin, kerugian terbesar akan terjadi akibat down time. Karena itulah, sangat disarankan untuk membuat kategori untuk setiap kejadian down time agar mendapat gambaran yang jelas mengenai titik-titik dimana produktivitas melemah. Disarankan juga untuk menyertakan kategori bagi down time yang “tak teralokasi” (misalnya: down time yang tidak diketahui penyebabnya). Membuat kategori untuk down time yang tak teralokasi khususnya sangat penting untuk menunjang perhitungan OEE secara manual. Manfaatnya antara lain meningkatkan akurasi dengan menyediakan opsi-opsi aman bagi operator ketika penyebab down time tidak diketahui dengan pasti.
Data yang dibutuhkan untuk menghitung OEE harus dikumpulkan paling tidak selama 2 minggu untuk mengidentifikasi penyebab-penyebab down time yang berulang. Selain itu, juga untuk mengidentifikasi dampak dari small stops dan slow cycles. Tinjaulah data dari setiap shift untuk memastikan akurasinya, dan untuk memastikan penyebab down time yang sebenarnya telah diketahui.
Langkah 4 – Menanggulangi Major Losses
Pada langkah ini, penyebab kehilangan produktivitas yang paling signifikan mulai ditanggulangi. Konsep TPM berupa Kaizen (atau Focused Improvement) diperkenalkan.
- Berbasis kepada OEE yang berbasis mesin dan data down time, tentukan satu major loss yang akan ditanggulangi. Dalam banyak kasus, major loss yang dipilih adalah yang menjadi penyebab utama down time.
- Bentuk tim lintas fungsi untuk menanggulangi masalah. Tim ini akan beranggootakan empat hingga enam karyawan dari fungsi operator, maintenance, dan para supervisor. Tim harus dibekali dengan pengetahuan yang mendalam mengenai mesin, dan memiliki pengalaman yang cukup. Pastikan tim ini solid.
- Kumpulkan informasi mendetail mengenai simptom masalah, termasuk observasi, bukti fisik, dan bukti foto. Pertimbangkan untuk menggunakan diagram tulang ikan (Ishikawa Diagram) terhadap mesin untuk mengumpulkan observasi.
- Adakan sebuah sesi problem solving yang terstruktur untuk: (a) Mengidentifikasi penyebab masalah yang mungkin, (b) Mengevaluasi penyebab masalah yang mungkin terhadap informasi yang dikumpulkan, (c) Mengidentifikasi tindakan perbaikan yang paling efektif.
- Jadwalkan down time untuk melakukan tindakan perbaikan yang telah disepakati. Jika ada proses change control, pastikan untuk mengutilisasi proses tersebut ketika melakukan tindakan perbaikan.
- Setelah perbaikan selesai dilakukan, jalankan produksi untuk melihat efektifitas perbaikan dalam jangka waktu yang relevan. Jika cukup efektif, dokumentasikan setiap perubahan dalam prosedur dan beralihlah untuk memperbaiki major loss Jika kurang efektif, kumpulkan informasi tambahan dan adakanlah kembali sesi problem solving.
Selama langkah ini dijalankan, data OEE harus tetap ditinjau dengan cermat di setiap shift untuk memonitor status losses yang telah diperbaiki, dan juga untuk memonitor keseluruhan perbaikan produktivitas.
Langkah 5 – Perkenalkan Teknik Proactive Maintenance
Pada langkah ini, teknik-teknik proactive maintenance diintegrasikan dengan program maintenance sambil memperkenalkan konsep TPM, yaitu Planned Maintenance. Pertama, identifikasi semua komponen yang menjadi kandidat proactive maintenance. Kedua, tentukan interval awal untuk proactive maintenance. Selanjutnya, ciptakan sistem umpan balik untuk mengoptimasi interval maintenance.
HASIL PERBAIKAN YANG BERTAHAN LAMA
Salah satu tantangan terberat bagi perusahaan manapun, besar atau kecil, ketika melakukan perbaikan adalah menjaga hasil perbaikan tetap bermanfaat dan bertahan lama. Perusahaan harus bisa meraih kesuksesan jangka pendek, sekaligus mempertahankan kesuksesan tersebut dalam waktu selama mungkin. Ada empat teknik yang bisa membantu anda untuk melakukannya:
- Melibatkan Karyawan
- Sukses Lebih Awal
- Kepemimpinan yang Aktif
- Mengembangkan Inisiatif
Keterlibatan karyawan adalah faktor yang sangat penting untuk memastikan kesuksesan jangka pendek dan jangka panjang. Kepemimpinan yang aktif adalah salah satu tanggung jawab utama dari manajemen senior (termasuk Plant Manager).
Mengembangkan inisiatif dengan mengaplikasikan teknik-teknik continuous improvement akan mencegah inisiatif perbaikan menjadi basi dan karyawan cepat puas. Tujuannya adalah tetap menjaga semangat dan menjadikan inisiatif tetap menarik untuk dilakukan.***
Sumber: leanblog.org yang dikembangkan oleh Vorne Industries.