Jika Anda memiliki sebuah usaha kedai kopi, siapakah target market Anda? Tentu saja para peminum kopi. Tetapi bisakah Anda membuat mereka yang bukan peminum kopi sering mampir ke kedai Anda? Starbucks bisa.
Tengoklah orang-orang di dalam kedai kopi yang populer di kota-kota besar di seluruh dunia ini. Sebagian orang menganggapnya sebagai tempat hang out yang asyik, sebagian lain justru menganggapnya sebagai tempat bekerja yang nyaman.
Harus kita akui, Starbucks berhasil membuat setiap orang dengan berbagai kepentingan membutuhkannya. Because Starbucks is way more than a coffee shop.
Lean pada Coffee Shop
Salah satu kelebihan starbucks adalah kesigapan para baristanya yang melayani Anda dengan cepat dan cekatan. Beberapa tahun belakangan ini, pelayanan di kasir dan barista kedai kopi asal Amerika tersebut memang sama cepatnya dengan restoran fast food.
[cpm_adm id=”10763″ show_desc=”no” size=”medium” align=”left”]
Mereka bekerja dengan sigap dan efisien: kasir menerima order, barista memproses order, pesanan selesai bahkan kadang sebelum pelanggan selesai membayarnya. Ini karena Starbucks mengimplementasikan metode Lean Manufacturing di lini pelayanannya.
Memang, metode ini membuat segalanya lebih cepat, efektif, dan mencegah antrian.
Menurut pihak Starbucks, mereka mengaplikasikan konsep tradisional lean dalam cara yang baru dan unik pada setiap elemen bisnis, khususnya store-store mereka. Dengan tujuan meningkatkan efisiensi operasional dan kemampuan kompetitif dengan meningkatkan kualitas pengalaman pelanggan dan partner (karyawan).
Hasilnya? Starbucks mengaku telah menikmati dampak positif pada kualitas produk, kesegaran dan waktu penyajian.
Menurut CEO Howard Schultz, Starbucks melakukan implementasi Lean manufacturing untuk mengoptimasi prosesnya.
Hanya dalam waktu singkat, mereka mulai menikmati hasilnya. “Banyak biaya yang bisa kami hemat dengan cara baru dalam menjalankan operasional dan melayani pelanggan kami. Di kuartal ini (2009), kami memulai inisiatif ‘perbaikan’ – seri teknik-teknik perbaikan proses di setiap store dengan prinsip lean,” jelasnya.
Menurut laporan pada kuartal ke-3 2009, perusahaan membukukan penghematan sebesar 175 juta dolar AS, melampaui target 150 juta dolar AS.
Kunci Utama: Barista
Berdasarkan penemuan oleh Tim Lean di lapangan, ternyata banyak store menyimpan biji kopi di bawah konter, menyebabkan barista membuang waktu untuk membungkuk mengambil biji kopi, sehingga pada akhirnya semua store diminta untuk menyimpannya di dalam tempat di atas konter. Tentunya banyak hal lain yang harus diubah untuk implementasi Lean yang sukses.
Di sini, kuncinya adalah keterlibatan karyawan. Karena menunjukkan atau menginstruksikan barista mengenai dimana harus menyimpan material, bagaimana mengubah layout kedai kopi untuk proses transaksi yang lebih baik, ditentukan oleh karyawan atau para barista sendiri.
Secara fundamental, lean thinking memang membangun karyawan, bukan hanya memperbaiki proses.
Efek Samping: Kenyamanan Pelanggan yang Dipertaruhkan
Ada beberapa pelanggan dan karyawan yang mungkin tidak merasakan kelebihan dari implementasi Lean di Starbucks, perubahan tersebut tidak memberikan experience yang lebih baik. Carey, misalnya, merasa seperti sedang berbelanja di resto fast-food alih-alih coffee shop.
Sebelumnya ia menikmati proses pemesanan kopi, namun kini ia harus tergesa-gesa dalam memilih pesanannya. Menurutnya, Lean telah mengubah barista Starbucks menjadi sederetan “mesin pembuat kopi”.
