Setelah menempuh perjalanan panjang dalam menyajikan referensi serta studi kasus berkaitan dengan penerapan Lean Manufacturing (atau Lean Enterprise) di berbagai industri, tidak ada salahnya kita mengambil sedikit waktu untuk menengok ke belakang untuk mengingat kembali pengertian dasar dari metode Continuous Improvement itu sendiri.

Lean Manufacturing adalah sebuah metode dan sistem manajemen yang konsepnya diadaptasi dari Toyota Production System, pendekatan unik dari Toyota dalam berproduksi. Fokus utamanya adalah menghilangkan waste dalam produksi dan memberikan nilai tambah (value) yang berarti bagi pelanggan, sehingga meningkatkan nilai produk di mata pelanggan.

Penerapan Lean Manufacturing (metode serta perkakasnya) dilakukan secara terus-menerus untuk menciptakan perbaikan pada proses dan inovasi di perusahaan, sehingga perusahaan tersebut melakukan apa yang disebut Continuous Improvement (atau CI) untuk mencapai Operational Excellence (OPEX) dan Customer Intimacy. Tujuan utamanya adalah meningkatkan kepuasan pelanggan yang mendatangkan preferensi mereka, dan tentu saja meningkatkan profit dengan cara-cara yang tidak mengorbankan pelanggan.

Lean Manufacturing juga memberikan kekuatan kepada perusahaan untuk meningkatkan competitive advantage mereka dan memperbesar pangsa pasar. Mengapa? Karena penerapan Lean Manufacturing selalu berpegang kepada empat kerangka yang disebut QCDS:

Q untuk Quality. Yaitu komitmen untuk memproduksi barang berkualitas tinggi secara konsisten.

C untuk Cost. Yaitu pengendalian terhadap biaya produksi dan operasional untuk memproduksi barang berkualitas tinggi dengan biaya yang efektif.

D untuk Delivery. Yaitu komitmen untuk melakukan pengiriman tepat waktu kepada pelanggan.

S untuk Service. Yaitu komitmen untuk memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan.

Sistem manufaktur tradisional membebankan hampir seluruh biaya produksi kepada pelanggan dalam harga yang harus mereka bayar.

Biaya + Laba = Harga Jual Produk

Artinya, harga jual produk ditentukan oleh biaya produksi lalu ditambah dengan laba yang diinginkan perusahaan. Skema seperti ini sangat berpotensi membuat pelanggan merasa dirugikan.

Baca juga  Actions speak louder than words, ubah idemu jadi aksi nyata

Skema Lean Manufacturing merupakan kebalikan dari skema tradisional tersebut. Produsen harus mengurangi biaya produksi untuk mendapatkan laba yang diinginkan, sehingga rumusnya menjadi seperti ini:

Harga Jual Produk – Biaya = Laba

Artinya, selisih harga jual suatu produk dikurangi dan biaya produksilah yang akan menjadi laba bagi perusahaan. Jika perusahaan ingin meningkatkan labanya, maka perusahaan harus bisa menerapkan strategi penghematan biaya yang efektif. Penghematan biaya ini dilakukan dengan cara menerapkan metode dan perkakas Lean Manufacturing dalam proses produksi.

3 Prinsip Lean Manufacturing

Lean Manufacturing dibangun diatas tiga prinsip dasar, antara lain:

1.    Prinsip Mendefinisikan Nilai Produk (Define Value)

Pendefinisian nilai produk dilakukan dengan mengacu kepada pandangan dan pendapat pelanggan (Voice of Customer) melalui kerangka QCDS dan PME (Productivity, Motivation dan Environment). Pendefinisian nilai produk dimulai dengan membuat pemetaan aliran nilai (Value Stream Mapping). Tujuannya adalah mengidentifikasi value yang ada pada seluruh aliran proses, mulai dari pemasok hingga pelanggan. Hasil identifikasi tersebut adalah pengetahuan mengenai titik-titik pada proses yang tidak memberikan nilai tambah kepada pelanggan.

2.    Prinsip Menghilangkan Pemborosan (Waste Elimination)

Pemborosan atau waste dalam konsep Lean Manufacturing adalah segala aktifitas yang tidak memberi nilai tambah kepada produk yang dapat menyebabkan kepuasan pelanggan. Jadi, segala aktifitas dianggap sebagai waste jika tidak memberikan kontribusi untuk peningkatan nilai produk di mata pelanggan. Lebih jelas tentang waste, silakan baca artikel mengenai 7 pemborosan dalam konsep Lean Manufacturing.

3.    Prinsip Mengutamakan Karyawan (Support the Employee)

Penerapan Lean Manufacturing harus dilakukan oleh karyawan di semua level dalam organisasi. Karena itulah, perusahaan harus mendukung karyawan dengan memberikan pendidikan dan pelatihan yang memadai untuk memahami Lean Manufacturing, dari metode hingga perkakasnya. Operasional harian untuk proyek-proyek Lean Manufacturing di perusahaan sepenuhnya berada di tangan karyawan; diperlukan pengetahuan yang memadai untuk menjalankannya dengan benar.***