Quality control merupakan topik yang telah mendarah daging, baik bagi perusahaan mesin tenun Toyoda, maupun bagi “anak” perusahaannya, manufaktur mobil terbesar di dunia, Toyota. Sakichi Toyoda mulai memproduksi mesin tenun pada akhir dekade 1890-an. Hasil karyanya kemudian mencapai titik sempurna dengan terciptanya mesin tenun Auto Loom Type G pada tahun 1924.
Mesin tenun Type G terkenal dengan teknologi non-stop shuttle change dan konsep Jidoka (built in quality) yang mendasarinya. Keistimewaannya adalah, mesin ini akan berhenti dengan otomatis jika ada benang yang putus, yang membantu memastikan kualitas produk tetap 100%. Manufaktur mesin tenun pada saat itu masih mengandalkan inspeksi dan menggunakan bermacam peralatan dan alat ukur.
Pada dekade 1920-an, Walter Shewhart memperkenalkan control chartnya ketika bekerja di Bell Labs. Chart tersebut menarik perhatian W. Edward Deming yang menjadi salah satu pendukung utama dari control chart dan hasil karya Shewhart. Penggunaan control chart semakin meluas di seluruh dunia, termasuk di Jepang pada tahun 1930-an (menurut keterangan Prof. Nonaka dari Josai University).
Pada akhir Perang Dunia II, dunia industri menyaksikan utilisasi control chart yang makin meluas di Jepang pada masa pendudukan, setelah perang berakhir. Deming memberikan pelatihan di beberapa perusahaan Jepang mengenai teknik-teknik dan metode statistik dalam konsep quality.
Berikut ini adalah contoh control chart yang digunakan di Toyota pada tahun 1950-an. Dimensi jurnal poros engkol (crankshaft journals) diukur dengan menggunakan alat ukur dan dicantumkan pada grafik didekat baris.
Berikut ini adalah contoh control chart dalam Bahasa Jepang untuk steering knuckle.
Pada saat ini, manual chart seperti diatas tidak lagi dapat ditemukan di pabrik-pabrik Toyota. Perusahaan mobil tersebut telah bekerja keras selama beberapa dekade untuk menghilangkan sumber penyebab umum dan khusus dari variasi, sehingga level kontrol proses kini telah mencapai titik yang sangat tinggi.
Seiring berjalannya waktu, pembuatan chart perlahan menjadi aktifitas yang tidak perlu. Alih-alih membuat chart, biasanya orang melakukan peninjauan periodik untuk mengaudit level kontrol proses produksi. Dalam Quality Control, dilakukan audit terhadap peninjauan yang dilakukan dalam proses manufaktur dengan cara mengambil sample.
Bentuk-bentuk yang presisi seperti jurnal crankshaft diatas, pada saat ini, seluruhnya diukur oleh mesin ukur otomatis yang ada pada lini produksi. Kini control chart akan dihasilkan secara otomatis dan ditampilkan sesuai kebutuhan. Biasanya chart ditampilkan pada layar CRT atau LCD di pabrik-pabrik. Konsepnya sama dengan mesin tenun Sakichi Toyoda: proses berbasis Lean Manufacturing yang berjalan pada masa ini akan memberikan sinyal ketika ada cacat yang terjadi, dan secara otomatis akan menghentikan lini untuk mencegah cacat terus terproduksi.