Siapa yang saat ini tidak kenal AirAsia, 3 tahun berturut-turut maskapai ini memperoleh penghargaan Best Low Cost Carrier menurut Skytrax. AirAsia dikenal di Indonesia lewat model bisnis low-cost-carrier (LCC). Mereka mampu memberikan tarif rendah kepada pelanggannya dengan tetap menjaga kualitas pelayanan, safety (keselamatan dan keamanan), on-time-performance, dan tentu saja profitability!

Menurut AirAsia, kunci untuk memberikan tarif rendah adalah secara konsisten menjaga biaya rendah. Mencapai biaya rendah membutuhkan efisiensi yang tinggi dalam setiap bagian dari bisnis dan menjaga kesederhanaan. Kompleksitas adalah momok efisiensi.

Dari pemaparan AirAsia, model bisnis LCC adalah sebagai berikut:

1. Utilisasi Pesawat yang Tinggi

Pesawat harus terbang sebanyak mungkin, penerbangan pertama dimulai sepagi mungkin dimana jadwal tersebut masih feasible secara komersial dan penerbangan terakhir biasanya berakhir pada tengah malam. Turnaround yang cepat adalah penting untuk memastikan waktu yang dihabiskan di bandara dapat minimal – maskapai penerbangan menghasilkan uang ketika pesawat tersebut terbang, bukan ketika pesawat diparkir. Turnaround time pesawat AirAsia adalah 25 menit; bandingkan dengan 1 jam untuk Full Service Carriers (FSC). Rata-rata utilisasi per pesawat AirAsia adalah 12 jam per hari, FSC sekitar 8 jam per hari.

2. Tidak Ada Embel-Embel Lain

Bisnis yang mendasari LCC adalah untuk mendapatkan seseorang dari titik A ke titik B. Segala sesuatu yang lain dianggap barang mewah atau “embel-embel”, yang dapat diperoleh dengan biaya tambahan. Beberapa hal yang telah dilakukan AirAsia adalah:

  • Tidak ada makanan gratis & minuman. Penumpang dipersilahkan untuk membeli makanan dan minuman dengan harga terjangkau dari awak kabin.
  • Tidak ada tiket penerbangan. Lebih mudah bagi pelanggan, tidak perlu khawatir tentang membawa tiket sebelum melakukan perjalanan, ini juga lebih efisiensi untuk perusahaan penerbangan (tidak ada lagi biaya kertas, print, dan distribusi).
  • Tidak ada pengembalian uang. Airlines membuang banyak uang ketika penumpang tidak muncul untuk penerbangan karena pengembalian uang dan penjadwalan ulang. Apakah penumpang datang atau tidak, biaya penerbangan sama. LCC “tak kenal ampun” untuk penumpang yang tidak tiba di bandara tepat waktu dan mereka tidak menawarkan pengembalian uang untuk penerbangan yang kita batalkan mendadak.
  • Tidak ada program loyalitas. AirAsia percaya bahwa pelanggan setia kepada tarif rendah mereka, jadi tidak ada yang membutuhkan mil dari program frequent flyer.

3. Merampingkan Operasi

Proses yang sederhana mungkin merupakan kunci dari LCC berhasil.
Satu jenis pesawat. Pilot, pramugari, mekanik untuk satu jenis pesawat, yang berarti, antara lain, bahwa tidak ada kebutuhan untuk pelatihan bagi staf hanya untuk mempertahankan pengetahuan dan skill staf untuk berbagai jenis pesawat, untuk pengetahuan dan keterampilan untuk mengoperasikan dan memelihara berbagai jenis pesawat dengan karakteristik yang berbeda-beda.
Satu kelas penumpang dan tempat duduk. Hanya ada satu kelas tempat duduk, yaitu kelas satu. Jika Anda ingin memiliki hak istimewa untuk memilih kursi Anda, Anda dapat dengan membeli opsi ini pada saat pembelian tiket.
Standar Operasional Prosedur. SOP penting untuk menjamin tingkat kompetensi yang sama antara semua staf. Dengan cara ini AirAsia dapat menjamin keseragaman layanan di seluruh perusahaan.

4. Fasilitas Dasar

Bandara Sekunder (Secondary). Low cost carrier sebagian besar terbang ke dan dari bandara yang belum tentu paling sibuk, misalnya, London – Stanstead daripada London – Heathrow. Ini sering disebut sebagai bandara sekunder. Operasi dari bandara sekunder lebih murah daripada dari bandara utama yang lebih besar. Bandara sekunder banyak yang kurang padat dan “turnaround time” untuk pesawat lebih pendek. Misalnya, untuk meminimalkan biaya, AirAsia terbang ke Clark yang 70 km jauhnya dari Manila dibandingkan terbang ke bandara Ninoy Aquino, Manila.

Tidak ada pula fasilitas business-lounge yang memakan biaya besar, yang sebenarnya dibebankan kembali ke penumpang.

5. Titik ke titik jaringan

Jaringan titik ke titik (point-to-point). LCC menggunakan jaringan point-to-point sederhana. Hampir semua penerbangan AirAsia adalah jarak pendek (3 jam penerbangan atau kurang). Tidak ada kompleksitas pengaturan antar penerbangan ataupun dengan perusahaan penerbangan lain untuk connecting-flight, apalagi biaya dan waktu yang terbuang untuk memindahkan satu bagasi dari satu penerbangan ke penerbangan lain.

6. Sistem Distribusi Lean

Sangat sering, FSC bergantung pada agen perjalanan dan dari kantor penjualan mewah mereka dalam proses penjualan dan distribusi tiket. Tidak hanya itu, FSC selalu merasakan beban biaya akibat rumitnya saluran distribusi dimana mereka harus mengintegrasikan sistem mereka dengan beberapa sistem distribusi global. LCC akan menjaga agar saluran distribusi mereka sesederhana mungkin. Sebagai contoh, AirAsia bisa melayani wisatawan Eropa yang paling canggih melalui internet. Dan pada saat yang sama, AirAsia memiliki sistem untuk menjual tiket ke lokasi yang paling terpencil dan tanpa teknologi, seperti di Myanmar.

Penjualan Internet. Sebagian besar dari penjualan (± 65%) dilakukan melalui situs web maskapai penerbangan, dimana tarif dibayar menggunakan kartu kredit. Ini adalah biaya distribusi saluran yang paling efektif.

Kantor penjualan. AirAsia hanya memiliki beberapa kantor penjualan. Lebih jauh lagi, AirAsia tidak terpaku harus memiliki kantor penjualan di area kota yang mewah.

Agen Perjalanan. LCC menghindari ketergantungan untuk penjualan melalui agen perjalanan. Ini berarti bahwa mereka tidak perlu membayar komisi kepada agen perjalanan. Juga, karena mereka tidak menggunakan agen perjalanan, mereka tidak perlu menggunakan sistem reservasi global yang kompleks dan dengan demikian menghemat biaya, yang lagi-lagi tercermin dalam harga mereka.

Call center. Penjualan tiket dapat dilakukan melalui telepon, ini adalah metode sederhana dan efisien.
Itulah model bisnis LCC, dengan konsisten menjalankannya dan dengan tetap menghindari kompleksitas berlebih, mereka mampu memberikan tarif rendah kepada pelanggannya dengan tetap menjaga kualitas pelayanan, safety, on-time-performance, dan tentu saja profitability!