Ketika seseorang mengatakan kepada Anda sesuatu tentang inisiatif implementasi program continuous improvement, seperti Lean atau Six Sigma, apakah yang muncul di pikiran Anda? Mungkin, seperti saya dan kebanyakan orang lain, di benak Anda akan langsung muncul berbagai pemikiran mengenai berbagai teori supply chain, peningkatan efektifitas biaya, tools Lean Six Sigma dan aplikasinya, dan banyak pemikiran teoretis (mungkin juga idealis) lainnya. Namun pagi ini, ketika membaca sebuah artikel pendek di IndustryWeek, saya mendapatkan sedikit kejutan.

Pemilihan dan implementasi tepat dari teori, metode, dan tools memang sangat penting dalam menjalankan sebuah inisiatif (baca: proyek) Lean Six Sigma atau program improvement lainnya. Tapi ada satu hal sederhana yang bahkan memegang peranan sangat penting dalam penentuan hasil implementasi tersebut; satu hal sederhana yang sangat sering dilupakan orang: komunikasi.

Sebelumnya, kita mungkin telah sering mendengar tentang pentingnya dukungan manajemen (Steering Committee, Sponsor), dalam setiap inisiatif perubahan yang dijalankan oleh perusahaan. Ini akan menunjukkan kepada tim  yang menjalankan proyek bahwa manajemen menghargai dan mendukung penuh proyek mereka. Bentuk dukungan yang demikian tentunya akan menyuntikkan semangat yang luar biasa bagi masing-masing individu dalam tim untuk mengerahkan segenap potensi dan kemampuannya demi tercapainya target proyek. Bayangkan jika Anda mengerjakan suatu pekerjaan (yang Anda anggap penting dan menguras tenaga) tapi atasan Anda tidak sedikitpun memberikan perhatian!

Perhatian dapat menjelma dalam bentuk komunikasi. Pertanyaannya adalah, komunikasi yang seperti apa? Apakah pertanyaan sekedarnya dan pendapat yang hanya sekilas dapat disebut komunikasi? Menurut Rick Bohan, yang berbicara melalui IndustryWeek, komunikasi lebih dari itu. Komunikasi adalah “Berbicara dengan…” bukan “Berbicara kepada…”

Dalam banyak kasus, para manajer dan direktur seringkali kesulitan untuk memberikan waktu mereka untuk melakukan komunikasi dua arah dengan karyawan. Yang selama ini terjadi, komunikasi cenderung satu arah. Atasan memberi instruksi, karyawan menjalankan. Sangat sulit membangun komunikasi yang konstruktif. Padahal, kelancaran komunikasi adalah kunci kesuksesan seorang pemimpin. Pasalnya, staf operasional dan karyawan adalah pusat kesuksesan bagi implementasi Lean atau metode improvement lainnya.

Baca juga  Pertama di Dunia! PHR Kelola Lapangan Minyak Minas dengan Teknologi Berbasis AI 

Menurut penjabaran singkat Bohan, komunikasi efektif dan konstruktif yang dapat dilakukan seorang atasan adalah:

  • “Berbicara dengan…” bukan sekedar “berbicara kepada…”
  • Berbicara / berdialog dengan keingintahuan yang tulus dan dengan rasa hormat akan pemikiran dan pekerjaan karyawan.
  • Kemampuan untuk memulai percakapan tanpa menunggu waktu atau momen yang spesifik; hanya bertujuan untuk menjadi lebih dekat dengan karyawan.
  • Menanyakan banyak hal dan benar-benar mendengarkan jawabannya.
  • Bersedia mengisi percakapan dengan ide-ide Anda sementara memberikan kesempatan kepada pihak kedua untuk menyuarakan pendapatnya sendiri.

Komunikasi yang intens dan tulus antara karyawan dan manajemen memberikan keuntungan tersendiri yang mungkin tidak akan didapatkan dengan cara lainnya. Melalui percakapan, masalah yang ada akan muncul ke permukaan, solusi-solusi akan dibuat dan dikembangkan, akar permasalahan (root cause) akan ditemukan, dan hambatan akan diatasi.

