“Namun yang tidak disangka, para peserta yang kebanyakan hanyalah pemain “belakang panggung”, pekerja dapur dan di pesawat yang hampir tidak pernah tampil di depan umum, memiliki level confidence yang sangat baik.”
Kali ini, Shift kembali memperoleh kesempatan khusus untuk mengobrol langsung dengan Budi Santoso, Direktur Human Capital Aerofood ACS dan berkorespodensi dengan Angga Prawira Kusuma, Ketua Konferensi AKSI-FSS 2015. Pasalnya beberapa waktu lalu, tepatnya pada 15-16 Desember 2015 Aerofood ACS kembali menggelar program kompetisi di lingkungan internal Aerofood ACS – Ajang Kreativitas dan Solusi Inovatif Forum Satu Saya atau yang biasa disebut AKSI-FSS.
Menurut Budi program AKSI-FSS merupakan salah satu upaya yang dilakukan perusahaan dalam membangun budaya perusahaan yang berbasis pada peningkatan berkelanjutan (continuous improvement).
“Aerofood ACS melakukan beragam upaya demi terwujudnya transformasi bisnis. Salah satunya adalah dengan dibentuknya Forum Satu Saya (FSS) sebagai metode improvement process di lingkungan Aerofood ACS,” jelas Budi yang ditemui Shift beberapa waktu lalu di kantor Aerofood ACS di kawasan Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang.
Untuk itu, AKSI-FSS kali ini menganggkat tema “Continuous Improvement is Never Ending Process”, dengan kata Continuous dan Never Ending menjadi kata kunci dalam upaya perbaikan yang dilakukan secara terus-menerus.
“Tema ini kami pilih sesuai dengan semangat kampanye transformasi continuous improvement yang sampai saat ini masih terus dilakukan, dengan harapan dapat memberikan pemahaman dan semangat perbaikan yang berkelanjutan bagi seluruh insan Aerofood ACS sehingga semangat Continuous Improvement dapat terus membudaya,” tambah Angga.
AKSI–FSS Sebagai Sarana Transformasi Budaya Perusahaan
Aerofood ACS melakukan beragam upaya untuk transformasi, salah satunya adalah dengan dibentuknya Forum Satu Saya (FSS) sebagai metode improvement process di lingkungan Aerofood ACS. Transformasi ini berfokus pada Sumber Daya Manusia di lingkup kerja Aerofood. Menurut Budi sebanyak 70 persen dari total karyawan Aerofood telah bekerja selama lebih dari 20 tahun, sehingga hal ini menjadi kekhawatiran tersendiri bagi perusahaan. “Satu hal yang sulit adalah bagaimana mengubah pola pikir karyawan yang dependent atau bergantung kepada yang lain, dan terbiasa dengan solusi jangka pendek,” kata Budi.
AKSI–FSS merupakan suatu program kompetisi tim yang diikuti oleh semua karyawan yang berada di level Supervisor dan Head Section di Aerofood ACS. AKSI–FSS kali ini lanjut Budi adalah kompetisi kedua yang diadakan Aerofood setelah AKSI–FSS pertama tahun 2014 lalu untuk menemukan kembali kreativitas dan inovasi baru dari semua karyawan dalam mengatasi hambatan dari setiap divisi. “Sejak pertama kali diadakan, AKSI–FSS selalu mendapatkan antusiasme dan semangat yang tinggi dari semua karyawan Aerofood.”
Program AKSI FSS ini dimulai sebagai program inisiatif yang dikembangkan dari hasil workshop transformation yang diadakan pada akhir 2013. Program inilah yang menjadi tahapan awal dalam memupuk budaya Continuous Improvement di lingkungan Aerofood ACS. “Kami memiliki tiga rencana improvement strategy, dan AKSI-FSS adalah tahap paling dasar dari rencana tersebut.”
