Kita tentu saja telah familiar dengan gaya pembelian tradisional, dimana ada pembeli (buyer) dan ada pemasok (supplier) sebagai pihak yang memenuhi permintaan atau kebutuhan buyer. Hubungan jual beli konvensional juga biasanya diwarnai oleh hadirnya supplier-supplier lain yang menjadi kompetitor dari supplier utama.
Supplier akan memberikan penawaran harga sebagus mungkin demi memenangkan kontrak, sementara buyer mencari harga terendah dengan value yang maksimal. Demi mendapatkan apa yang diinginkan, buyer akan terus menekan supplier, dan supplier, mau tidak mau, harus mengorbankan sesuatu agar dapat memenuhi permintaan buyer. Disini, salah satu pihak akan mengalami ‘tekanan’, dan biasanya supplier-lah yang mengalaminya.
Itu tadi contoh aktifitas jual beli tradisional yang biasa terjadi di seluruh belahan dunia. Namun lain halnya dengan aktifitas jual beli dalam konsep Lean. Gaya pembelian Lean adalah partnership, yaitu kooperasi antara buyer dan supplier. Buyer dan supplier adalah partner. Jika buyer menikmati kesuksesan, maka supplier juga akan menikmatinya. Hubungan seperti inilah yang ideal dalam filosofi Lean Enterprise.
Hubungan Buyer-Supplier dalam Konsep Lean Enterprise
Dalam Lean, hubungan pembelian dan penjualan haruslah memberikan value bagi kedua belah pihak, buyer dan supplier. Untuk memenuhinya, sangat penting dan masuk akal jika supplier diberikan ‘alat’ dan kemampuan untuk sukses. Pertama-tama, segala yang terjadi antara kedua pihak harus transparan. Artinya, buyer harus mengetahui berapa modal yang harus dikeluarkan supplier untuk memproduksi komponen yang dibelinya. Fokus buyer bukan lagi memaksimalkan profitnya sendiri dan meminimalisir profit supplier. Kedua perusahaan harus bekerjasama dalam meningkatkan value secara keseluruhan.
Harga dari tiap-tiap item memang tidak harus dijabarkan dalam kontrak outsource yang disiapkan supplier; namun kontrak tersebut harus menyebutkan metode yang digunakan untuk menentukan harga-harga. Buyer dan supplier harus membuat kesepakatan dalam penentuan harga. Harga, misalnya, dapat ditentukan berdasarkan modal supplier ditambah presentase profit yang masuk akal. Harga yang ada, jika memungkinkan, dapat diturunkan dengan beberapa cara. Salah satu cara adalah dengan program productivity improvement. Buyer dapat menantang supplier untuk menurunkan harga dengan menjalankan program Lean Six Sigma yang dapat membantu menghemat biaya dan meningkatkan produktifitas. Jika program dijalankan bersama-sama, bentuk-bentuk gain-sharing yang akan digunakan harus jelas dijabarkan dan dipahami kedua pihak.
Metode Improvement untuk Kualitas Hubungan Buyer-Supplier
Seperti yang dilakukan oleh Toyota dengan para pemasoknya, buyer harus memastikan bahwa supplier memiliki tools dan kemampuan yang cukup untuk melakukan perbaikan (program improvement). Sebuah organisasi yang Lean harus membantu supplier-suppliernya dalam melakukan beberapa aktifitas improvement, seperti:
- Pelatihan dan implementasi Value Stream Mapping (VSM)
- Pelatihan dan implementasi 5S
- Melakukan Kaizen event yang fokus kepada cellular manufacturing / one-piece flow, Total Productive Maintenance (TPM), quick changeover (SMED), dan tool dasar Lean lainnya.
- Melakukan set-up sistem Kanban.
Jika sebuah perusahaan melakukan investasi yang sedemikian rupa dengan para suppliernya, lingkungan jual beli yang terbentuk akan dipenuhi oleh rasa saling percaya dan kondisi yang dibutuhkan untuk sukses bagi supplier akan tercipta dengan sendirinya. Jika organisasi supplier mengalami kesuksesan, supply chain mereka juga akan membaik; secara keseluruhan, lead time, inventori dan biaya-biaya modal akan dapat dihemat.