Continuous improvement (CI) telah lama dipraktekkan oleh banyak perusahaan. Terlepas dari metode yang digunakan, inovasi dan improvement terus digenjot untuk menciptakan agility dalam bisnis. Seperti yang diungkapkan oleh Klaus Scwab, Chairman of the World Economic Forum bahwa di dunia baru bukan lagi ikan besar makan ikan kecil tapi siapa yang cepat memakan yang lambat. Sehingga bisa disimpulkan bahwa kecepatan untuk tetap relevan dan efisien menjadi salah satu fokus bisnis saat ini.

Berdasarkan studi kasus yang ada, organisasi menjalankan inisiatif inovasi dan improvement untuk menghadapi berbagai hal, diantaranya yaitu:  

Increasing market competition

Ketika pemain semakin banyak, maka kompetisi pasar pun akan meningkat. Akibatnya daya saing atau competitiveness menjadi tantangan bagi bisnis, mereka perlu menawarkan hal-hal yang baru. 

Rising cost of labour and materials

Kenaikan biaya dari sisi tenaga kerja maupun material juga menjadi tantangan yang tidak bisa dihindar. Di era digital seperti saat ini, beban capital expenditure (capex) di perbankan misalnya akan menjadi lebih besar karena akan menggunakan teknologi-teknologi baru yang lebih banyak. 

Lead time

Hal ini berkaitan dengan service level agreement (SLA) yang kita janjikan kepada pelanggan, misal untuk membuat produk A atau menyelesaikan proses B membutuhkan waktu sekian hari. Dalam pelaksanaannya ini cukup menantang, karena banyak faktor yang bisa menyebabkan janji delivery tidak terpenuhi. 

High cost of poor quality

Proses rework atau revisi menimbulkan biaya bahkan hingga dua kali lipat. Semakin banyak revisi yang dilakukan karyawan maka semakin besar biaya yang ditanggung perusahaan, belum lagi kerugian akibat hilangnya peluang dari sisi kapasitas yang sebenarnya bisa diproses jika karyawan tidak mengerjakan revisi.  

Baca juga  Indonesia Raih Kerja Sama USD 10 Juta di Manufacturing World Osaka

Complicated processes and system 

Bisnis dituntut menjadi lebih sederhana. Saat ini kita semua menghadapi tantangan digitalisasi, banyak aplikasi yang disiapkan. Satu sisi mempercepat, tapi kemudian muncul tantangan “semakin banyak digital – semakin banyak manual” sehingga menjadi kontraproduktif.  

Customer satisfaction

Pelanggan meminta apa yang Anda janjikan, begitu meleset maka mereka akan kecewa. Bahayanya adalah jika kemudian mereka berpindah ke kompetitor.

Employee satisfaction

Terkadang karyawan sudah bekerja dengan sangat baik untuk memberikan service excellent untuk pelanggan namun kemudian ada hal-hal yang berkaitan dengan sistem atau kebijakan internal (SOP) yang kemudian menghambat proses sehingga nasabah tidak puas dan menekan karyawan. Hal-hal yang bisa menyebabkan frustasi karyawan bisa menyebabkan engagement menurun. Perusahaan perlu segera mengantisipasi jika tidak ingin kehilangan talent-talent terbaik. 

CI adalah Jawabannya

Sebuah riset Virginia Mason Medical Center mengungkapkan bahwa industri yang menerapkan continuous improvement (CI) secara konsisten dalam 1-7 tahun akan mampu meningkatkan produktivitas sebesar 45-70 persen, penurunan biaya 25-55 persen, troughput meningkat 60-90 persen, cacat berkurang 50-90 persen, penumpukan inventori berkurang 60-90 persen, penggunaan space menurun 35-50 persen, lead time menurun 50-90 persen. Setelah mengetahui hal ini, masihkah Anda ingin menomorduakan program continuous improvement di perusahaan?