Kerangka kerja DMAIC adalah sistem yang dipakai dalam inisiatif perbaikan berbasis Six Sigma atau Lean Six Sigma. DMAIC yang merupakan akronim dari Define – Measure – Analyze – Improve – Control adalah siklus yang mendorong solusi penyelesaian masalah yang tepat dan bertahan lama. Untuk menyelesaikan permasalahan call center diatas, tahapannya adalah sebagai berikut:

#1 Define

Pada tahap ini, tim mendefinisikan pelanggan, isu-isu kritikal yang berkaitan dengan kualitas atau critical to quality (CTQ) menurut pandangan pelanggan, dan proses bisnis yang berjalan di call center. Aktifitasnya antara lain:

  • Mendefinisikan siapa pelanggan, spesifikasi mereka untuk produk dan jasa, dan apa ekspektasi mereka.
  • Mendefinisikan batasan-batasan proyek, termasuk kapan proyek dimulai dan kapan selesai.
  • Mendefinisikan proses yang akan diperbaiki dengan membuat pemetaan aliran aktifitas dan value dalam proses (value stream mapping).

Persepsi umum (common sense) menyatakan bahwa staf call center harus selalu tersedia untuk menjawab telepon untuk menjaga waktu tunggu pelanggan di telepon tetap rendah. Namun data voice of customer (VoC) menunjukkan bahwa kemampuan untuk memberi solusi dan menjawab pertanyaan ternyata lebih penting daripada waktu tunggu. Walaupun Bagian A dan B masing-masing terlibat dalam proses yang sama, pemetaan proses untuk keduanya dibuat terpisah. Tujuannya adalah untuk menemukan solusi cepat dan menguntungkan (quick win), mengingat menurut data Bagian B menunjukkan performa lebih bagus dibanding Bagian A. Analisa menunjukkan bahwa perbedaan performa ini disebabkan oleh volume telepon yang ditangani Bagian A lebih besar dibanding Bagian B.

#2 Measure

Aktifitas yang dilakukan tim Stroud pada tahap “Measure” adalah:

  • Mengembangkan perencanaan pengumpulan data untuk proses.
  • Mengumpulkan data dari berbagai sumber untuk menentukan tipe cacat dan matriks yang diperlukan.
  • Membandingkan kinerja proses saat ini dengan hasil dari survei pelanggan untuk mengetahui titik lemah proses.

Pada tahap ini, data baseline mengenai kinerja proses telah dikumpulkan. Data tersebut mencakup panggilan telepon dari pelanggan yang menunggu ketersediaan waktu staf representatif,  telepon yang tidak terangkat dan durasi telepon pelanggan yang berhasil berbicara dengan staf representatif. Tim proyek lalu menentukan baseline sebagai berikut: resolusi pada panggilan pertama (first-call resolution) 35 persen dan three-days resolution 45 persen. Batas spesifikasi teratas divalidasi dan dikomunikasikan.

Baca juga  Siklus Lima Langkah untuk Transformasi Perusahaan

Sebagai persiapan menuju tahap “Analyze”, Stroud dan tim menumpulkan matriks tambahan, yaitu volume panggilan telepon dan biaya per-panggilan (cost per-call). Data tersebut distratifikasi berdasarkan area, karyawan, bulan, waktu dalam sehari, jumlah penelpon yang tidak terangkat, serta jumlah penelpon yang harus menelpon beberapa kali untuk menanyakan atau mempermasalahkan isu yang sama.

#3 Analyze

Ketika memasuki tahap ini, tim melakukan analisa terhadap data yang dikumpulkan di tahap sebelumnya untuk menemukan akar permasalahan penyebab cacat, dan celah-celah perbaikan yang ada. Aktifitas tim meliputi:

  • Identifikasi kekurangan yang harus diisi, yang diketahui dengan membandingkan kinerja saat ini dengan kinerja ideal sesuai target.
  • Membuat prioritas atas celah improvement yang ditemukan.
  • Mengidentifikasi sumber-sumber penyebab variasi.

Yang dipelajari tim selama menjalankan tahap “Analyze” adalah:

