Di pusat distribusi paket FedEx di lower Manhattan, New York, diantara barisan forklift, troli dan konveyor yang mendistibusikan ribuan paket yang siap dikirim setiap harinya, terlihat 10 unit kendaraan yang berbeda dari kendaraan biasa. Kendaraan tersebut adalah truk pengiriman baru milik FedEx, yaitu truk bertenaga listrik.
Kendaraan-kendaraan ini masih menjadi obyek uji coba FedEx, Universitas Columbia, dan General Electric. Ide yang melatar-belakangi inisiatif penggantian kendaraan adalah niat FedEx yang ingin mensubstitusi kendaraan yang menggunakan BBM, menjadi kendaraan yang dijalankan dengan listrik. Menurut manajemen perusahaan logistik ini, jasa pengiriman domestik harus menjalankan cara-cara yang nyaman dan efektif untuk menghemat biaya.
Seperti yang dilansir dari Bloomberg, FedEx diam-diam telah ‘mencelupkan jemari kakinya’ ke opsi-opsi yang melibatkan kendaraan elektrik (electric vehicle) atau EV, sejak mereka menambah beberapa truk untuk melengkapi area pengiriman di London pada tahun 2008 lalu. Saat ini perusahaan tersebut telah mengoperasikan 43 EV. Di AS, kendaraan jenis elektrik ini dapat ditemukan di Los Angeles, Chicago, dan New York.
FedEx bukanlah perusahaan pertama yang menggunakan kendaraan elektrik. UPS sebelumnya telah menggunakan 29 unit EV, dan Frito-Lay (anak perusahaan PepsiCo), memiliki 176 truk elektrik untuk mengangkut keripik kentang dan produk lainnya ke toko-toko di AS dan Kanada. Ketiga perusahaan yang menggunakan EV ini sama-sama berada di bawah naungan Obama administration’s National Clean Fleets Partnership. Namun EV yang dikembangkan di FedEx termasuk spesial, karena merupakan salah satu percobaan yang penting.
Di pusat distribusi di Chacago, FedEx tengah menguji beberapa kendaraan yang berbeda, yang dirancang oleh perusahaan yang berbeda, untuk menemukan jenis yang paling efisien dan reliable untuk penggunakan skala besar di wilayah domestik. Di New York, pertanyaan yang muncul berkaitan dengan jaringan listrik yang tersedia di kota tersebut.
“Saya percaya kendaraan elektrik merupakan solusi untuk masalah energi dan polusi kita. Tapi jika melihat tatanan kota yang paling umum saat ini, jika perusahaan seperti FedEx memakainya (kendaraan elektrik), maka masalahnya terletak pada birokrasi,” ungkap Keshav Sondhi, Global Vehicle Manager FedEx.
Dengan kata lain, Anda tidak bisa hanya menginstal soket elektrik, berinvestasi dalam pemasangan kabel, dan menyetel kendaraan. Kekuatan listrik yang terpakai akan terlalu besar. Baik FedEx maupun perusahaan listrik belum tahu bagaimana lonjakan pemakaian listrik yang demikian besar akan mempengaruhi jaringan listrik kota.
Masalahnya, kata Sondhi, setiap truk membutuhkan energi yang setara dengan yang dibutuhkan oleh sebuah rumah ukuran sedang di pinggir kota. Jika FedEx berniat menggunakan seluruh armada elektriknya___katakanlah 100 – 200 truk elektrik___ketika energi setiap kendaraan diisi ulang, kebutuhan listriknya akan setara dengan satu komplek perumahan kecil. Walaupun kendaraan bisa menempuh jarak 100 mil sekali charge (dan dapat mengangkut paket seberat 1500 kg), lamanya isi ulang jika energi habis memerlukan waktu 8 jam.
‘Jika Anda mengisi ulang seluruh kendaraan secara bersamaan, sistem akan overload dan akan terjadi blackout,” kata Leon Wu, peneliti Columbia University’s Center for Computational Learning Systems, yang bekerjasama dengan FedEx di proyek ini. “Transformernya kemungkinan besar juga akan meledak.”
Namun tidak seperti perumahan, kendaraan tidak memerlukan konsumsi listrik yang konstan. Mungkin pengisian ulang dapat dilakukan sebagian-sebagian. Wu dan tim risetnya tengah menganalisa data dari truk dan charger yang dibuat oleh GE tersebut untuk menemukan solusi. GE sendiri telah memasang pengukur elektrik untuk memantau aliran energi keluar masuk kendaraan.
“Kami ingin mengetahui seberapa besar arus listrik yang mengalir ke charging station, seberapa besar yang mengalir ketika truk diisi ulang, berapa kali perjalanan (arus listrik) dapat dilakukan, dan berapa jauh jarak yang bisa ditempuh___pokoknya semua yang berhubungan dengan parameter elektrik yang ada pada kendaraan semacam ini,” kata Matt Nielsen, kepala peneliti dari GE Global Research yang bertanggungjawab untuk proyek. “Kami sedang mencoba untuk mengambil data dari beragam sumber.”
Dua truk listrik FedEx berharga dua atau tiga kali dari kendaraan biasa yang menggunakan BBM. Namun perusahaan tersebut melaporkan bahwa dengan truk listrik mereka mampu menghemat biaya operasional sebanyak 75% per mil jika dibandingkan dengan kendaraan biasa. Menurut Lamar Wilkinsin, salah satu pengemudi truk FedEx, kendaraan listrik yang bentuk fisiknya futuristik itu terus ‘menatap’nya melontarkan pertanyaan-pertanyaan selama ia menyetir di sepanjang lower Manhattan___tempat yang sama dimana taksi elektrik pertama didunia beroperasi pada tahun 1897.
Apapun hasilnya, eksperimen FedEx akan terus dipantau. Sondhi berkata bahwa ia telah didekati oleh Departemen Pertahanan yang mungkin tertarik untuk belajar mengenai cara merakit basis untuk mobil elektrik.
Bahkan perusahaan yang berpengalaman dengan EV seperti Frito-Lay dapat belajar satu-dua hal; saat ini Frito-Lay hanya memiliki kurang dari 20 unit EV dalam 1 gudang, dan kadang harus bekerjasama dengan perusahaan utility untuk menyuplai lebih banyak energi.
Eksperimen pengisian ulang kendaraan listrik di FedEx akan berakhir pada tahun 2013. Perusahaan itu akan mempertimbangkan pilihan untuk mengintensifikasi penggunakan EV. Hal ini sangat diharapkan oleh pengemudi seperti Wilkinsin. Ia telah menyupir truk pengantar paket FedEx selama 16 tahun, dan menurutnya EV adalah kendaraan terbaik milik perusahaan yang pernah dikendarainya. Menurutnya, kendaraan tersebut memiliki radius putar yang lebih ketat, dan suara mesin yang nyaris tak terdengar membuat shift pengiriman yang dijalaninya menjadi lebih menyenangkan. “Saya berusaha mendahului yang lain (untuk memakai EV),” katanya. “Tapi mobil-mobil itu begitu populernya dan hanya tersedia 10 unit. Kadang pengemudi lain sudah mendahului saya. Saya berusaha untuk tidak mengeluh ketika membawa truk tua yang biasa.”
Sumber: Bloomberg