Presiden Joko Widodo resmi menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) pengembangan produksi mobil listrik di dalam negeri. Perpres ini diharapkan dapat mendorong para pelaku industri otomotif di Indonesia untuk segera merancang dan membangun pengembangan mobil listrik.

Menurut Presiden strategi bisnis ini harus disiapkan sehingga Indonesia bisa lebih dulu masuk ke industri mobil listrik. “Kita tahu 60% mobil listrik itu kuncinya ada di baterainya dan bahan untuk membuat baterai seperti kobalt, mangan dan lain-lainya, yang semuanya ada di negara kita. Strategi bisnis ini kita rancang agar nanti kita bisa mendahului dalam membangun industri mobil listrik yang kompetitif,” tutur Presiden.

Sementara itu, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyampaikan, kebijakan mengenai mobil listrik berkaitan erat dengan pengembangan ekosistem yang terkait dengan dua hal.

Pertama, Perpres mobil listrik mengenai tentang percepatan, terdapat pembagian tugas-tugas bagi kementerian, antara lain penyediaan infrastruktur, research and development dan regulator. 

Kemudian kedua, pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 tahun 2013 yang terkait dengan sistem fiskal perpajakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) yang akan mengacu pada tingkat emisi kendaraan.

“Nantinya akan ada insentif, apabila full electric vehicle atau fuel cell dengan emisi nol, maka PPnBM-nya juga nol. Jadi, berbasis kepada emisi yang dikeluarkan. Mobil listrik akan jalan apabila insentifnya pun jalan. Karena saat ini, mobil listrik harganya 40% lebih mahal daripada mobil biasa,” ujarnya.

Dalam revisi PP Nomor 41, dimasukkan juga roadmap (peta jalan) mengenai teknologi berbagai kendaraan berbasis listrik, termasuk untuk mengantisipasi teknologi kendaraan berbasis hidrogen atau fuel cell vehicle.  “Jadi keseluruhan perkembangan teknologi sudah diadopsi,” ujarnya.

Dalam Perpres terkait mobil listrik diatur juga Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang harus mencapai 35 persen pada tahun 2023. Hal itu juga memungkinkan upaya ekspor otomotif nasional ke Australia. Sementara jika mengacu pada Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA), persyaratan TKDN adalah 40 persen.

Baca juga  Indonesia Raih Kerja Sama USD 10 Juta di Manufacturing World Osaka

Guna mendorong pengembangan industri mobil listrik Tanah Air, pada tahap awal, pemerintah akan memberikan kesempatan kepada para pelaku industri otomotif untuk mengimpor dalam bentuk Completely Built Unit (CBU). Namun, dalam tiga tahun, industri diwajibkan harus memenuhi peraturan TKDN. Untuk diketahui, saat ini sudah ada tiga perusahaan principal yang telah menyatakan komitmennya untuk berinvestasi di industri electric vehicle Indonesia yang mana investasinya akan dimulai pada 2022.

Sementara produsen otomotif asal Jepang, Toyota lebih dulu menegaskan akan segera memboyong kendaraan listriknya ke Indonesia. Salah satu yang akan diboyong pabrikan Jepang tersebut adalah bus listrik. Sebagai pilot project Toyota di Indonesia, uji coba akan dilakukan di beberapa wilayah, seperti kawasan pariwisata dan beberapa kota besar untuk digunakan sebagai angkutan umum. Pembahasan lebih lanjut proyek mobil listrik Toyota ini akan kembali digelar pada Oktober 2019.