  1. Divisi call center memiliki 30 staf representatif yang dibagi menjadi dua area. Masing-masing area menangani tipe-tipe telepon yang berbeda. Walaupun mereka mematuhi prosedur yang sama, namun ternyata tingkat variasi diantara 30 representatif itu cukup tinggi. Setiap representatif memiliki cara kerja sendiri. Terdapat juga variabilitas dalam diri staf karena mereka kerap menangani jenis panggilan telepon yang sama dengan cara berbeda.
  2. Walaupun seluruh representatif ditugaskan untuk menangani tipe panggilan yang beragam, beberapa diantaranya lebih menyukai tipe panggilan tertentu dibandingkan tipe lainnya karena mereka lebih menguasai tipe itu. Yang sering terjadi, seorang representatif mengalihkan panggilan telepon kepada teman, karena tidak menguasai tipe panggilan itu. Disini jelas ada kebutuhan untuk mengadakan pelatihan silang (cross-training).
  3. Sebagian besar panggilan telepon pertama tidak mampu memberikan solusi yang memuaskan. Seringkali dibutuhkan riset tambahan dan eskalasi kepada representatif yang dua atau tiga tingkat lebih berpengalaman untuk memberikan solusi yang tepat.
  4. Evaluasi staf representatif call center lebih ditekankan kepada ketersediaan mereka untuk menjawab telepon, bukan kepada kemampuan menjawab pertanyaan atau memberi solusi. Tekanan ini menyebabkan mereka lebih mementingkan volume penanganan panggilan daripada memecahkan masalah yang diajukan pelanggan.
  5. Pelanggan yang mengajukan permintaan atau penawaran, yang tidak terpenuhi dalam beberapa hari, akan menelepon kembali. Ini meningkatkan volume panggilan. Selain menggembungkan jumlah masalah yang tak terselesaikan pada panggilan pertama, dan memadatkan antrian masalah pada sistem yang menunggu untuk diselesaikan.
Baca juga  Konsep Utama dan Siklus dalam Lean
#4 Improve

Fase “Improve” bisa dianggap sebagai tahap puncak dimana implementasi solusi perbaikan dibuat dan dilaksanakan. Tim Stroud merancang solusi kreatif untuk memperbaiki dan mencegah masalah datang kembali. Aktifitas di tahap ini adalah:

  • Menciptakan solusi inovatif dengan memanfaatkan teknologi dan ilmu pengetahuan.
  • Mengembangkan dan menetapkan rencana implementasi.
  • Untuk mencapai target perusahaan, solusi yang disetujui antara lain:
  • Membagi tim berdasarkan fungsi yang berbeda: menjawab panggilan telepon dan memecahkan masalah.
  • Melakukan rotasi staf call center untuk melakukan fungsi-fungsi yang berbeda agar dapat terjadi transfer pengetahuan antara staf.
  • Mengajukan masalah yang tidak terpecahkan selama dua hari kepada manajemen.

Untuk mengurangi variasi, representatif call center harus memiliki prosedur kerja tertentu, atau SOP (standard operating procedure). Setiap representatif harus menjalani proses berdasarkan prosedur. Dengan demikian, mereka bisa memberikan pelayanan yang lebih berkualitas. Selain itu, langkah pekerjaan menjadi jelas dan lebih mudah dijalankan.

Namun, walaupun telah dilakukan standardisasi proses, bukan berarti proses telah teroptimasi. Tim menghilangkan beberapa jenis waste atau aktifitas tanpa nilai tambah (non-value-added activities) pada proses di call center. Beberapa waste tersebut adalah: waste yang menyebabkan orang atau produk harus menunggu sebelum bergerak kepada langkah selanjutnya, waste karena pergerakan dan langkah yang berlebihan (yang sesungguhnya tidak diperlukan), dan waste karena harus mengulang langkah kerja (rework).

#5 Control

Tahap ini adalah tahap untuk memastikan hasil perbaikan yang telah didapat akan bertahan lama. Aktifitas tim di tahap ini meliputi:

  • Mencegah para representatif kembali menggunakan “cara lama” dalam bekerja.
  • Membuat dan melaksanakan pengembangan, dokumentasi dan implementasi rencana peninjauan.
  • Melembagakan hasil perbaikan melalui modifikasi sistem dan struktur, diantaranya struktur ketenagakerjaan, pelatihan, dan sistem insentif.
Baca juga  Efisiensi Pemboran di Lapangan Bangko, PHR Hemat Miliaran Rupiah

Kurang dari delapan minggu, target baseline telah tumbuh dari 35 persen untuk first-call resolution menjadi 93 persen. Sedangkan untuk three-day resolution, baseline meningkat dari 45 persen menjadi 97 persen. Jumlah pelanggan yang menelepon tanpa mendapatkan solusi atau jawaban hampir seluruhnya bisa dihilangkan. Gambar berikut merupakan contoh papan skor yang telah direvisi agar staf call center bisa melakukan monitor untuk mengukur pencapaian terhadap hasil.

Aplikasi Lean Six Sigma pada proses call center telah berhasil membuat call center memiliki target-target yang sesuai dengan ekspektasi pelanggan dan mencapainya. Tidak perlu diragukan, level kepuasan pelanggan juga meningkat secara signifikan. Perbaikan ini-pun mendorong perbaikan di area-area lain. Contohnya, perangkat lunak baru telah digunakan untuk memberikan respon cepat kepada pelanggan yang melakukan panggilan.

Perangkat ini mengumpulkan umpan balik pelanggan dengan segera. Data yang dihasilkan memberikan gambaran mengenai level kepuasan pelanggan tanpa harus menunggu survei berikutnya dilakukan. Inisiatif ini memberikan perubahan signifikan pada proses penanganan panggilan telepon di call center, dan tentu saja memfasilitasi hubungan yang baik dan berkualitas antara perusahaan dan pelanggan.***

Referensi: “Aligning Call Center Agent Goals with Customer Desires” oleh J. DeLayne Stroud.