Dalam sebuah perusahaan, tahukah Anda di mana letak keborosan yang paling banyak terjadi selain pada area produksi? Procurement! Bagaimana bisa terjadi? Lebih penting lagi, bagaimana bisa menghematnya?
“Less is more.” Sebuah moto yang berarti semakin sedikit, semakin baik. Prinsip ini juga harus kita terapkan dalam bisnis. Karena semakin sedikit biaya yang terbuang dalam bisnis, semakin banyak keuntungan yang didapat.
Namun tak dapat dipungkiri, dalam kondisi pasar yang tidak menentu dan terus berubah seperti saat ini, tidak ada perkiraan yang selalu tepat sasaran. Akibatnya, terdapat aktivitas yang sebetulnya tidak memberikan nilai tambah pada perusahaan, alias pemborosan.
Tak terkecuali aktivitas di area Procurement, yang masih termasuk dalam lingkup manajemen supply chain. Procurement berperan sebagai penyedia kebutuhan, seperti bahan mentah dan part setiap kali dibutuhkan. Tetapi fluktuasi pasar yang sulit diprediksi seringkali membuat aktivitas pembelian bahan baku dan part menjadi tak teratur.
[cpm_adm id=”10097″ show_desc=”no” size=”medium” align=”right”]
Ada saat-saat yang paling menantang bagi bagian Procurement:
- Saat bagian Procurement membeli barang berlebih, yang pada akhirnya menumpuk di gudang
- Saat Procurement tidak mampu menyediakan pasokan bahan baku setiap saat dibutuhkan
- Saat para pemasok bermasalah dan mencari pemasok lain akan menimbulkan masalah baru dalam proses pembelian
Pernahkah Procurement Anda mengalami salah satunya? Atau bahkan ketiganya? Bayangkan berapa biaya yang harus keluar percuma untuk ini, dan berapa kali kebocoran ini sudah terjadi. Andai saja metode Lean diimplementasikan di sini, Anda tak harus mengalami kebocoran biaya yang dampaknya tidak sedikit ini.
Mengenal Metode Lean
Lean adalah sebuah metode perampingan proses yang awalnya diterapkan pada perusahaan manufaktur. Baik untuk proses manufaktur, transaksional, dan proses lainnya. Fokus Lean adalah mengurangi waste dalam proses produksi untuk meningkatkan kualitas, sehingga pelanggan bisa merasakan nilai tambah dari pembelian suatu produk.
Dengan segala manfaat yang ditawarkan Lean, metode perbaikan proses inipun banyak diadopsi oleh berbagai perusahaan belakangan ini. Banyak perusahaan telah menyadari dan membuktikan manfaat implementasi Lean yang berhasil, khususnya berupa peningkatan proses bisnis. Bukti konkret yang dirasakan berupa pengurangan cycle time, penghematan biaya, peningkatan kualitas produk, dan pada akhirnya, kepuasan pelanggan.
Karena lahir di industri manufaktur, Lean dianggap hanya sesuai untuk lingkungan manufaktur saja. Namun karena efektivitasnya sangat signifikan, seiring berjalannya waktu, Lean mulai diadaptasi di berbagai lingkup pekerjaan dan industri, seperti industri kesehatan, jasa, tambang dan energi.
Bahkan, implementasi Lean tidak hanya bersifat lintas industri, tetapi juga pada area-area khusus dalam satu wilayah bisnis. Procurement adalah salah satunya. Masih sedikit konsep Lean dipahami di area Procurement, karena konsep ini dianggap sekadar metode pemangkasan inventori saja. Padahal, Lean bisa memberi lebih banyak daripada sekedar ruang lebih dalam gudang.
Menerapkan Lean pada Procurement
Lalu apa itu Lean Procurement? Seperti yang dituturkan Sherry Gordon dalam wawancara dengan strategicsourcing.com, Lean Procurement adalah metode yang berguna untuk meningkatkan efisiensi dan melakukan perampingan dalam proses pembelian dan manajemen pasokan, dengan tujuan meningkatkan kinerja, meminimalkan transaksi pembelian yang dilakukan perusahaan, menghilangkan aktivitas tanpa nilai tambah (waste), memangkas biaya, dan melakukan kerjasama dengan pemasok dengan cara terbaik.
