Oleh: Suwandi

Backup itu penting dan wajib dilakukan setiap hari!”
Saya rasa itu common sense dan best practice! Dua menit setelah memberikan statement tersebut, saya baru mengetahui bahwa istri saya tidak melakukan backup. Saya kemudian bertanya secara investigatif mengapa hal sederhana namun penting tersebut tidak dilakukannya. Saya hampir tidak percaya, dari sampling yang melibatkan dua orang, yaitu saya dan istri saya, ternyata hanya 50% yang melakukan backup rutin.

Kemudian, saya bertanya kepada beberapa rekan kantor lain, statistiknya mengerikan karena sebagian besar rekan saya tidak melakukan back-up rutin. Pertanyaannya adalah WHY?

Setelah membaca beberapa artikel mengenai backup dan behavior, sedikit banyak ada gambaran mengapa kita tidak melakukan backup. Apakah karena malas?

1.  Salah satu penjelasan logis adalah karena sebagian besar dari kita adalah awam mengenai komputer dan data. Dan kemudian memiliki ‘kepercayaan’ bahwa sistem akan berjalan baik-baik saja. Kondisi fail seperti bukanlah salah satu skenario yang bisa terjadi. Padahal, seperti kata Murphy, “If things can fail, they will“.

2. Penjelasan lain adalah karena sebagian merasa sudah melakukan backup. Definisi backup antara satu orang dengan orang lain ternyata berbeda. Misalnya ada yang melakukan backup secara otomatis di laptop masing-masing dari satu partisi ke partisi lain. Tapi, bagaimana jika laptopnya hilang? Sebagian lagi merasa bahwa dengan secara rutin melakukan backup ke harddisk eksternal maka backup sudah dilakukan setelah efektif, tapi saya kemudian menemukan dia menyimpan harddisk tersebut di kamar yang sama dan bahkan di tas laptop yang sama. Lantai bagaimana jika terjadi banjir atau bencana lain?

3. Alasan lain yang juga logis selain tidak paham adalah memilih untuk tidak melakukannya. Mungkin karena tidak tahu caranya dan malas bertanya, atau juga mungkin karena merasa bahwa jika sampai datanya hilang, artinya memang tidak jodoh 😀

Baca juga  Membangun Budaya Inovasi untuk Ciptakan Keunggulan Bisnis 

4. Alasan lain lagi adalah karena malas. Mungkin karena ia belum menemukan sistem yang otomatis secara reguler melakukan backup rutin.

[cpm_adm id=”10097″ show_desc=”no” size=”medium” align=”right”]

Mengapa Paranoid itu Baik?
Ada banyak alasan lain kenapa backup tidak dilakukan. Yang menarik dari sudut pandang saya adalah bahwa hal sederhana dan krusial seperti ini, ternyata cukup sering tidak dilakukan. Apa yang menurut kita common sense, belum tentu common practice. Apa yang menurut kita, ‘pastilah operator saya tidak meloloskan produk reject ke proses berikutnya’, ‘kalau ada permintaan perbaikan mesin, pastilah tim maintenance akan lakukan perbaikan sesegera mungkin’, ‘kalau ada sales lead, pastilah tim sales saya secara agresif mencoba melakukan closing’.

Oh ya, jika Anda bertanya, saya ‘cukup’ paranoid soal backup, karena pengalaman kehilangan data secara total beberapa kali. Ya, beberapa kali hingga akhirnya jera. 🙂