Kunjungan redaksi Shift ke Pulau Dewata baru-baru ini telah meninggalkan kesan yang berbeda. Jika biasanya yang dikunjungi hanya seputar Kuta, Legian, atau garis pantai di selatan Bali, kali ini kami mencoba untuk break the rules dan merambah sisi Pulau Bali bagian timur laut, yaitu daerah sekitar Candidasa.

Candidasa pernah menjadi surga yang dipenuhi turis pada dekade 70-an. Beberapa selentingan yang terdengar tentang tempat ini adalah pantai keemasan yang dihiasi untaian daun kelapa yang melambai tertiup angin, diving spot yang cantik, kapal-kapal nelayan berwarna warni, orang-orang yang ramah, dan pemandangan menakjubkan. Semuanya benar, kecuali tentang pantainya.

Pada puncak popularitasnya, turis mendatangi Candidasa bagaikan semut merubungi gula. Segera saja bermunculan berbagai akomodasi untuk menampung mereka. Saat ini, pantai telah menghilang sebagai imbas dari pembangunan yang kurang bijaksana, dan Candidasa menjadi bagian dari halaman buku yang telah lewat terbaca. Walaupun Pemda Bali telah memulai proyek ‘membangun’ pantai kembali, namun akan membutuhkan waktu lama untuk mengembalikan surga yang telah menghilang.

Ketika kami menapakkan kaki (atau lebih tepatnya roda mobil) disana, memang tidak banyak turis yang kami temui; hanya beberapa turis mancanegara yang masih terlihat di wilayah ini. Tidak banyak restoran atau cafe yang dapat kami temukan di sepanjang jalan. Namun, karena lapar mulai menyerang, akhirnya kami-pun memutuskan untuk merapat di sebuah restoran pinggir laut, dengan papan nama bertuliskan Le-Zat didepan sebuah gapura bambu.

Le-Zat Beach Resto: An Ultimate Place to Chill Out

Begitu memasuki gapura bambu, melewati rumpun tanaman hias dan beberapa kamar yang disewakan, kami tahu bahwa pilihan kami tidak salah. Sebuah restoran kecil dengan pemandangan laut yang begitu biru seketika menyambut kami. Meja-meja yang dipayungi pohon kelapa dan kamboja khas Bali berderet di sepanjang balkon yang langsung menhadap pemandangan laut. Restoran ini bahkan memiliki beberapa sun-lounger yang diletakkan persis di garis batas laut dan daratan.

Bali memang juaranya hospitality. Pelayanan yang mereka berikan sangat ramah dan helpful. Pada saat kedatangan, kami disambut oleh handuk dingin yang wangi dan keramahan khas penduduk lokal.

Selain pemandangan yang indah dan pelayanan prima, Le-Zat ternyata juga menawarkan banyak menu yang lezat dan menyehatkan. Salah satu yang kami pesan adalah Ashitaba Tea, minuman yang mengandung daun Ashitaba kaya akan antioksidan. Sedangkan untuk makanan, kami sangat merekomendasikan Tom Yam Goong, sup khas Thailand. Tom Yam Goong yang kami nikmati disini merupakan yang terbaik yang pernah kami coba. Rekomendasi lainnya adalah Spaghetti Carbonara, yang lezat dan kaya rasa.

Setelah puas makan, bersantai, dan menikmati pemandangan “pantai” Candidasa, kamipun melanjutkan perjalanan menuju Virgin Beach atau oleh turis mancanegara dikenal dengan White Sand Beach, karena penasaran dengan berbagai review mengenai pantai ini yang katanya sangat indah dengan pasir putih dan air jernih berwarna biru turquoise.

The Virgin Beach: Hiruplah Aroma Kebebasan di Udara!

Akses menuju Virgin Beach benar-benar tidak mulus. SUV yang kami tumpangi harus berjuang melewati ngarai, semak-semak rimbun, pepohonan, dan jalan penuh batu-batu besar sebelum akhirnya garis pantai berpasir putih dan berair biru mulai terlihat. Namun, reward yang kami dapatkan sungguh terasa manis. The stunning view worths every drop of sweat!

Berlian yang tersembunyi di timur laut Bali ini memiliki pasir putih sehalus tepung, yang akan langsung membenamkan kaki anda begitu diinjak. Airnya benar-benar jernih, berwarna biru kehijauan yang berkilau dibawah sinar matahari. Ombaknya terbilang cukup aman, menjadikannya tempat yang benar-benar tepat untuk berenang atau sekedar bermain air. Jika tidak suka berenang, bersantai atau sekedar berjalan menyusuri pantai-pun sangat menyenangkan untuk dilakukan. Hiruplah aroma laut dalam-dalam, dan segala beban pikiran akan lenyap!

Pantai yang diapit dua tebing karang ini memang tidak terlalu besar dan walkable. Barisan sun-lounger dapat anda sewa seharian dengan tarif 30,000 – 40,000 rupiah saja per pasang. Walaupun tergolong sepi dan belum berkembang sebagai situs wisata, beberapa cafe kecil dan sebuah toko pakaian dapat anda temukan di pinggir pantai. Bahkan ada yang menyewakan alat snorkel dan beberapa pemilik usaha menawarkan jasa pembuatan tato.

Hebatnya, segala kenikmatan tersebut seolah hanya dipersembahkan untuk anda (dan beberapa turis lainnya, tentu saja). Pantai ini tergolong sepi. Jangan bandingkan dengan Kuta atau Legian, karena sangat jauh dalam hal pemandangan dan jumlah pengunjung. Jika anda menginginkan ketenangan, bersantai lama di sun-lounger, atau sekedar menikmati pemandangan pantai yang sangat memukau, Virgin Beach memiliki segalanya.***

Artikel ini ditulis sebagai tinjauan objektif dan non-komersil. Shift tidak memiliki hubungan kerjasama apapun dengan pihak-pihak lain yang disebutkan disini.