Proses inovasi tidak selalu berjalan sesuai rencana. Seringkali (tanpa disadari) perilaku dan keterampilan yang menghambat inovasi itu sendiri. Untuk mengantisipasi kejadian serupa, maka diperlukan tool inovasi yang tepat sehingga inovasi bisa menawarkan value sebanyak mungkin.
Excellent people, saat ini inovasi menjadi penentu pertumbuhan dan keberhasilan suatu organisasi. Memahami faktor ini, banyak perusahaan yang mengambil inisiatif untuk membangkitkan budaya inovasi. Namun, meskipun sudah dilakukan namun tidak sedikit yang menghadapi sejumlah hambatan sehingga proses inovasi berjalan lambat.
Ragam Tantangan Ciptakan Inovasi
Apa yang menghalangi perusahaan menciptakan budaya yang mendorong inovasi? Berikut adalah lima ancaman yang perlu dikenali dan segera diatasi oleh perusahaan, termasuk Anda.
Motivasi Rendah. Pemikiran tentang inovasi akan mengganggu fokus karyawan dari tugas sehari-hari menjadi salah satu pertimbangan kenapa manajemen tidak mendukung karyawan berinovasi. Organisasi perlu memahami bahwa inovasi internal hanya terjadi ketika karyawan memiliki kebebasan dan keberanian untuk mencoba ide-ide baru dan mengambil risiko yang mana proses ini tidak akan terjadi tanpa dukungan pemimpinnya. Selain itu karyawan juga perlu motivasi yang tepat, diantaranya pelatihan, pendampingan, atau insentif.
Mengandalkan Satu Kelompok. Tidak sedikit organisasi yang meyakini bahwa inovasi yang dilakukan oleh satu kelompok fungsional seperti departemen pengembangan produk adalah yang terbaik, padahal ini merupakan penghalang inovasi di perusahaan. Mengapa? Karena setiap departemen dan setiap individu di organisasi memiliki perspektif yang unik terhadap suatu masalah. Mereka yang gagal menggerakkan sumber daya kompeten inilah yang berisiko kehilangan inovasi yang sukses.
Budaya Organisasi. Budaya perusahaan sering dibahas, tetapi apa artinya? Mengutip CIO, budaya perusahaan dapat menunjukkan apa pun yang membuat perusahaan Anda terasa lebih dari sekedar tempat bekerja dalam 40 jam atau lebih dalam seminggu. Budaya perusahaan memiliki andil besar bagi inovasi di perusahaan, bisa mendukung tapi juga bisa menghambat. Misalnya, jika budaya di perusahaan Anda terlalu birokratis dan politis maka inovasi akan terhambat. Mungkin Anda pernah mengalami atau melihatnya, ada satu karyawan datang dengan ide yang sangat inovatif namun hal ini tidak bisa direalisasikan karena sistem yang tidak mendukungnya.
Kurangnya Tindak Lanjut. Mengutip CIO, sebuah studi oleh Imajinatik menemukan bahwa salah satu ancaman terbesar terhadap inovasi dalam perusahaan adalah kurangnya tindak lanjut. Dalam studi tersebut, 34 persen responden melaporkan kurangnya tindak lanjut sebagai salah satu masalah terbesar yang mereka hadapi. Menghasilkan ide-ide inovatif terkadang menjadi bagian yang mudah, namun menerapkan ide tersebut secara konsisten bukanlah pekerjaan yang mudah.
Hubungan Pelanggan. Umpan balik dari pelanggan sangat dibutuhkan untuk membangun inovasi yang sukses. Empati pelanggan adalah hal yang harus dimiliki perusahaan agar bisa memahami keinginan dan kebutuhan pelanggan sehingga mampu mengantisipasi perubahan tren di masa depan. Namun tidak sedikit perusahaan yang masih mengabaikan ini.
Strategi Inovasi yang Sukses
Jeanne Liedtka, Profesor di University of Virginia Darden School of Business dalam artikelnya di HBR menyebut bahwa untuk berhasil proses inovasi harus memenuhi tiga hal berikut:
Solusi unggul. Mendefinisikan masalah secara konvensional, maka akan mengarah pada solusi yang konvensional. Oleh karena itu, tim harus menemukan ide yang lebih orisinal. Solusi juga akan jauh lebih baik jika memasukkan kriteria dari pengguna. Dalam hal ini, riset pasar dapat membantu perusahaan memahami kriteria tersebut.
Risiko dan biaya lebih rendah. Ketidakpastian tidak dapat dihindari dalam inovasi. Itu sebabnya inovator sering membangun berbagai opsi portofolio. Hal ini mendorong banyak ide yang bisa melemahkan fokus dan sumber daya. Disini inovator harus jeli untuk membuat penilaian dan melepaskan beberapa ide.
Penerimaan karyawan. Sebuah inovasi tidak akan berhasil kecuali karyawan di perusahaan mendukungnya. Salah satu langkah untuk mendapatkan dukungan adalah dengan melibatkan mereka dalam proses menghasilkan ide. Namun perlu diingat bahwa keterlibatan banyak orang dengan perspektif yang berbeda bisa menciptakan kekacauan dan inkoherensi.
Excellent people, untuk mengelola inovasi, perusahaan membutuhkan tool atau metodologi yang bisa mengatasi hambatan yang dijelaskan di atas. Apa metodologi itu? yaitu Design Thinking.
Design Thinking adalah metode inovasi yang Human Center Approach atau menggunakan proses berpikir yang fokus pada manusia. Metode ini memiliki 5 langkah utama, yaitu Empatize, Define, Ideate, Prototype, dan Test.
Dalam artikel Jeanne, Kaaren Hanson, Direktur produk desain Facebook mengatakan: “Setiap kali Anda mencoba mengubah perilaku orang, Anda harus memulainya dengan banyak struktur, sehingga mereka tidak harus berpikir. Banyak pekerjaan yang kita lakukan adalah kebiasaan, dan sulit untuk mengubah kebiasaan itu, tetapi memiliki pedoman yang sangat jelas dapat membantu kita.”
Lima langkah dalam Design Thinking adalah proses yang terorganisir yang akan membantu kita mengeksplorasi suatu masalah dengan cara yang kreatif. Seperti kita tahu, tidak sedikit dari kita yang sangat takut untuk melakukan kesalahan, sehingga fokus yang dipilih adalah mencegah kesalahan terjadi dibanding memanfaatkan peluang yang ada. Dari sini bisa kita lihat bahwa faktor psikologi atas rasa aman sangat mempengaruhi tindakan seseorang dalam melakukan inovasi.
Nah, Design Thinking memiliki tools yang didesain untuk memberikan rasa aman sehingga dapat membantu para inovator bergerak lebih pasti melalui penemuan kebutuhan pelanggan, pembuatan ide, dan pengujian ide. Tidak hanya itu, setiap aktivitas Design Thinking juga memberikan pengalaman kepada para inovator itu sendiri.
Excellent people, itulah penjelasan tentang tantangan-tantangan dalam melakukan inovasi di perusahaan dan apa itu metode Design Thinking. Kamu bisa membaca artikel Design Thinking lainnya DISINI, ya.
Sumber: HBR, CIO, SHIFT Indonesia, Planbox