Ada juga orang yang berkomentar bahwa pelanggan datang ke Starbucks untuk menikmati experience yang hanya bisa dirasakan tanpa Lean; mengobrol dan bercanda dengan barista, mencicipi kopi atau pastry, dan sebagainya. Lean cocok untuk pabrik dan lini perakitan, namun tidak cocok untuk kenyamanan interaksi antar manusia.
Padahal, dalam konsep Lean tidak ada konsep bahwa Anda harus mengubah kebiasaan dalam berhubungan dengan pelanggan, lho! Jika pelanggan memang menyukai interaksi yang ramah dengan barista, Lean bisa mendukung hal tersebut.
Seperti sebuah pendapat dari seorang karyawan Starbucks yang melihat manfaat Lean untuk memperbaiki operasional di coffee shop:
“Penataan di store memang kurang Lean; kami harus berjalan mondar-mandir untuk mengambil tutup gelas, dan sebagainya. Kami tidak memiliki komunikasi yang jelas mengenai seberapa banyak harus membuat preps, jadi sebagian biasanya terbuang percuma. Store kami memiliki 2 karyawan dan ada banyak tumpukan sampah di belakang yang menunggu untuk dibuang,”
Terlalu banyak mondar-mandir? Komunikasi dan perencanaan yang buruk? Sampah memenuhi area kerja? Terdengar seperti masalah klasik yang biasa ditangani dengan metode Lean bukan?
Apa yang Harus Dilakukan?
Dengan adanya pro-kontra tersebut, apakah Lean layak diimplementasikan pada sebuah bisnis coffee shop?
Pakar Lean Mark Graban dan Pete Abilla mengatakan bahwa masalahnya bukan terletak pada implementasi Lean, karena Lean tidak mengubah cara interaksi antara manusia.
Lalu bagaimana caranya agar implementasi Lean tidak memberikan “efek samping” seperti yang dialami Starbucks?
Berikut beberapa saran aksi yang disarankan Abilla jika perusahaan Anda mengalami masalah yang sama:
- Beri pelatihan kepada sedikit orang di sedikit store/ lokasi cabang perusahaan
- Buat mereka segera mengaplikasikan apa yang dipelajari di operasional cabangnya
- Dengan pendekatan ini, mereka mungkin harus membuat beberapa A3 Report
- Sebar-luaskan Report A3 tersebut ke seluruh perusahaan (dan media, jika memungkinkan) dan biarkan karyawan Anda mendapat sedikit publisitas, merasa bangga dengan usaha mereka, dan belajar lebih banyak lagi. Lakukan selebrasi atas laporan A3 tersebut. Bagilah dengan cabang-cabang lain yang akan segera mengimplementasikan Lean.
- Pelajaran yang didapat di cabang yang telah mengaplikasikan Lean akan membuat diseminasi pemikiran Lean yang natural dan lateral, bukan top-down. Ketika pendekatan ini telah beberapa lama diaplikasikan, kumpulkan karyawan kunci (dalam kasus Starbucks adalah barista mereka) dan rancang sebuah pendekatan untuk mengaplikasikan Lean dalam bisnis dengan perspektif “Freedom within Framework” atau “structured flexibility”. Ini memungkinkan setiap cabang mengaplikasikan prinsip-prinsip menurut cara mereka, namun dengan aturan-aturan tertentu yang tidak bisa dinegosiasikan (yang telah disetujui semua orang).
[cpm_adm id=”11002″ show_desc=”no” size=”medium” align=”none”]
Beberapa cara diatas akan menghilangkan gagasan tentang tim lean yang tersentral. Seluruh perusahaan dan cabang-cabangnya akan menjadi “tim lean” mereka sendiri.
Mengaplikasikan 5S, Standardized Work, dan tools lean lainnya memang menarik dan bagus untuk dilakukan, namun hanya aplikasi saja tidak berarti perusahaan menjadi lean. Jika tidak ada transfer ilmu dan jika para barista tidak membuat perubahan dalam diri dan pekerjaan mereka sendiri, pendekatan ini tidak secara fundamental mengikuti prinsip-prinsip lean, dan tentu saja, akan selalu ada resistensi dari para barista di ribuan coffee shop Starbucks.***