Percakapan tidak harus memakan waktu lama; kadang bisa jadi sangat sebentar. Atau bisa jadi dimulai dengan obrolan ringan mengenai tim sepakbola. Cara yang dapat digunakan sangat banyak. Diskusi, obrolan santai, atau mungkin hanya seperti ini: “Hai Budi! Bagaimana pekerjaan di Proyek A? Lancar?” “Sejauh ini lancar, Pak!” “Bagus! Beritahu saya jika ada kesulitan ya!” Tidak perlu membesar-besarkan; tidak perlu dibuat-buat. Jika Anda tulus, karyawan akan merasakan itu.

Para manajer seharusnya memandang percakapan tersebut sebagai bagian dari perannya dalam mendukung setiap inisiatif Lean Six Sigma. Merekalah yang harus memulai dan mendekat kepada karyawan, bukan sebaliknya. Tanyalah: “Apakah ada Kaizen event yang baru-baru ini dilaksanakan?” berbicaralah dengan anggota tim mengenai event tersebut. “Apakah tim sedang menjalankan proyek yang spesifik?” temuilah masing-masing anggota dan tanyalah mengenai pekerjaan mereka, keberhasilan, dan hambatan yang mereka temui. “Adakah karyawan yang masih menolak pendekatan Lean?” berbicaralah kepada mereka dan tanyakan mengenai pertimbangan dan keraguan mereka. Jangan lupa berikan pujian atas keberhasilan-keberhasilan kecil. Tulis jadwal-jadwal dalam kalender Anda dan laksanakanlah.

Baca juga  Indonesia di posisi ke-12 Top Manufacturing Countries by Value Added 

Selain memastikan semua pekerjaan dan proyek berjalan dengan lancar dan bebas hambatan, ada keuntungan lain yang akan didapat oleh perusahaan jika pimpinannya bersedia berkomunikasi dua arah dengan karyawan (seluruh karyawan, bukan hanya yang berada di level supervisor atau leader). Karyawan akan merasa lebih dekat dengan atasan, dan, menurut riset, perasaan yang demikian akan membuat mereka lebih produktif dalam pekerjaan.

Riset membuktikan bahwa karyawan akan bekerja lebih baik jika mereka memiliki hubungan yang baik dengan atasan. Karena merasa dihargai dan dibantu, mereka akan bekerja dengan lebih nyaman jika merasa seperti teman dengan atasan. 70% karyawan yang merasa dekat dengan atasan akan menunjukkan kinerja yang baik dan produktif, yang tentunya membawa keuntungan bagi perusahaan. Batasan dan eksklusifitas justru akan membuat karyawan merasa kurang nyaman dan tidak penting.

Sebanyak apapun pelatihan mengenai metode dan tools Lean Six Sigma yang diberikan kepada karyawan, tidak besar artinya jika stakeholder tidak memberikan sentuhan personal. Menurut pengalaman dan penelitian Bohan, dalam suatu sesi pelatihan, karyawan yang mengikuti pelatihan 5S dan quick setup tidak memahami keseluruhan value dari kedua tool tersebut. Dalam pikiran mereka 5S tidak lebih daripada cara baru dalam “housekeeping”, dan quick change hanyalah sebuah cara untuk mengurangi downtime mesin. Ketika kasus tersebut terjadi, Bohan melakukan pendekatan personal kepada karyawan, dan berhasil mensinkronisasi pemikirannya dan pemikiran karyawan sehingga mereka memahami value dari setiap implementasi.

Dengan memahami konsep komunikasi ini, para pemimpin tidak hanya mampu meningkatkan moral dan disukai oleh karyawan. Pemimpin harus menjalin komunikasi karena mereka adalah sebuah subyek vital yang akan berperan besar dalam kesuksesan penerapan Lean Six Sigma. Komunikasi positif yang Anda bangun akan memberikan keuntungan besar kepada Anda suatu saat nanti. Anda-lah yang harus mengambil langkah pertama dalam membangun budaya Lean, menuju continuous improvement.

R. Wulandari

Majalah Shift Indonesia