Masih ingat dengan M.  Arie Kurniawan,  yang meraih juara pertama dalam “GE 3D Printing Design Quest”? Atau anda malah belum pernah dengar sebelumnya? Tidak masalah. Namun, sayang sekali jika berita membanggakan seperti ini lewat begitu saja dari perhatian Anda.

GE 3D Printing Design Quest  adalah sebuah kompetisi tingkat internasional yang diadakan oleh konglomerasi global, General Electric (GE). Indonesia, yang diwakili oleh pemuda berbakatnya, berhasil menjuarai kompetisi tingkat global tersebut. Hasil kompetisi secara resmi diumumkan pihak General Electric (GE) di situs resmi mereka pada 11 Desember 2013. Dari hasil pengumumannya tersebut, GE menyebutkan bahwa posisi pertama kompetisi global desain 3D dimenangkan oleh seorang insinyur muda Indonesia yang berasal dari Salatiga, M. Arie Kurniawan.

Karya Anak Negeri yang Menyingkirkan 700 Pesaing

Tantangan yang diberikan GE dan GrabCAD dalam kompetisi desain 3D tersebut yaitu mendesain ulang sebuah braket penahan (loading bracket) yang terdapat di dalam mesin jet menjadi 30% lebih ringan. Braket itu nantinya akan ditempel di bagian luar mesin. Braket merupakan penahan pada mesin-mesin jet memiliki peran yang sangat penting karena harus mampu menahan beban mesin saat handling tanpa pecah atau bengkok. Berikut adalah spesifikasi braket buatan Arie yang menjuarai kompetisi tersebut.

M. Arie Kurniawan berhasil membuat mesin braket jet logam seberat 327 gram (0,72 pon), jauh lebih ringan dibandingkan braket biasa yang beratnya bisa mencapai 12,800 pon. Desain buatannya tersebut menyisihkan 700 desain braket yang berasal dari 56 negara, diantaranya Inggris, Swedia, Italia, Polandia, Hongaria, dan Australia.

Proses penilaian kompetisi ini pun cukup ketat. Setelah menyeleksi 10 desain terbaik, pihak GE, melalui aviasi 3D nya mencetak 10 desain terpilih tadi di pabrik manufaktur aditif di Cincinnati, Ohio. Dimana, mereka menggunakan teknologi sinar laser dari mesin DMLM untuk memadukan serbuk-serbuk logam ke dalam bentuk akhir.

Baca juga  Jaga Performa, Bukit Asam perkuat efisiensi operasi dan produksi

Kemudian para tim penguji mengirimkan hasil akhir braket ke GE Global Research (GRC). Di Niskayuna, New York para insinyur GRC melakukan uji kualitas terhadap 10 braket tersebut.  Dan, disinilah, hasil karya 3D Arie Kurniawan berhasil membuat kagum para insinyur GRC. Dari pengumuman yang di publikasikan di gereports.com, mereka mengatakan bahwa braket yang dibuat Arie memiliki kombinasi terbaik dari kekuatan dan keringanan. Braket asli memiliki berat hingga 2,033 gram (4,48 pon), tapi braket yang di buat Arie berhasil mengurangi berat hingga 84 persen.

Kata Steve Ligouri, Direktur Inovasi Global dari General Electric, inovasi itu bisa datang dari mana saja. Masalah yang timbul sehari-hari pun bisa menjadi sumber inspirasi. Dan itulah yang membuat mereka mengadakan kompetisi desain 3D ini. “Dengan menerapkan skala dan keahlian untuk inovasi yang terbuka, kami dapat terus menumbuhkan ekosistem bagi para desainer, insinyur, ilmuwan material dan mitra lainnya untuk mendefinisikan kembali industri ini dan mendorong hasil terbaik,” ungkapnya.

Sepuluh besar desain braket tersebut diproduksi di fasilitas additive manufacturing GE Aviation di Cincinnati, Amerika Serikat dan diuji dengan berbagai uji beban di Pusat Penelitian Global GE di Niskayuna Amerika Serikat. Babak pengujian hingga tingkat kegagalan itu dilakukan untuk memastikan desain pemenang memenuhi kriteria tertinggi kualitas dan kinerja.

Arie yang menjalankan DTech-Engineering bersama kakaknya itu mengaku, H-beam menjadi inspirasi dari braket buatannya. Diakui Arie, braket tersebut bisa untuk muatan yang vertical maupun horizontal. “Dalam waktu dekat, 3D Printing akan tersedia untuk semua orang,” kata Arie. “Itulah kenapa saya ingin lebih mengenal lagi dunia aditif manufaktur,” tambahnya. Sebagai penghargaan atas kemenangannya, Arie mendapatkan hadiah uang tunai sebesar US $7,000.

Baca juga  Indonesia di posisi ke-12 Top Manufacturing Countries by Value Added 

Indonesia Juga Bisa!

Kemenangan Arie dan putra-putri Indonesia lainnya dalam ajang bertaraf dunia menunjukkan bakat-bakat “terpendam” yang ternyata dimiliki oleh Indonesia. Hal tersebut menunjukkan, Indonesia sebenarnya memiliki potensi untuk maju dan bersinar di industri global, baik di wilayah Asia maupun dunia. Lalu mengapa Sang Raksasa masih saja tertidur? Mungkin karena kita terus membuat alibi untuk menghindari menjawab pertanyaan semacam ini 🙂  ***RR/RW