Hal paling esensial dalam Scrum adalah learning atau pembelajaran dan continuous improvement atau perbaikan berkelanjutan. Berkat ketenaran metode Scrum dan Agile, istilah Kaizen dikenal lebih luas. Kaizen merupakan istilah Jepang, yang secara harfiah berarti “menjadi lebih baik”, yang kemudian menjadi slogan dalam budaya Toyota, dan selanjutnya istilah ini secara universal dimaknai sebagai perbaikan berkelanjutan yang terus menerus.  

Perubahan, baik ataupun buruk selalu menyebabkan gangguan, jadi tidak jarang setelah perubahan selesai dilakukan cenderung kembali ke praktek awal. Untuk itu perlu adanya upaya lebih lanjut. Benar, bahwa perubahan terjadi karena perbaikan yang dilakukan secara bertahap dan sedikit demi sedikit. Namun perubahan yang besar juga tidak selalu bersifat inkremental. Dan disinilah kita akan berkenalan dengan filosofi perubahan dari Jepang: Kaikaku.

Kaizen vs Kaikaku

Kaizen mengacu pada perubahan berkelanjutan yang dibutuhkan untuk mempertahankan keunggulan operasional. Kaizen biasanya meliputi perencanaan dan pelaksanaan timeline berdasarkan jangka waktu tertentu, misalnya satu minggu. Metode ini banyak digunakan untuk proyek dengan skala kecil dan tidak melibatkan banyak sumber daya.

Sementara itu, Kaikaku yang dikenal dengan sebutan perubahan secara radikal merupakan sebuah inisiatif lean atau peristiwa yang perencanaannya bisa memakan waktu beberapa minggu hingga bulan, tetapi eksekusinya bisa saja terjadi dalam hitungan jam, beberapa hari atau minggu. Metode ini lebih sering digunakan dalam proyek dengan skala besar, juga sumber daya yang dibutuhkan. Hasil akhirnya akan terlihat perlahan, namun dengan kontribusi dari bottom line yang lebih besar pula. Dan yang paling membedakan adalah, Kaikaku bersifat strategis, sedangkan Kaizen bersifat taktis.

Baik Kaizen maupun Kaikaku memerlukan keterampilan dan kesiapan dari sekelompok karyawan untuk melakukan perbaikan di organisasi mereka. Pasalnya, tantangan bisa muncul kapan saja dalam kedua metode ini bahkan sebelum diimplementasikan. Untuk itu, manajemen tidak bisa mengabaikannya dan harus segera melakukan penanganan sebelum kegagalan benar-benar terjadi.

Tantangan Kaikaku

Ada dua hal utama yang menjadi tantangan implementasi metode Kaikaku, yaitu sumber daya dan waktu yang cukup untuk implementasi. Sementara faktor lain yang juga berpengaruh adalah kreativitas dan juga modal usaha.

Jumlah sumber daya yang diperlukan untuk sukses mengimplementasikan metode Kaikaku jauh lebih besar dibandingkan dengan Kaizen. Para manajemen senior juga harus terlibat dalam proses ini. Karena jika keputusan yang diambil ternyata salah, nasib organisasi yang akan menjadi taruhan.

Kakikaku umumnya menyebabkan perubahan revolusioner yang secara drastis dalam meningkatkan bottom line dan value stream dari organisasi. Pastinya, hal ini membutuhkan orang-orang kreatif yang mampu berpikir outside the box, juga dukungan modal usaha untuk memungkinkan mereka menerapkan ide-ide kreatif yang telah mereka ciptakan. Namun terkadang kaikaku hanya membutuhkan sedikit modal untuk bisa menghasilkan perubahan skala besar yang diinginkan perusahaan, sehingga ROI akan lebih cepat dari biasanya.

Implementasi Kaikaku

Menurut Hiroyuki Hirano, Guru dari metode 5S, ada 10 langkah yang harus dilakukan untuk dapat sukses menerapkan Kaikaku, yaitu:

  1. Tinggalkan konsep tradisional
  2. Selalu pikirkan bagaimana metode baru akan mampu bekerja maksimal, bukan bagaimana metode itu akan mengalami kegagalan
  3. Tolak sepenuhnya adanya status quo
  4. Jangan mencari kesempurnaan; bahkan keberhasilan implementasi sebesar 50% tidak akan menimbulkan masalah khusus
  5. Perbaiki masalah langsung pada saat mereka ditemukan
  6. Jangan habiskan biaya yang terlalu banyak untuk metode Kaikaku
  7. Gunakan 5 Whys
  8. Beri kesempatan karyawan mengemukakan ide mereka
  9. Kaikaku tidak mengenal batas
  10. Jangan cemas bila muncul masalah, karena masalah memberikan kesempatan untuk tim mencetuskan opini perbaikan bersama-sama

Sumber : shiftindonesia, leanmagazine