Hasil Lean Procurement akan dirasakan baik oleh pelanggan internal maupun eksternal. Dengan mengembangkan penerapan lean ke dalam fungsi Procurement, terdapat setidaknya tiga manfaat yang dapat dicapai oleh perusahaan :
- Mengurangi biaya pembelian bahan baku
- Meningkatkan performa pemasok agar dapat mengirimkan pasokan bahan baku tepat waktu
- Dapat memastikan peningkatan kualitas bahan baku dari waktu ke waktu
Kini Anda tertarik mengembangkan konsep Lean ke dalam fungsi Procurement. Lalu apa yang pertama harus dilakukan? Buatlah indikasi terlebih dulu, waste apa saja yang terjadi di dalam fungsi Procurement.
Disadari atau tidak, pemborosan atau waste terjadi di mana-mana. Baik dalam hal produksi, waktu, proses, peralatan, aktivitas, transportasi, material, hingga pekerjaan yang tak memiliki nilai tambah. Menurut Gordon, untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan semua waste tersebut diperlukan komitmen yang kuat dan upaya yang berkelanjutan dalam jangka panjang.
Ia juga memberikan bocoran berupa sembilan hal yang bisa dilakukan perusahaan demi kuseksesan dari penerapan konsep lean ke dalam fungsi Procurement:
- Fokus untuk jangka waktu yang panjang
- Kualitas kepemimpinan yang baik
- Peran consultant atau pihak yang mampu membantu perusahaan menerapkan konsep lean
- Memberikan pendidikan dan pelatihan untuk semua karyawan
- Dengan giat terus menumbuhkan semangat pada karyawan untuk melakukan perubahan yang lebih baik
- Fokus untuk mencapai tujuan awal perusahaan
- Libatkan seluruh pihak stakeholders
- Progress yang jelas, terukur dan terarah
Gordon juga menegaskan bahwa keterlibatan dari seluruh pihak-lah yang menjadi faktor penting sekaligus tantangan bagi perusahaan. Karena Gordon menilai, biasanya saat perusahaan mulai menerapkan konsep Lean, mereka hanya terfokus pada alat perbaikannya saja, tanpa melihat pentingnya peran dari seluruh orang yang ada di dalam perusahaan. Tentu saja, keberhasilan continuous improvement tercapai jika dilakukan bersama-sama oleh seluruh orang di dalam perusahaan.
Hasil Penelitian Membuktikan
Hasil studi yang dilakukan oleh American Productivity and Quality Center (APQC), sebuah lembaga riset Amerika yang berkaitan dengan produktivitas dan kualitas, menemukan adanya perbedaan antara perusahaan yang menerapkan Lean ke dalam fungsi Procurement mereka dengan perusaahaan yang belum mengembangkan konsep lean ke dalam fungsi Procurement.
Studi ini bertujuan dalam pembentukan standard benchmarking procurement oleh APQC. Dalam studinya tersebut, APQC mengindikasi apakah perusahaan-perusahaan tersebut memiliki tanda-tanda pengembangan konsep lean ke dalam fungsi procurement mereka. Dan untuk menganalisa bagaimana tanda-tanda pengembangan konsep lean tersebut berdampak pada fungsi procurement, APQC menilainya dari angka Full-Time Equivalent (FTE). Dimana angka ini digunakan karyawan dalam memesan bahan baku dan juga jasa yang dibutuhkan dalam setiap pembelian senilai $1milyar. Hasil dari studi ini memberikan wawasan baru bagaimana proses lean itu bepengaruh ke dalam fungsi procurement.
Grafik di atas menunjukkan angka FTE yang dibutuhkan karyawan dalam memesan bahan baku. Rata-rata, perusahaan yang belum mengembangkan konsep lean ke dalam fungsi procurement mereka membutuhkan 21 staf lebih banyak dibandingkan dengan organisasi yang diindikasikan telah mengembangkan konsep lean ke dalam fungsi Procurement mereka.
Perbedaan lain yang ditunjukkan dari kedua perusahaan tersebut terlihat dari proses memesan bahan baku. Perusahaan yang diindikasikan belum mengembangkan konsep lean ke dalam fungsi procurement, membutuhkan waktu proses pemesanan lebih lama dengan angka FTE dua kali lebih tinggi dari perusahaan yang sudah menerapkan Lean Procurement.
Karena hilangnya aktivitas pembelian yang boros, hilangnya aktivitas karyawan yang tidak memiliki nilai tambah pada proses pembelian, hilangnya prosedur pembelian yang rumit, berarti meningkatnya keuntungan perusahaan. Ingat, less is more! ***