Hasil yang Tak Terduga
Berbeda dari tahun sebelumnya, AKSI – FSS tahun ini mengalami kenaikan jumlah peserta tim yang berpartisipasi. Tahun 2014 jumlah peserta mencapai 24 tim dari seluruh Indonesia yang berkompetisi dari tahap semifinal yang kemudian menghasilkan 8 tim terbaik untuk diseleksi kembali pada tahap final untuk menentukan tiga juara terbaik. Sedangkan untuk tahun ini, jumlah peserta yang berpartisipasi bertambah hampir dua kali lipat, yaitu sebanyak 44 tim dengan berbagai ide improvement.
“Sebelum maju hingga tingkat konferensi nasional ACS, seluruh tim telah mendapatkan bimbingan dari manajemen dan juga tim Operational Excellence melalui kegiatan couching. Seluruh tim ini kemudian disaring melalui tahapan pra kualifikasi di unit masing-masing, sehingga terpilih total 13 tim terbaik dari seluruh unit untuk maju ke tahapan konferensi AKSI – FSS tingkat nasional,” papar Angga.
Setelah dibentuk tim yang terdiri dari 4 orang dan melakukan registrasi, semua tim yang lolos dalam tahap semifinal masuk dalam tahap implementasi, dimana tim melakukan proses-proses improvement dengan berdasarkan 8 langkah PDCA dan 7 tools improvement. “Tim kemudian meneruskan dalam tahap kompetisi. Kompetisi ini dibagi dalam dua tingkatan, yaitu kompetisi tingkat unit bisnis dan kompetisi tingkat nasional.”
Di tingkat unit bisnis, lanjut Angga akan dipilih tim dengan improvement terbaik guna mewakili unit bisnis tersebut di tingkat nasional, sementara di tingkat korporat, dipilih tim improvement terbaik yang akan berkompetisi di luar mewakili Aerofood ACS.
Angga menjelaskan ada kriteria tersendiri yang digunakan oleh para juri yang menjadi aspek utama dalam menentukan pemenang kompetisi proyek AKSI–FSS tahun 2015 ini. “Kriteria penilaian dalam kompetisi AKSI–FSS didasarkan pada dua hal, yaitu berdasarkan delapan langkah siklus PDCA-Plan, Do, Check, Action yang masing-masing poin memiliki bobot 20%, dan sisanya kamampuan penyampaian presentasi.”
Selain itu menurut Angga, yang membedakan AKSI-FSS tahun lalu dengan tahun ini disamping jumlah peserta tim yang meningkat juga feedback yang berasal dari penilaian para juri terhadap peserta. Dari feedback hasil couching yang diterima oleh dewan juri, disimpulkan bahwa terdapat penurunan pada sisi kualitas pada AKSI–FSS tahun 2015 ini, yaitu kurangnya penggunaan improvement tool.
“Penggunaan improvement tool memang kurang, sehingga menghasilkan analytical thinking yang kurang tajam. Namun yang tidak disangka, para peserta tim yang kebanyakan hanyalah pemain “belakang panggung”, pekerja dapur dan di pesawat yang hampir tidak pernah tampil di depan umum, memiliki level confidence yang sangat baik.”
Senada dengan Angga, Budi pun mengakui tingkat confidence yang tinggi dari para peserta AKSI-FSS 2015 menjadi kebanggaan tersendiri bagi pihak manajemen Aerofood ACS. “Confidence level merupakan sesuatu yang mahal untuk kita. Mereka yang terbiasa meladeni kita, bisa jadi canggung di depan umum. Namun mereka tidak memiliki unsur gugup ketika berbicara di depan forum, dan itulah yang membuat kita terenyuh.”
Menurut Budi merupakan suatu tugas dan tantangan yang besar bagi organisasi dalam membangun budaya perusahaan dengan memulai perbaikan dari hal yang mendasar. “Sifat ketergantungan pada satu orang hebat menjadi bergantung pada tim yang hebat, itu salah satu tantangan yang cukup berat menurut saya.” Untuk itu Budi berharap, AKSI–FSS yang dilakukan Aerofood mampu menjadi ‘kendaraan’ untuk melakukan transformasi yang berawal dari akar rumput. “Karena banyak organisasi yang hanya terfokus pada level middle up dan bukan pada level bawah. Padahal, ‘The Origin of Improvement’ terjadi di lapangan dan bukan pada level middle up,” tutup Budi.***RR/YR