Pernahkah Anda melihat seorang anak kecil belajar mengendarai sepeda? Jika anak kecil tersebut jatuh atau ada sesuatu hal yang tidak sesuai dengan keinginan si anak, siapakah yang disalahkan?
Jawabannya adalah sepedanya!
Ya. Itu adalah jawaban nyata yang keluar dari mulut sang anak. Anak kecil yang mengendarai sepeda tersebut mungkin saja berpikir bahwa ia telah menaiki atau memilih sepeda yang salah sehingga sulit baginya untuk mengendarai sepeda dengan benar.
Lalu, bagaimana jika kondisi ini terjadi di dalam sebuah organisasi? Reaksi yang muncul mungkin saja sama seperti anak kecil tadi. Bedanya, organisasi biasanya akan mengganti sepeda tersebut dengan model yang lebih baik dan fitur yang lebih keren. Harapannya? Agar para karyawan dapat mengendari sepedanya dengan benar.
Tapi, benarkah dengan mengganti sepeda yang lebih bagus adalah solusi untuk membuat orang-orang di dalam organisasi menjadi lebih mahir mengendarai sepeda? Jawabannya, bisa saja.
Namun, akan terlihat perbedaan yang sangat mencolok antara perilaku seorang anak kecil yang belajar mengendarai sepeda secara perlahan tapi pasti dengan para karyawan yang mendapatkan sepeda yang lebih bagus.
Ketika sang anak mendapatkan dirinya belum bisa mengendarai sepeda dengan baik, dirinya mungkin menyadari bahwa penyebabnya bukanlah pada sepedanya, tapi pada perilaku dan kemampuan dirinya. Sementara karyawan di dalam sebuah organisasi, terlanjur berpikir bahwa memang itu adalah kesalahan dari sepedanya.
Hingga pada akhirnya sang anak belajar bagaimana mengendarai sepeda dengan lebih baik dari waktu ke waktu. Sementara organisasi yang lebih memilih untuk “berinvestasi” pada sepeda yang lebih bagus mugkin akan sedikit mengalami kendala dalam mengajarkan bagaimana mengendarai sepeda baru.
Apa yang dimiliki sang anak yang tidak dimiliki oleh organisasi? A person!
Seseorang yang dengan cara penuh kasih dan meskipun penuh dengan perjuangan, namun pada akhirnya membantu sang anak tahu bahwa tidak ada yang salah dengan sepedanya. Sebaliknya, di dalam organisasi, seringnya ktia cepat setuju jika ada yang berpendapat bahwa sepedanya lah yang salah.
Jika Anda dapat kembali kepada upaya paling dasar, yaitu terus memperbaiki apa yang bisa diperbaiki dan dilakukan secara konsisten, hal ini akan membawa Anda kembali pada titik awal. Memulai continuous improvement journey adalah dengan tidak takut akan gagal dan terus menerus meningkatkan kemampuan diri. Ketika Anda melakukannya, maka Anda juga akan membangun orang-orang yang akan membangun bisnis Anda.***