“Quality is the result of a carefully constructed cultural environment. It has to be the fabric of the organization, not part of the fabric.” – Philip B. Crosby
Kata-kata diatas mencerminkan betapa kualitas telah menjadi bagian dari aliran darah dalam nadi sang quality legend, Philip Bayard “Phil” Crosby. Kata-kata itu bukan semata-mata berasal dari khayalan ataupun ambisi sang legenda, melainkan sebuah kenyataan yang seharusnya dipahami dan disadari oleh setiap orang di seluruh sendi organisasi. Manuver yang ia lakukan ketika menumbuhkan kesadaran itu membuatnya dikenal sebagai profesional, konsultan dan penulis yang disegani di bidang kualitas.
Dalam perjalanan karirnya, Crosby dikenal sebagai pencetus dan pengembang konsep “zero defects” yang populer, dan berjasa mendefinisikan kualitas sebagai komponen penting dalam pemenuhan persyaratan produksi. Crosby dikenal di seantero dunia produksi sebagai “guru” di bidang quality management. Ia juga merupakan seorang filsuf dan inovator yang mengubah cara pandang dan metode organisasi dalam meraih level tertinggi untuk efisiensi, reliabilitas, dan profitabilitas.
Tiga Kata yang Mengubah Dunia
Pada tahun 2005, tepat 25 tahun lalu, Philip Crosby Assosiates (PCA) merayakan hari bersejarah peluncuran buku dari seorang revolusioner dalam praktek-praktek manajemen, Philip B. Crosby. Sebuah perayaan untuk buku manajemen klasik yang sangat populer saat itu. Quality Is Free, menjadi salah satu buku paling banyak dibaca, dan pesan singkat yang kuat dan tajam itu telah menginspirasi banyak orang.
Dalam buku Quality is Free, Crosby menyampaikan pentingnya menjaga kualitas. Buku pertama yang ia publikasikan pada tahun 1979 itu memberikan sebuah pesan tersirat yang cukup dalam mengenai kualitas, “Sangat disayangkan jika departeman quality control melewatkan pentingnya menjaga kualitas”. Saat itu, di Amerika Serikat, masyarakat lebih percaya dengan barang-barang ber-label made in Japan. Hadirnya buku Quality is Free mendorong para pelaku industri di Amerika Serikat untuk lebih fokus meningkatkan kualitas produknya.
Hasil karya Crosby tersebut menujukkan hasrat yang kuat untuk membangkitkan kembali kepercayaan diri dari produk-produk dalam negeri AS. Sang Guru ingin menunjukkan kepada para pelaku bisnis, jika mereka melakukan sesuatu yang salah di satu titik saja, maka seluruh proses bisnis akan rusak. Terlebih, Crosby menekankan bahwa terkadang akar penyebab masalah tersebut bersumber dari pengelolaan yang buruk: “Jika terjadi perubahan dalam organisasi, seorang manajer harus tetap berkomitmen menjaga kualitas produknya”. Itulah yang menjadi beberapa alasan kuat mengapa Quality is Free cukup populer di zamannya sebagai sebuah panduan dasar dari pentingnya menjaga kualitas produk.
Kecintaan pada Quality Management
Rekam jejak karir Crosby memang berawal di bidang perakitan. Tepat setelah ia menyelesaikan wajib militer Perang Dunia II dan Perang Korea, pada tahun 1952 Crosby mulai bekerja di sebuah pabrik otomotif, untuk departemen quality control. Sukses melewati pengalaman pertamanya di Crosley Corporation, selang tiga tahun ia berhasil mendapatkan sebuah posisi dengan tawaran yang lebih baik di Bendix Corporation sebagai reliability engineer. Kurang dari dua tahun, ia sudah menempati posisi sebagai senior quality engineer di perusahaan yang berbeda, The Martin Company. Saat bekerja di Martin inilah Crosby mulai mengembangkan konsep zero defects dan diangkat sebagai kepala departemen. Pengetahuan dan pengalaman membawanya kepada jabatan direktur di bidang kualitas di ITT Corporation pada 1965.
Fix and Do!
Dengan teori dan pemikiran yang ia curahkan dalam Quality is Free dan berbagai buku lainnya seperti Quality Without Tears dan Quality is Still Free, Crosby berusaha untuk mengubah cara pandang akan quality management. Ia berpikir, konsep-konsep dasar kualitas dapat menjadi filosofi pribadi bagi siapapun. Hal ini penting, karena kualitas tidak akan terjaga jika orang yang terlibat dalam proses tidak menganggapnya penting. Sebagai reliability engineer, ia berpartisipasi hari demi hari untuk mendapatkan perhatian manajemen akan pentingnya menjaga kualitas. Saat itu Crosby menemukan, banyak manajer berpikir bahwa menjaga jadwal produksi lebih penting dibandingkan menjaga kualitas, hingga suatu saat ia menemukan kesalahan dalam anggapan tersebut.
Setelah melewatkan fase menjadi pelaksana di lantai produksi, Crosby mulai merasakan sendiri berada di posisi manajer. Persepsi negatif Crosby mengenai kealpaan manajemen terpatahkan ketika ia banyak menghabiskan waktu bersama orang-orang yang berada di posisi sama sepertinya. Crosby menemukan bahwa sumber masalah bukanlah karena sengaja di buat oleh orang-orang yang berada di jajaran manajemen atas, melainkan karena minimnya pemahaman mengenai quality management. Inilah yang menjadi motivasi terbesar Crosby dalam menjalankan misi mengembangkan pemahaman akan pentingnya kualitas.
Zero Defects Mengubah Wajah Dunia Produksi
Dahulu, hampir semua orang berpikr bahwa kualitas yang baik dapat dicapai dengan melakukan pemeriksaan ketat. Para inspektur memilih dan memisahkan antara barang yang layak dan tidak layak. Namun Crosby menemukan kelemahan dalam pemikiran tersebut. Ia berpikir, kesempurnaan hasil produksi tidak bisa dicapai hanya dengan pemeriksaan, tapi harus ada pencegahan. Jika dalam proses ditemukan potensi cacat atau kualitas hasil yang buruk, maka harus ada tindakan pencegahan untuk menjaga kualitas hasil tetap bagus. Untuk mencapai zero defects dan menjaga kualitas, proses adalah sesuatu yang harus mendapat banyak perhatian. Inilah warisan Crosby untuk dunia industri global.***RR/RW